Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Butterfly Effect

"Ini cantik banget," Ranti berseru setiap kamera ponselnya berhasil mengabadikan pemandangan dari puncak gunung.

Nanang duduk tenang sambil terus mengawasi Ranti yang sibuk dengan kameranya. Barang bawaan mereka sudah Nanang titipkan di warung, di Gunung Munara memang penjual makanan tersedia bahkan hingga ke puncak sehingga tidak perlu khawatir soal perbekalan asalkan dompet cukup tebal.

"Hati-hati," ujar Nanang saat Ranti mulai berdiri untuk berpindah tempat.

Untungnya mereka mendapat tempat yang cukup datar untuk duduk dan menikmati pemandangan Jakarta yang berkilauan, ditambah cuaca yang cerah sehingga mereka masih bisa menemukan beberapa bintang.

Nanang mengajak Ranti bergeser ke belakang, keduanya bersandar pada bebatuan dan Ranti dengan semangat memamerkan setiap foto-fotonya sementara Nanang senang karena pilihan kencannya ternyata disukai Ranti.

"Makasih, ya. Aku dari dulu pengen naik gunung tapi nggak kesampaian."

Nanang refleks menurunkan bahunya saat merasakan beban kepala Ranti di sana, ia menoleh ke kiri dan menemukan Ranti yang bersandar di bahunya sambil kini meraih tangan Nanang untuk digenggam. Tangan gadis itu terasa dingin maka Nanang pun meraihnya lalu mengusap-usap tangan Ranti yang lebih kecil darinya.

"Ran?" panggil Nanang saat sepuluh menit berlalu dan tidak terdengar ocehan Ranti lagi, ia menoleh dan menemukan Ranti yang tertidur berbantal bahunya.

Nanang bersiul memanggil dua juniornya yang ada di bawah sedang mendirikan tenda dan memasak, sebuah cahaya senter mengenai wajah Nanang tanda bahwa juniornya sudah mendengar panggilannya. Dengan terampil Nanang memainkan senter, mengirimkan kode morse pada dua juniornya.

Tidak sampai tiga menit, sebuah selimut diantarkan ke puncak.

"Jangan diapa-apain, Mas. Ingat kita di gunung," pesan juniornya itu sambil berlalu setelah menyerahkan selimut dan membantu menyelimuti Ranti, tidak lupa ia juga menyerahkan kopi yang sudah diseduh.

"Kalau mau gue apa-apain ya nggak mungkin gue ajak ke gunung," sungut Nanang yang kesal karena terus digoda, setelah ini pasti grup UKM akan ramai dengan berita dirinya yang naik gunung bersama seorang perempuan.

Sebagai hukuman karena terus menganggunya, Nanang memerintahkan dua juniornya itu untuk membantu mendirikan tenda untuknya, meski kemungkinan tenda itu tidak akan terpakai karena Ranti malah tidur di puncak gunung dan menjadikan lengannya bantal, sepertinya Nanang akan meminta tambahan bayaran nanti.

Nanang mengubah posisi Ranti menjadi berada dalam pelukannya, tangan kirinya meraih pundak Ranti memastikan gadis itu tidak terjatuh dan memperbaiki letak selimut yang sedikit melorot.

"Udah mau jam 12," ujar Nanang sambil menyeruput kopinya.

Perjalanan mendaki ini memang cukup lambat karena menyesuaikan dengan kecepatan Ranti, Nanang sendiri hanya butuh satu jam untuk mendaki dengan kecepatannya. Sejak dulu, saat ada masalah dengan ayahnya pasti Nanang akan selalu kabur naik gunung, hobi yang membuatnya kini kesulitan karena nilainya banyak yang belum cukup sementara ia sudah semester 7.

"Pemandangannya emang cantik banget, Ran." Nanang mengatakannya sambil menatap Ranti yang terlelap di pelukannya.


Ranti terbangun karena suara monyet yang terdengar begitu dekat, ia hampir jatuh kalau pundaknya tidak ditahan Nanang untuk tetap duduk.

"Ada monyet!" Ranti ketakutan.

"Ini kan emang rumah mereka, kita yang numpang di sini." Nanang memastikan Ranti duduk dengan aman baru melepaskan rangkulannya.

"Nanti aku dicakar," bisik Ranti sambil merapatkan tubuhnya ke arah Nanang.

Nanang justru tertawa lalu mengusir monyet-monyet itu dengan gerakan tangan.

"Udah pernah lihat matahari terbit di gunung?" Pertanyaan Nanang dijawab dengan gelengan oleh Ranti.

"Bentar lagi matahari terbit, mau lihat dari sini apa dari bawah sana?" Nanang menunjuk tenda berwarna kuning yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Di sini aja, udah posisi enak, nih." Ranti menarik selimutnya semakin rapat karena angin berembus.

"Kamu butuh makan sama minum, aku turun sebentar buat ambilin. Kamu mau ikut?"

Ranti tampak ragu, ia sudah menemukan posisi nyaman dan tidak ingin turun tapi takut kalau monyet-monyet tadi akan kembali mendatanginya.

Nanang menyerahkan beberapa batu kecil pada Ranti."Buat usir monyet, asal jangan dilempar pas badan mereka nanti sakit."

Nanang turun dari puncak dan mulai merebus air untuk menyeduh pop mie dan jeruk hangat untuk Ranti.

Sepuluh menit kemudian Nanang sudah kembali naik membawa dua pop mie sementara jeruk hangat untuk Ranti sudah ia simpan dalam botol agar mudah dibawa.

"Malah bengong." Nanang meletakkan pop mie di hadapan Ranti, ia mengambil gelas dan botol air jeruk yang disimpan dalam kantong celana kargonya lalu menuangkan untuk Ranti.

Ranti tertawa canggung, gadis itu tidak pernah tahu kalau seorang laki-laki bisa terlihat begitu seksi dengan membawa pop mie sambil mendaki bebatuan. Untuk pertama kalinya Ranti merasa ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya dan ia kembali mengigit bagian dalam pipinya agar tidak tersenyum. Tidak butuh waktu lama pop mie itu segera habis, Ranti mendesah saat menyeruput kuah hangat tersebut.

"Nih." Nanang dengan mudahnya membelah sebuah apel dengan tangan kosong dan menyerahkannya pada Ranti.

"Waw," ujar Ranti tidak sadar.

"Ini. Mau nggak apelnya? Jangan kebanyakan bengong, Ran." Nanang meraih tangan Ranti lalu meletakkan sebelah apel di sana, ia mulai mengigit bagiannya sendiri sambil kembali fokus menatap matahari yang mulai terbit.

Ranti masih terdiam di tempatnya, kini ia sibuk menatap figur samping Nanang yang berkali-kali lipat mempesona karena sinar kemerahan matahari.

Nanang tersenyum dan Ranti langsung melarikan jarinya pada lesung pipit pria itu.

"Aku makannya belepotan ya?" Nanang mengelap wajahnya dengan tangan dan Ranti langsung mendecih.

"Nice try," ujar Ranti dan disahut tatapan bingung oleh Nanang.

Ranti langsung mengambil ponselnya dan mulai memfoto pemandangan di hadapannya, padahal dalam hati ia mengumpati Nanang yang begitu tidak peka.

"Gimana bisa lo baik-baik aja setelah gue salting?" Ranti berujar pelan karena melihat Nanang tidak fokus padanya.

Keduanya turun dari puncak begitu matahari terbit sepenuhnya, Ranti turun lebih dulu sementara Nanang berjaga di belakang. Nanang mengipasi wajahnya yang panas padahal baru jam setengah enam, Nanang juga tahu ini bukan salah sinar matahari melainkan karena kalimat yang Ranti ucapkan beberapa saat lalu.

Setibanya di depan tenda, Nanang langsung mengelar matras di samping tenda untuk Ranti duduk sementara ia mulai membongkar perbekalan yang disimpan di dalam tenda. Nanang keluar dengan dua botol air mineral ukuran satu liter yang satunya ia serahkan untuk Ranti.

"Buat cuci muka sama gosok gigi dulu. Kalau mau ke kamar mandi harus numpang ke warung di bawah sana."

Ranti mengikuti Nanang untuk mencuci muka, pria itu dengan sabar menuangkan air untuk Ranti membersihkan sisa busa pasta gigi.

Ranti hampir menghabiskan satu botol hanya untuk cuci muka dan gosok gigi, sisa air yang tinggal sedikit itu Nanang gunakan untuk mencuci mukanya sendiri dan menyiram rambutnya agar basah.

"Seger banget," ujar Nanang sambil mengacak rambutnya.

Sementara itu, Ranti malah melotot karena Nanang dengan lengan kaos yang digulung sebahu, rambut basah, senyum manis ditambah sinar matahari ternyata keliatan sangat seksi!

Jumlah kata 1065

20 Juni 2023

Penampakan Mas Nanang yang abis guyuran air hiyahiya....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro