Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Penghuni Baru

Ilham tersenyum menatap bocah perempuan yang sibuk memakan kue donat, sesekali bocah itu menjilati coklat yang belepotan di tangannya. Ilham jadi teringat rumah dan adik-adiknya terutama Dinda, satu-satunya adik perempuan yang membuat Ilham kerap khawatir.

"Astaga, Dek Uci. Itu kunciran apa jalan kutu?" Nanang yang baru keluar dari kamar mandi dibuat terkejut dengan kunciran rambut Kayla hasil karya Uci.

Iya. Ini Kayla yang itu, adik tiri Nanang yang beberapa hari lalu harus masuk rumah sakit karena dianiaya ibunya setelah skandal perselingkuhan sang suami. Kayla sudah keluar rumah sakit hari ini, beruntung lukanya tidak parah hanya beberapa memar dan ia diijinkan pulang, sayangnya gadis cilik itu menolak pulang ke rumah.

Kayla terus saja menangis ingin ikut dengan Nanang, Kayla bahkan langsung histeris begitu memasuki rumah, seluruh pekerja di rumah itu pun tidak punya pilihan selain membiarkan Kayla tinggal bersama Nanang karena ibunya saat ini masih diperiksa polisi sementara ayahnya masih terbaring di rumah sakit.

"Sembarangan aja, ini mahakarya loh, Mas. Kayla suka?" balas Uci tidak terima dan meminta pembelaan Kayla.

Gadis itu menggoyangkan kepala ke kiri dan ke kanan, ia tersenyum mendengar bunyi krincing-krincing dari jepit rambutnya yang baru dibelikan Uci dan Pia.

"Suka-suka. Kakak cantik keren." Kayla mengangkat satu jempolnya yang belepotan coklat.

Ilham dengan sigap mengambil tisu untuk membersihkan tangan Kayla.

"Ini aku beli sama Haikal kemarin. Ayok kita coba pakai kunciran yang ini." Terdengar suara Pia diikuti Ayu juga Widhi. Keduanya masuk jajaran penghuni lantai dua, meski tergolong warga baru keduanya bisa dengan mudah berbaur dengan warga kosan yang lain.

"Ini kalau mau pada bikin percobaan jangan pake adek gue, dong. Mas Ilham, lihat tuh kelakuan mereka, Mas." Nanang mencari pembelaan.

Sementara Ilham justru sibuk membantu Kayla mengambil donat baru karena yang sebelumnya sudah habis. Nanang mulanya ingin protes lagi pada kakak tertua itu, hal itu ia urungkan melihat tatapan Ilham yang kelihatan begitu tulus dan berkaca-kaca. Nanang tahu, warga tertua kosan itu pasti sedang membayangkan berada di tengah keluarganya di kampung.

"Kenapa, Nang?" Wisnu yang biasanya bersemedi di kamar akhirnya keluar karena mendengar keributan yang terjadi.

"Warga kosan udah kena hipnotis kayaknya, Mas. Tuh, semuanya fokus ke Kayla. Liat aja tatapan Mas Ilham tuh, beda banget sama beberapa hari terakhir ini yang hampa banget melototin kembang mawar di lantai dua." Nanang berujar sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Dinikmati aja, Hitung-hitung lo bisa istirahat, lo juga capek dari kemarin bolak-balik rumah sakit, kantong mata lo udah tebel banget kayak dompet si Ilham."

"Gue bersyukur banget Kayla udah ceria lagi, Mas. Justru rasanya nggak enak karena ngerepotin kalian, ini aja hari libur kalian jadi nggak bisa istirahat gara-gara ngajakin Kayla main." Nanang bersandar pada tembok kamar, bahunya merosot mengingat kejadian yang harus dialami Kayla beberapa hari lalu.

Setelah memergoki suaminya berselingkuh, ibu Kayla masih cukup waras dan hanya melampiaskan emosinya dengan menghancurkan beberapa benda di rumah, sampai kenyataan bahwa sang suami membawa selingkuhannya ke rumah karena dituntut untuk bertanggung jawab atas kehamilan wanita itu membuat ibu Kayla kalap. Menurut kesaksian pekerja di rumah, wanita itu langsung pergi ke kamar utama dan menyerang suaminya dengan pecahan guci, Kayla yang hendak mengajak ayahnya bermain pun tergores pecahan guci bahkan sempat dipukul dengan lampu meja.

"Dapat nggak? Ih. Lucu banget model jepitnya." Pia tiba-tiba menghambur ke pintu menyambut Haikal yang bahkan belum melepaskan helmnya.

"Aman, Piyak. Asal bukan bikin candi bisa Ikal usahakan buat Piyak," jawab Haikal sambil senyum-senyum yang membuat Nanang dan Wisnu mulas.

"Piyak-Piyak. Heh! Piyik, jangan cinta-cintaan ntar gue bilangin emak lo." Nanang mengancam tapi Pia tetaplah Pia yang tidak ada rasa takutnya.

"Iri bilang, Bos! Dasar jomblo." Pia bahkan menjulurkan lidah meledek Nanang yang kebakaran jenggot.

Naka yang baru pulang ngojek pun terheran-heran melihat Wisnu yang sedang menenangkan Nanang.

"Kenapa itu dia?" Naka menujuk Nanang menggunakan dagu.

"Dikatain jomblo sama Pia." Wisnu terkikik sementara Naka justru menyeret Wisnu untuk mendekat pada spion motor.

"Ngaca, Nu. Lo juga sama," sahut Naka sambil mengarahkan kaca pada Wisnu.

"Lo juga ya!" sahut Wisnu tidak terima.

"Tung tak tung jreng gonjreng derr. Wisnu marah-marah sama Naka. Nontonnya jauhan ya, ini monyetnya suka nyakar." Tiba-tiba Nanang memukul pintu kosan seolah memainkan gendang topeng monyet.

Sungguh hari yang damai di kosan Bu Endang.

Sore harinya Nanang membawa Kayla untuk jalan-jalan di taman, tentu saja ditemani Ranti yang ingin mencoba akrab dengan anak kecil. Sejak dulu, Ranti memang tidak bisa akrab dengan anak kecil, kebanyakan dari mereka akan menangis saat melihat Ranti padahal gadis itu berpenampilan normal.

"Kalian nggak capek?" Ranti menyodorkan botol minum untuk Nanang dan Kayla. Keduanya baru menyelesaikan lomba balap lari dengan Ranti sebagai jurinya.

"Sekarang sih nggak berasa capeknya, nanti malam baru pegel linu." Nanang membersihkan rumput kering yang menempel di celana Kayla.

Layaknya bocah lainnya, Kayla sudah mulai berlarian setelah meletakkan botol minumnya. Nanang dan Ranti hanya mengawasi dari kejauhan, tidak ada kendaraan bermotor yang melintas di daerah ini jadi cukup aman bagi Kayla berlarian.

"Perjanjian kita masih mau dilanjut?" Nanang membuka obrolan.

"Kenapa? Kamu udah punya gebetan?"

"Aku cuma takut kamu kebawa masalahku, keluargaku terlalu rumit di sana di sini. Aku bahkan nggak bisa jelasin silsilah keluargaku tanpa bikin orang bingung," ujar Nanang.

Bukan sekali dua kali orang terdekatnya menjadi sasaran sang ayah untuk mengancam Nanang, sebut saja Naka yang pernah mendapat tawaran motor baru asal bisa membujuk Nanang untuk pulang atau membantu mengatur pertemuan Nanang dengan ayahnya, untung saja kuncen kosan itu lebih setia kawan dan paling benci dengan  manusia yang mendewakan uang semacam ayah Nanang.

Ilham pun pernah dijanjikan bonus saat ditemui di tempat kerja oleh orang suruhan Ayah Nanang, belum lagi Wisnu dan warga kosan yang lain. Bahkan, mungkin Bu Endang juga pernah mendapat intimidasi dari ayah Nanang, beruntung hal itu tidak membuat Bu Endang mendepak Nanang dari kosan.

"Di matamu hubungan kita tuh sebatas hubungan kerja aja ya?" Ranti bersuara setelah terdiam cukup lama.

Nanang yang mendapat pertanyaan tidak terduga hanya bisa memalingkan muka menghindari tatapan Ranti. Seharusnya dia dengan mudah mengangguk tapi ada sudut hati yang menolak mengakui bahwa keduanya hanya sebatas hubungan saling cari untung.

"Ada nggak kesempatan buat melewati batas itu?"

Nanang langsung menegang merasakan tangannya yang digenggam Ranti, rasanya lebih mendebarkan ketimbang saat dia bergelantungan mendaki tebing atau berhasil mencapai puncak gunung tujuannya.

"Bang Naka, Mas Ilham, Mas Wisnu. Tolongin dedek Nanang digodain tante-tante ini," batin Nanang menjerit.




°°°°°°°°°°°°÷°°°°°°°°°°°÷°°°°°°°°°÷°°°°°°÷°°°°°°°÷°°

Ya logikanya aja, Nang. Bang Naka lebih hapal jalan tikus menghindari macet ketimbang jalan menuju hati wanita.
Mas Wisnu masih fokus sama mimpi-mimpinya.

Mas Ilham? Jangan ditanya. Diketawain noh sama kembang mawar di lantai dua.

Jumlah kata 1054
19 September 2024


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro