Episode 7 Tornado?
"Leda, tolong tahan dirimu, jangan bunuh dia!"
Ronas telah melepaskan busurnya, kedua tangannya menahan tubuh Porsha yang sudah ingin menerkam dan mencabik-cabik lelaki berambut keriting itu. Namun, gadis itu mendorong lebih kuat dan melayangkan tinjunya ke arah Talvar. Lelaki itu berkelit, sementara Ronas terus menghalangi Porsha yang berakibat pukulan tersebut mampir ke pipi sang wakil kapten.
"Oh, ya ampun, Ronas! Kau tidak apa-apa?" Porsha yang terkejut, sampai akhirnya lupa dengan kemarahannya.
"Yah, paling tidak gigiku masih utuh, untunglah. Dan rahangku masih berada di tempatnya," jawab Ronas dengan sinis.
"Maaf, maafkan aku!" Gadis itu segera berlari ke interkom dan memanggil Minna. "Penyembuh, cepat kemari dan bawa obat-obatanmu! Dia terluka! Pipinya terkena pukulan!"
"Jangan berlebihan, Leda. Aku baik-baik saja," ujar Ronas yang sudah berdiri dan berkata di interkom. "Tidak usah kemari. Hanya luka kecil, tidak membutuhkan perawatan lebih lanjut."
Talvar menghampiri meja Porsha dan menemukan sebuah lempengan pipih dari aluminium. Suhu sedang dingin, sehingga benda itu pun terasa seperti es yang sejuk. Lelaki itu segera menempelkannya ke pipi Ronas dan menekannya di sana. "Paling tidak ini akan mengurangi bengkaknya besok."
Perkataan itu diikuti tatapan heran oleh Porsha. Sementara Ronas mengambil alih lempeng besi itu dan mengucapkan terima kasih.
"Baiklah, kalau begitu. Sekarang, demi apa pun menjauhlah dariku, sebelum aku membuat wajahmu lebih parah darinya!" Porsha menatap tajam ke arah Talvar.
"Tidak, Leda, kita masih harus mengawasinya. Dia tidak boleh lepas dari mata kita," ucap Ronas yang kini kembali duduk di kursinya, seolah tidak pernah terjadi baku hantam yang membuatnya jadi korban.
Gadis itu mengentakkan kaki, merasa kejengkelannya bertambah dua kali lipat dari sebelumnya. "Jangan ngomong apa-apa lagi di hadapanku! Jangan!"
Talvar hendak membuka mulut, tetapi Porsha segera mengacungkan telunjuknya. Melihat wajah kapten itu tampak lucu karena menahan amarah, Talvar makin sering menggodanya dengan membuka dan menutup mulutnya.
"Hentikan kalian berdua. Mari kita fokus kepada tujuan kita di sini. Kita harus segera tentukan rute perjalanan kita untuk mencari daratan," perintah Ronas yang mulai gerah dengan tingkah laku mereka berdua.
"Baik. Kau benar, Liveda. Mari kita fokus membicarakan rutenya. Bisakah kamu cari data tentang tornado di bumi, sementara aku memberi perintah pada tim pekerja kasar di bawah." Porsha menegakkan kepalanya, tak sudi meladeni ocehan lelaki absurd yang sudah membuatnya naik darah itu. "Dan kau, terserah apa yang ingin kaulakukan, asal jangan bersuara."
Setelah itu, Porsha segera menyalakan interkom, memerintah agar tim yang mengurusi bahan bakar bersiap untuk pelayaran besok.
"Stok nuklir masih aman, Leda. Para kappi sedang dalam kondisi sehat dan stabil." Suara dari Nar, pemimpin para pekerja kasar itu sigap menjawab pertanyaan Porsha. Kappi adalah hewan super yang mampu mengolah nuklir agar bisa menjadi bahan bakar yang tidak memiliki paparan radiasi, mereka tinggal di gunung Triga, tetapi yang dibawa oleh Porsha ini sudah cukup jinak dan cakap untuk membantu pekerjaan mereka.
Kappi
"Baiklah. Aku jadwalkan pelayaran kita besok pada pukul delapan pagi, sementara kecepatannya akan kuatur standar di 20-22 knot," ujar Porsha melirik pada penunjuk waktu yang menempel di dinding. Di planet Nilakandi, sehari memiliki tiga puluh jam, sehingga satu hari itu terasa sangat panjang.
"Baik, Leda. Siap laksanakan."
Usai berkoordinasi, Porsha berpaling ke arah Ronas yang telah berdiri di depan mejanya, menyerahkan tablet yang menampilkan grafik serta data yang diminta oleh sang kapten.
"Rupanya tornado adalah puting beliung atau sengkayan (tornado air) yang biasa terjadi di daratan, Leda. Karena itu kita tidak familiar dengan kata tersebut."
Sengkayan
Porsha menyuruh Ronas duduk di kursi dan mencondongkan badannya membaca rangkaian huruf yang tersaji di hadapannya. "Hmmm, kecepatan rata-rata tornado adalah 177 km/jam, mampu bergerak hingga beberapa kilometer sebelum menghilang." Gadis itu mengeluarkan pensil stylus-nya dan mencatat semuanya dalam tablet tersebut.
"Benar, yang paling kuat memiliki kecepatan hingga 453 km/jam. Itu yang terjadi di bumi. Pengalaman kita selama berlayar, puting beliung yang sebesar badai kemarin berada di angka 400 km/jam, menghantam dan membawa kapal kita sampai sejauh 20 km dari titik semula." Ronas kemudian menyentuh tabletnya dan menampilkan beberapa grafik. Gadis itu mempelajari semua data yang ada di sana, kemudian mengerutkan dahinya. "Apa ada yang salah, Leda?"
"Hmmm. Tunggu sebentar," kata Porsha, tangannya membuka berkas lain dan membaca semua tabel dan rangkaian huruf yang ada di sana. "Ronas, menurutmu apakah tidak aneh bahwa Talvar cepat pulih dalam satu sampai dua hari? Di sini aku membaca beberapa penduduk kita ada yang pernah menjadi korban terseret puting beliung, mengalami sejumlah luka, bahkan ada yang mengalami patah tulang. Namun, catatan kesehatan yang dikirim Minna padaku kemarin, lelaki itu hanya mengalami malnutrisi yang tidak termasuk gawat, serta menelan banyak cairan di dalam paru-parunya?"
Ronas mengusap dagunya, "Mungkin tornado yang membawanya tidak dalam kategori yang besar, Leda. Anggap saja bahwa tornado yang menyeret Talvar ke lautan, hanya berkisar 100 km/jam. Kalau begitu, kemungkinan jarak titik kita sekarang dengan daratan tidak terlalu jauh, Leda."
"Begitukah?" Porsha kembali menekuni data lagi. "Namun, potensi Talvar terseret ombak laut juga harus dimasukkan dalam variabelnya, Ronas. Dan mengingat bahwa dia terseret tornado, yang bisa jadi berputar ke arah mana pun, sehingga kita juga tidak tahu pasti, seberapa jauh jaraknya."
Ronas berpaling ke arah Talvar dan bertanya, "Apakah kamu ingat, berapa lama kamu terdam ..." Lelaki itu menghentikan pertanyaannya karena mendapati Talvar telah berbaring di lantai ruang kemudi mereka dan mendengkur keras.
"Aish, yang benar saja!" maki Porsha seraya memutar bola mata. "Hei, Levida, ini antara kita saja, menurutmu apakah si Talvar ini berguna sebagai pemandu kita dengan kapasitasnya yang lemah begitu?"
Sang wakil kapten mengangkat bahu. "Hanya dia satu-satunya orang yang mengetahui lokasi daratannya."
Tangan Porsha terkepal dan menghantam mejanya. "Aduh sumpah. Rasanya aku tak sanggup menghadapi orang itu lagi!"
Bibir lelaki di hadapannya melengkung membentuk seperti busur. "Sabar sebentar, Leda. Seperti yang dikatakan paa-ku, kita hanya perlu mengenalinya lebih dalam lagi. Lagipula pengetahuannya tentang menangani memar, tidak terlalu buruk juga."
Ronas menaruh lempengan tadi kembali ke tempatnya di meja Porsha. Fungsi lempengan itu adalah kompas yang menunjukkan arah mata angin. Porsha sengaja membuatnya mudah dibawa kemana-mana hanya agar dia tahu posisinya di lautan yang luas ini. Gadis itu kembali memutar bola mata.
"Tak peduli sebaik apa pun dia menangani memar, kalau dia sembarangan bicara lagi besok, aku akan menendangnya ke laut!"
*episode07*
Dictionary
Levida : wakil kapten
Paa : ayah, papa
Hai, aku update lagi buat nemenin kalian persiapan mau buka puasa ya 😉
Makin hari makin misterius aja ini si Talvar. Padahal dia banyak omongnya 🤣🤣🤣🤣
Mana sampai sekarang kita nggak tahu nama aslinya lagi. Apa bener Talvar ini diseret tornado?
Hmm. Mari kita tunggu dia bangun dan kita korek semuanya besok. Biar terhibur, nih kukasih senyuman Babang Talvar yang udah keurus rambutnya
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro