Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14. Dipikir-pikir Kok Kepikiran

Kayla memainkan rambutnya yang hari ini dikuncir model gapura kabupaten, tentu saja itu kerjaan Uci dan penghuni lantai dua lainnya yang selalu penuh semangat mendadani adik Nanang. Rambut Kayla yang sepanjang bahu dibagi menjadi beberapa bagian dengan karet warna-warni hingga membentuk bando, kemudian disatukan dengan jepit berwarna biru yag dilengkapi dengan helai bulu berwarna merah. Nanang sempat berusaha melepas jepit berbulu tapi justru berakhir dengan Kayla yang hampir menangis hingga akhirnya ia pasrah membiarkan Kayla berkeliaran dengan model rambut hasil karya Uci.

"Kakaknya masih lama ya?" Kayla menatap ke luar kafe mencari bayangan Ranti di pintu masuk.

"Kamu udah bosen, ya? Coba mas telepon dulu. Maaf, ya. Kayla jadi ikut nungguin Kakak kerja," sahut Nanang sambil mengirim pesan pada Ranti lewat ponselnya.

Kayla justru menggeleng, kakinya menendang-nendang udara karena bangku kafe tersebut terlalu tinggi buatnya.

"Aku nggak bosen, dikit sih hehehe .... Soalnya pengen main sama kak Ranti tapi main sama Mas Nanang juga seru kok." Kayla tersenyum riang. Nanang yang gemas pun mengusap kepala adiknya itu.

Terdengar bunyi ponsel Nanang, raut wajah pria itu sedikit masam saat melihat nama pemanggil yang tertera, akhirnya saat ini tiba meski Nanang sudah berusaha menyembunyikannya.

"Lagi di luar, Mas?" Terdengar suara lembut Ibu mengucap salam sebelum lanjut bertanya.

Nanang menganguk, ia berusaha  menjaga agar ekspresi gundahnya tidak terbaca dari panggilan video yang Ibu lakukan.

"Itu Ibunya Mas Nanang? Kayla boleh ikut lihat?" Kayla menunjuk ponsel Nanang, tampak Ibu menganguk lalu Nanang meraih Kayla ke dalam pangkuannya.

"Ibu! Eh, Kayla boleh panggil ibu ke ibunya Mas Nanang, kan?" Nanang membeku tidak mampu membayangkan perasaan ibu yang mungkin tidak baik-baik saja. Meski Kayla adalah anak lucu yang menggemaskan tapi bagi ibu, Kayla adalah anak suaminya dengan wanita lain.

"Boleh, Nak. Kayla udah gede ya? Udah sekolah belum, Nak?" Ibu tersenyum hangat dan hangatnya terasa hingga ke dalam hati Nanang, mungkin ini salah satu alasan Nanang begitu menghormati ibunya yang begitu welas asih pada anak-anak.

Suyanto, ayahnya Nanang bertemu dengan Sari di salah satu dusun saat Suyanto melaksanakan KKN, Sari yang riang dan lemah lembut dengan mudah menarik perhatian kaum lelaki terutama Suyanto. Suyanto yang takut kehilangan Sari akhirnya buru-buru menikahi Sari lalu langsung memboyong gadis itu ke Solo menemui orang tuanya, sayangnya pernikahan keduanya tidak diakui oleh orang tua Suyanto dan justru menjodohkan Suyanto dengan salah satu kolega bisnis. Sari yang hanya dinikahi secara siri, harus puas menjadi istri kedua meski ia yang lebih dulu dinikahi. 

Pernikahan Suyanto hasil perjodohan orang tuanya hanya bertahan lima tahun, Suyanto kemudian memboyong Sari ke Jakarta dan di sinilah petaka dimulai. Suyanto yang begitu perhatian mulai disibukkan dengan bisnis hingga jarang pulang, Sari hanya bisa mendoakan suaminya selalu diberi kelancaran, karir Suyanto sebagai pembisnis dan anggota dewan melejit. Terlalu melejit hingga Suyanto terbuai dengan satu dua perempuan yang akhirnya membuat Sari menyerah.

"Kayla mau main dulu, Bu. Nanti kita ngobrol lagi ya." Kayla turun dari pangkuan Nanang dan berlari menuju area bermain yang memang disediakan di kafe tersebut.

Nanang menelan ludah melihat ekspresi ibu yang tiba-tiba berubah menjadi serius.

"Ibu udah lihat beritanya. Ayahmu kena kasus lagi kan? Terus gimana ceritanya Kayla bisa sama kamu? Ibunya gimana? Kamu nggak lagi berantem sama Ayahmu kan?"

Nanang menghela napas, "Kan, mesti bohong gimana lagi ya?" batinnya kebingungan.

***

Nanang mendorong troli belanjaan mengikuti Kayla dan Ranti yang berjalan di depannya, dua wanita berbeda usia itu tampak asyik meneliti rak-rak makanan ringan lalu memasukkan beberapa ke dalam keranjang belanja.

"Nggak, Kay. Es krim yang dibeliin Bang Naka kan masih ada. Coklat yang dibeliin Mas Ilham juga masih. Kita beli buah aja sekalian buat Kak Yoyo yang lagi sakit." Nanang mengembalikan es krim dan coklat yang Kayla letakkan ke dalam keranjang sementara Ranti merengut tidak suka.

"Kan bisa buat stok. Nggak mungkin langsung habis sekali makan kok, nanti juga bisa bagi-bagi ke warga yang lain." Ranti memberikan pembelaan sementara Kayla langsung beringsut menyembunyikan badannya di belakang Ranti.

Nanang menghela napas, ia menyugar rambutnya lalu menunjukkan catatan yang ia simpan di ponsel.

"Kita kan sudah buat rencana belanja, kalau gini nggak usah bikin rencana belanja ambil aja semuanya terus masukin ke sini." Nanang tanpa sadar meninggikan suaranya.

Ranti jelas tidak terima. "Kan tinggal bilang enggak gitu, nggak perlu ngegas juga kita paham kok. Kalau kurang nanti aku yang bayar, jangan dibikin ribet cuma hal begini." 

"Ribet? Aku tadi udah bilang nggakboleh dan ngasih alasan juga, lho. Kamu yang kekeh dengan alasan sesekali apalah. Bukan perkara uang tapi kan kita...."

"Jangan berantem, Kayla takut." Kayla menyela perdebatan Ranti dan Nanang. Tubuh gadis itu tampak gemetaran dan air mata mulai membasahi pipinya.

Ranti langsung berjongkok di depan Kayla dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Kayla masih terus terisak bahkan mereka kini menjadi pusat perhatian beberapa pengunjung lain.

"Sayang, maaf-"

"-janji aku nggak nakal lagi. Jangan berantem aku takut," sela Kayla semakin tergugu. 

Ranti mengangkat Kayla dalam gendongannya.

"Kamu bayar ini dulu, aku tunggu di mobil." Ranti berlalu membawa Kayla sementara Nanang mengusap wajahnya kasar.

Nanang menyugar rambutnya bahkan menjambaknya, berharap pening yang melanda bisa hilang sekaligus melampiaskan amarahnya yang tanpa sadar melukai orang-orang di dekatnya. Tangan Nanang bergetar, bayangan ayah dan ibunya yang bertengkar berkelibatan lalu disusul dengan pukulan juga tendangan yang meski sudah lama berlalu masih meninggalkan nyeri di tubuh Nanang.

"Gue nggak boleh kayak Suyanto. Nggak boleh!" Bisik Nanang menenangkan diri.


Perjalanan pulang menuju kosan diisi dengan keheningan, Kayla yang kelelahan akibat menangis akhirnya tertidur dalam gendongan Ranti. Sementara dua orang dewasa itu masih butuh waktu untuk membereskan isi pikiran masing-masing. Begitu tiba di kosan, Nanang langsung membuka pintu mobil dan membiarkan Ranti menidurkan adiknya itu di kamar, Nanang sendiri langsung menuju lantai dua bahkan mengabaikan sapaan warga lainnya.


Tujuan Nanang adalah balkon lantai dua, dengan tergesa-gesa ia menyulut rokok yang ia temukan di kantong jaket hasil sitaan dari UKM. Satu batang berhasil Nanang nyalakan, ia hisap lintingan tembakau itu kuat-kuat seolah ingin melegakan beban yang justru terasa semakin menyesakkan. Nanang melemparkan rokoknya lalu menyulut rokok lain, begitu berulang hingga satu bungkus rokok ia nyalakan tapi tidak juga hilang rasa sesaknya.

Nanang menjambak rambutnya, ia juga memukul kepalanya berharap kenangan sialan yang sedang terputar akan berhenti tapi justru semakin parah, wajah ayah yang marah sambil mencambuk keluarganya kini tumpang tindih dengan wajahnya, sementara bayangan ibu dan adik-adiknya yang menangis memohon ampun bahkan wajah Ranti yang nampak penuh kecewa.

"Nanang," panggil Ranti sambil menyentuh pundak Nanang, gadis itu akhirnya menyusul ke lantai dua ditemani Widhi dan Uci.

Nanang yang terkejut berniat menghindar tapi ia justrumendorong Ranti cukup kencang hingga gadis itu terjatuh, Widhi langsung menolong Ranti untuk bangkit.

"Ma-maaf. Aku nggak- Arghhh." Nanang meninju tembok lalu membenturkan kepalanya.

'Mas Nanang," lirih Uci yang langsung terduduk karena terkejut.

Terdengar bunyi pagar kosan yang dibanting lalu gemuruh di tangga, Naka langsung menghampiri Uci tapi gadis itu menolak justru menunjuk Nanang yang masih meninju tembok.

"Astaga!" Naka langsung berlari dan berusaha menghentikan adik kosnya yang sedang kalut itu.

"Stop! Nang! Nanang!" Naka kewalahan menarik Nanang yang lagi-lagi berusaha membenturkan kepalanya ke tembok.

"Lepas! Gue nggak mau hidup kayak dia." Nanang terus memberontak, ia berhasil lepas dari kuncian Naka dan hendak membenturkan kepalanya lagi.

BUGH!

Nanang terpental dan Naka langsung menindih pemuda itu sambil melayangkan satu tinju lagi. 

"Inget ibu sama adik-adik lo. Bagi mereka lo tetap mas kebanggan mereka, tetap anak kesayangan ibu. Jangan kayak gini, Nang. Gue nggak mau mukul adek kesayangan gue." Naka mencengkeram kerah baju Nanang yang masih linglung.

Naka bangkit lalu mengulurkan tangannya membantu Nanang untuk duduk.

"Dia cuma manusia yang kebetulan punya darah sama kayak lo, bukan berarti lo bakalan kayak dia. Jangan kayak gini, lo punya kita semua, Nang." 

Nanang memeluk Naka lalu menangis. " Gue takut, Bang. Gue takut." Nanang terus mengulang kalimat yang sama disela tangisnya.

"Nangis aja, luapin, omongin. Lo boleh marah tapi tolong jangan nyiksa diri sendiri kayak gini," ujar Naka dan Nanang semakin mempererat pelukannya di pundak kuncen kosan tersebut.




jumlah kata 1259

2 Oktober 2024


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro