Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

|| Bagian Tujuh Belas ||

Tidak mungkin rasanya jika Kiara menaruh hati pada Diyan dan membuat kata-kata rayuan seperti itu.

"Masa, sih, kan, gue nggak dekat sama si Kiara," ucap Diyan menggaruk kepala, sedangkan Rayen hanya diam dengan muka datarnya.

"Bisa jadi aja, Yan. Siapa tahu selama ini si Kiara jadi pengagum rahasia lo," kata Yunian semakin memanasi.

Rayen berdeham pelan. Yunian pun melirik sahabatnya itu. "Kalau masuk angin, minum minyak kayu putih, sana! Jangan hekhem ... hekhem terus," sindir Yunian.

"Apaan, sih, Yun," sahut Rayen.

"Untuk memastikannya, gimana kalau kita VC aja?"

"Eh, jangan, dong, Yun. Gue malu tau."

"Ya terus gimana, Ijon?"

Tak lama kemudian satu notifikasi pun kembali masuk. Buru-buru Yunian melihat pesannya. Ternyata dari Kiara lagi.

Setelah membaca pesannya, Yunian menatap horor kepada Diyan. Rayen pun dibuat penasaran.

"Kenapa? Kok lo natap gue gitu?" tanya Diyan heran.

"Ternyata yang ngirim pesan itu si Rere! Dia sengaja pakai nomor Kiara, karena dia malu kalau nge-chat pakai nomor sendiri."

Mendengar itu, Rayen langsung bernapas lega. Diyan jadi senyum-senyum sendiri.

"Ya udah sini, biar gue balas," ucap Diyan meminta HP-nya. Namun, Yunian menggeleng, senyum sinis terbit di bibirnya.

"Biar gue yang balas," kata Yunian.

"Eh, ngapain lo yang balas. Sini HP-nya, ini, kan, urusan pribadi, Yun."

"Bodo amat. Diam! Duduk manis, nah ... gitu. Biar gue yang balas!" tegas Yunian. Diyan hanya bisa pasrah.

Tangan Yunian pun mulai mengetik pesan. Jemari Yunian sangat lincah memainkan keyboard.

Kiara


Lo kagum sama gue? Biasalah, orang ganteng emang banyak fans. Oh ya, sorry, gue nggak bisa balas cinta lo. Meng-sabar, ya.
Dahlah, gue mau berak dulu.

Setelah memastikan pesan itu sudah dibaca oleh Rere, Yunian menghapus pesan itu, agar tak dilihat oleh Diyan.

"Yun, lo balas apaan, Yun. Jangan aneh-aneh," ujar Diyan.

"Nggak aneh, kok. Lo tenang aja, gue pastiin hubungan lo dan Rere bakalan aman tentram dan uwuu gimana gitu."

"Udah jadi lo balas?"

"Belum, ini lagi merangkai kata-kata yang pas," ucap Yunian berbohong.

Satu notifikasi kembali muncul di layar HP Diyan. Tentu saja itu adalah balasan Rere. Untung saja Diyan tak mendengar ada notifikasi, karena HP Diyan sudah diubah menjadi silent oleh Yunian.

Kiara

Tadi cuma bercanda🙂

Yunian langsung tertawa terbahak-bahak. Ia memukul apa pun di dekatnya dan tak segan memukul Rayen yang duduk dekat dengan Yunian.

"Kenapa lagi, sih." Diyan yang sudah dibuat penasaran langsung merebut HP-nya. Ia pun membaca terakhir.

Hati Diyan langsung remuk seketika. Ia pun melempar HP-nya begitu saja, tak peduli jika HP itu rusak atau tak bisa hidup lagi.

"Dahlah," dengkus Diyan.

"Hahaha, sabar ya, Yan."

Dasar, ini semua ulah Yunian.

***

Esoknya, mereka kembali bersekolah seperti biasa. Diyan sama sekali tidak semangat. Ia masih berada di meja makan, sarapan bersama orang tuanya.

"Diyan, diminum, dong, Xi Boba-nya. Kok dari tadi cuma dilihatin," ujar Tina—Mami Diyan.

"Iya, Mi."

"Kamu kenapa, Diyan? Masih kebingungan ngabisin uang jajan?" tanya Irwan—Papi Diyan.

"Pokoknya jangan ditambah lagi, Pi," jawab Diyan malas.

"Masa ngabisin sepuluh juta setiap hari susah banget. Lagian, kan, untuk tabungan udah Papi kasih juga, jadi uang itu puas kamu belanjain. Dulu aja Papi lima belas juta nggak cukup, Mami kamu, nih, minta beliin tas branded mulu."

Diyan hanya menghela napas. Saat ini ia hanya memikirkan Rere, bukan masalah uang jajan.

"Ih, Papi, kok malah bawa-bawa Mami, sih? Sebelum pacaran sama Papi, tas branded Mami juga udah banyak tau."

"Iya, deh, yang desainer terkenal," ucap Irwan mengalah.

"Udahlah, Mi, Pi, Diyan berangkat dulu, ya." Diyan pun bangkit, berpamitan menyalami kedua orang tuanya.

"Kamu masih bawa motor, Yan? Bawa mobil aja, sana!"

"Nggak, Pi. Bawa motor aja," ucap Diyan.

"Eh, Diyan, kamu belum sarapan, loh, Sayang," ujar Tina. Namun, Diyan sudah berjalan ke luar.

Tina menatap pizza dan Xi Boba Diyan yang masih utuh. "Papi, nanti transfer lima juta lagi untuk Diyan, dia nggak sarapan."

"Iya, nanti Papi transfer tujuh juta, deh, biar Diyan bisa traktir teman-temannya juga."

"Oke, Pi."

***

Saat sampai di sekolah, Diyan tak sengaja bertemu dengan Rere. Mereka pun saling menatap satu sama lain. Tak lama kemudian mereka pun sama-sama memalingkan muka.

Rere terlebih dahulu melangkah pergi dari situ. Diyan menghela napas. Baru saja mulai menaruh hati, tetapi hatinya sudah hancur duluan.

Sepertinya Diyan memang lebih baik jomlo saja.

"Diyan!" teriak seseorang dari belakang. Diyan tahu itu siapa, karena suaranya tak asing lagi.

Yunian langsung merangkul Diyan. "Hai, Bro."

Diyan hanya diam. Yunian mengernyit. "Kenapa? Asem banget muka lo. Nggak mandi ya, lo?"

"Udah, ah, ke kelas aja," ucap Diyan tak bersemangat. Cowok itu pun berjalan mendahului Yunian.

"Keknya dia lagi badmood, deh. Gue kasih tahu Rayen aja kali, ya?"

"Yunian."

"Iya, Yen? Eh." Yunian terkejut. Ternyata bukan Rayen yang memanggilnya, melainkan Afri.

"Eh, lo ... kirain emm ... kenapa?"

"Tas lo kebuka, Yun. Sini, gue bantu tutupin." Afri pun menarik tas Yunian. Sebenarnya tidak terbuka, tetapi sengaja dibuka oleh Afri dan ditutup kembali. Ia melakukan itu agar bisa berbicara dengan Yunian.

"Udah," ucap Afri.

"Ya udah, makasih," balas Yunian.

"Sama-sama." Afri menyengir dan senyum-senyum sendiri.

"Ngapain senyum-senyum kayak orang gila, gitu? Udah, ah, gue mau ke kelas."

Ternyata usaha Afri untuk berbicara lebih lama dengan Yunian gagal. 

***

Hari ini Rayen tidak sekolah. Bukan karena sakit atau pun malas sekolah, akan tetapi karena Rayen ingin memergoki selingkuhan papanya.

Tadi saat berangkat ke sekolah, Rayen tak sengaja menatap Sintia bersama seorang laki-laki—bukan papanya.

Tentu saja hal itu membuat Rayen penasaran. Ia pun mengikuti ke mana mobil yang membawa Sintia itu.

Saat sampai di daerah yang tampak sepi itu, Rayen hanya memantau dari jauh saja.

Rayen memperhatikan Sintia yang masuk ke dalam rumah bersama seorang pria itu.

"Tuh, kan, dia juga selingkuh di belakang papa," ucap Rayen. Ia lalu mencari tempat parkir motor agar tak tampak oleh orang lain. Setelah itu, Rayen berniat masuk ke rumah yang dimasuki Sintia tadi.

Hanya ada dua rumah di daerah ini. Tampak sepi sekali.

"Gue harus jadiin bukti, biar Papa percaya," kata Rayen, lalu mengendap-endap masuk ke dalam.

Gelap. Ya, itulah kesan pertama Rayen saat masuk ke ruang tamu rumah itu.

"Kau masuk perangkap!" ucap sebuah suara membuat Rayen menegang.

***

Hai, Guysss.

Selamat membaca hehe. Jangan lupa vomentnya, ya.

Thank you.

~Amalia Ulan


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro