Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Laguna dan Kloker || Bagian 1

Laguna, yang berarti sahabat. Bagaimana definisi sahabat sesungguhnya? Selalu ada apa pun keadaannya.

"Sstt. Yen, nomor tiga apaan?" tanya Yunian berbisik.

"B."

"Empat, lima, enam, tujuh, sampai seterusnya?" tanya Yunian lagi. Rayen mendengkus pelan, ia merobek kertas kecil, lalu menuliskan semua jawabannya. Kertas itu dilipat dan dijatuhkan oleh Rayen ke bawah meja. Kaki Yunian mulai menyapu kertas itu mendekatinya. Ia pura-pura menggaruk kakinya, lalu mengambil kertas itu.

"Yen, nomor lima C, 'kan?" tanya Diyan pura-pura menanyakan jawaban yang benar, padahal itu taktik saja, supaya Rayen mau memberikan jawaban untuknya.

"Bukan. Gue A," jawab Rayen.

"Oh, iya, A. Makasih."

Brakk.

Semua siswa menatap ke asal suara. Bu Retno berdiri sambil berkacak pinggang. Jarinya menunjuk Diyan, Rayen, dan Yunian.

"Kalian bertiga pasti kerja sama, kan?" Bu Retno memelototkan matanya.

"Iya, Bu!" jawab mereka bertiga kompak.

Bu Retno kembali memukul meja dengan tangannya, yang membuat mata siswa berkedip, karena terkejut.

"Sekarang kalian sedang ulangan harian bukan kerja kelompok. Kenapa kalian tetap bekerja sama menjawab soalnya?"

"Karena kami berjanji untuk selalu bersama, baik suka maupun duka, Bu!" jawab Diyan diangguki Rayen dan Yunian.

"Benar," ucap Rayen.

"Nah, benar, tuh, Bu. Kami rela dapat nilai pas-pasan asalkan nilai kami bertiga sama, Bu," sahut Yunian.

"Ah, sudah. Kalian selalu saja membuat Ibu sakit kepala. Sekarang, kalian bertiga Ibu hukum!"

"Ya udah, sih, gak papa," ucap Yunian santai.

"Hukum aja, Bu. Asalkan kami dihukum bareng," ucap Diyan pula. Rayen mengangguk menyetujui apa perkataan kedua sahabatnya.

"Duh, kalian bertiga setia kawan sekali, kalau begini, mah, Ibu gak rela menghukum kalian. Ibu sudah terlalu salut sama persahabatan kalian." Yunian menatap Rayen, lalu tersenyum. Rayen menatap Diyan, lalu tertawa.

"Ya sudah, walaupun kalian tidak jadi Ibu hukum, tapi nilai kalian Ibu bagi tiga, ya."

Ketiganya hanya menerima saja. Mereka tidak terlalu mempermasalahkan nilai. Walaupun Rayen pintar, tetapi ia juga tidak akan senang mendapatkan nilai seratus, sedangkan sahabatnya mendapatkan nilai enam puluh. Pintar biarlah ia merasakan sendiri kepintarannya, nilai tidak akan mengubah isi otaknya.

Prinsip Rayen, percuma nilai tinggi, tapi aslinya bukan dari otak sendiri. Biarlah nilainya biasa saja, tapi aslinya ia mengetahui semuanya.

Bagaimana pula dengan Yunian? Gadis yang menyerupai laki-laki itu bersikap masa bodoh. Terkesan cuek dan tidak terlalu memikirkan apa yang susah dipikirkan. Ia lebih menikmati hidup dan membuatnya senang.

Lalu Diyan? Laki-laki itu anak pengusaha besar, bisa terbilang anak konglomerat yang sukses. Jadi, sebodoh apa pun Diyan, uangnya tidak akan berkurang.

Itulah Geng Laguna. Kesetiaan mereka bertiga satu sama lain, patut diacungkan jempol.

***

Mata pelajaran olahraga adalah mapel yang banyak disukai oleh siswa yang lelah belajar di kelas. Ya, Geng Laguna merasakan itu. Mereka lebih senang belajar di luar kelas, karena di dalam kelas seakan penjara bagi mereka.

Namun, ketika mapel olahraga mereka harus bertemu dengan kelas sebelah yang juga belajar olahraga dengan waktu bersamaan.

Sebuah geng kelas sebelah berjalan menuju lapangan. Terdiri dari dua orang cewek dan satu cowok. Kiara, Rere, dan Afri.

Jika Geng Laguna disebut Yan-Yen-Yun. Maka, geng kelas ini disebut Ra-Re-Ri.

Namun, Ra Re Ri bukan nama geng mereka. Nama geng satu ini adalah Geng Kloker.

Geng Laguna dan Geng Kloker memang tidak pernah akur, bahkan keduanya saling menjatuhkan. Seperti sekarang, Geng Kloker tengah menatap sinis ke arah Geng Laguna.

"Apa lo lihat-lihat!" bentak Yunian.

"Dih, siapa juga yang mau lihat lo!" teriak Rere.

Peluit berbunyi menandakan guru pendidikan jasmani akan memulai pembelajaran. Mata Geng Laguna melirik sinis Geng Kloker. Begitu pula sebaliknya, seakan ada pedang yang menusuk dari tatapan mereka.

Gurunya memang satu orang, karena dua kelas ini digabung saat pelajaran olahraga dengan guru yang sama.

Pak Saipul, selaku guru pendidikan jasmani mampu mengajar dua kelas yang bermusuhan itu sekaligus.

"Selamat siang."

"Siang, Pak."

"Pada kesempatan kali ini, kita akan bermain bola besar, yaitu bola voli. Kelas 11 A perwakilan lima orang, begitu pula dengan Kelas 11 B menunjuk perwakilannya."

Geng Laguna tanpa ditunjuk langsung mengambil posisi. Sama halnya dengan Geng Kloker yang tidak mau kalah. Mereka berenam sudah berdiri berhadap-hadapan satu sama lain.

Yunian berhadapan dengan Afri,
Rayen berhadapan dengan Kiara, dan Diyan berhadapan dengan Rere.

Mereka saling menatap sinis satu sama lain, seolah menantang dan menganggap remeh.

"Masing-masing tambah dua orang lagi!" suruh Pak Saipul.

"Tim kami yang akan menang," ucap Kiara.

"Eh, Anda berharap. Tentu tim kami yang menang," ucap Yunian.

Bunyi peluit Pak Saipul menandakan permainan akan segera dimulai.

***

Yunian mengipas-ngipaskan tangannya. Cuaca yang sangat panas membuat peluh mengalir di seluruh badannya. Yunian berdecak kesal, permainan voli tadi berakhir seri, yang artinya tidak ada yang menang dan tidak ada pula yang kalah.

Reyen dan Diyan sedang ke kantin membeli minuman. Ia memilih duduk dulu di sini menyejukkan badannya. Yunian duduk di bawah pohon beringin. Ia dapat merasakan angin berembus kencang di sini.

"Duh, panas banget," ucapnya.

"Nih, minum dulu!" Sebuah botol air mineral muncul tiba-tiba di depan Yunian. Gadis itu menatap sang pemilik tangan yang menyodorkan air itu kepadanya.

Seorang cowok ganteng, alis tebal, hidung mancung, dan bibir merah muda alami. Parasnya membuat Yunian tidak berhenti untuk menatap.

"Kenapa? Kok natapnya gitu banget. Ada yang salah, ya?" Yunian langsung tersadar dari terpesonanya.

"Hah, ng-nggak ada. Itu, airnya buat gue, kan? Makasih." Yunian langsung mengambil botol itu dan membukanya, lalu meneguknya.

"Lo hebat mainnya tadi," puji cowok itu yang ternyata adalah Afri.

"Ah, masa, sih? Biasa aja, kok." Untuk pertama kalinya Yunian salah tingkah dan tersenyum malu.

"Iya, lo mengagumkan." Yunian semakin bersemu.

***

Yunian sedang asyik berduaan dengan Afri—salah satu anggota Geng Kloker. Sedangkan Diyan sedang makan di kantin bersama Rere—masih anggota Kloker juga.

"Mau nambah lagi juga boleh," ucap Diyan yang membuat Rere sumringah.

"Benar boleh nambah lagi?"

"Iya."

Rere tersenyum senang. Perutnya sudah kenyang, tetapi Rere tidak mau kehilangan kesempatan.

"Berhubung lo mau traktir gue lagi, tapi gue udah kenyang. Gimana kalau gue minta duitnya aja? Nanti gue jajan di luar."

Diyan—si super polos—menurut saja. Ia mengeluarkan uang dari dompet tebalnya, lalu memberikan kepada Rere.

"Duh, lo baik banget, sih." Rere tersenyum senang, lalu memasukkan uang itu ke dalam saku bajunya.

"Gue emang baik. Lo juga cantik. Kita cocok, ya." Diyan tersenyum malu-malu, pipi Rere juga merona dibuatnya.

"Ah, bisa aja lo!"

***

Setelah dari kantin, Rayen memilih ke perpustakaan untuk menyejukkan badannya. Kenapa harus ke perpustakaan? Karena di sana ada AC.

Bosan karena hanya duduk saja, Rayen berniat mengambil salah satu buku di rak.

"Maaf, buku itu akan saya bawa ke kelas, karena kami akan belajar fisika." Tangan Rayen terhenti yang akan mengambil buku itu. Ia menoleh ke asal suara.

"Rayen?"

"Kiara?"

Mereka malah salah tingkah, karena bersamaan memanggil nama.

"Mau gue bantuin?" tanya Rayen.

"Jangan, takut ngerepotin." Jawaban Kiara tidak digubris oleh Rayen. Cowok itu mengambil separuh buku itu dan membawakannya. Kiara tersenyum, membiarkan saja Rayen membantunya.

Kelas 11 A terkejut dengan kedatangan Rayen ke kelas mereka sambil membawa buku fisika pula.

"Eh, itu bukannya Rayen kelas sebelah yang pintar itu, ya?"

"Iya, benar. Duh, udah ganteng, pintar, suka menolong lagi."

"Eh, dia, kok, bantuin Kiara bawa buku, ya?"

Rayen yang mendengar pembicaraan mereka hanya diam saja. Setelah meletakkan buku di atas meja, ia pamit kembali ke kelasnya.

"Rayen. Makasih, ya." Rayen menoleh ke belakang, lalu mengangguk singkat menanggapi ucapan Kiara.

Ada apa dengan Geng Laguna dan Geng Kloker jika tidak bersama geng masing-masing? Kenapa mereka sungguh berbeda?


See you next chapter!

****

Hai, Guys!

Selamat datang di cerita baruku. Semoga suka, ya!

Ini kisah persahabatan yang mungkin memiliki kisah berbeda di luar geng mereka👀

Jangan lupa baca next chapter ya. Bintangnya dipencet, ya. Gratis, kok.

Terima kasih

~Amalia Ulan














Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro