Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

|| Bagian Sepuluh ||

Rayen tidak ke kantin, melainkan ke taman sekolahnya. Mungkin duduk di sini bisa menenangkan pikirannya.

Tanpa sadar, air mata lolos dari pelupuk mata Rayen tanpa disengaja, membuat aliran sungai kecil di pipinya.

Inilah menangis tanpa disengaja, ketika hati rapuh dan otak memaksa untuk bertahan.

Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahu Rayen dan mengusapnya pelan. Cowok itu menoleh pada pimilik tangan tersebut.

"Lo kenapa?" tanya seseorang itu yang membuat Rayen terdiam.

"Eng--nggak papa."

"Cerita aja sama gue."

"Apanya yang diceritain?"

Gadis itu menepuk-nepuk bahu Rayen pelan, seolah memberikan kekuatan pada cowok itu.

"Gue tahu lo lagi ada masalah. Jangan sungkan cerita sama gue, ya."

Rayen tersenyum singkat menatap Kiara di sampingnya. Ya, gadis yang menghampiri Rayen adalah Kiara.

"Lo juga. Gue tahu lo juga punya masalah," ucap Rayen.

"Masalah udah jadi makanan sehari-hari gue, Ray." Cowok itu terdiam, ketika Kiara memanggilnya dengan sebutan Ray. Nama kecilnya yang Rayen rindukan, karena dulu Nenek Rayen memanggilnya dengan sebutan itu.

"Eh, kenapa? Gue salah ya manggil lo Ray?"

"Nggak kok. Malah gue senang lo manggil gue dengan panggilan itu," jawab Rayen jujur.

"Beneran?"

"Iya."

"Ya udah. Mulai sekarang, gue akan manggil lo Ray."

"Oke."

Tak lama kemudian, bel masuk berkumandang. Semua siswa berbondong-bondong memasuki kelas. Rayen tanpa sengaja menggandeng tangan Kiara menuju kelas mereka yang searah.

Kiara menatap tangannya yang masih dipegang oleh Rayen. Cowok itu akhirnya tersadar, ia segera melepaskan tangannya.

"Ma-maaf, ya."

"Gak papa. Ya udah, gue duluan, ya."

"Oke."

Kiara masuk ke kelasnya. Rayen meneruskan langkahnya, karena kelasnya berada di samping kelas Kiara.

"Dari mana aja lo?" tanya Yunian menatap Rayen.

"Taman."

"Ngapain di taman?" tanya Diyan pula.

"Nggak ada."

"Pacaran ya sama Kiara?" sindir Yunian.

"Nggak tuh," jawab Rayen singkat.

"Pokoknya lo harus cerita sama kita," ucap Yunian tajam. Tak lama kemudian seorang guru masuk. Bu Citra---wali kelas mereka---menyapa seisi kelas dengan ceria.

"Selamat pagi!"

"Pagi, Bu."

"Ibu mau memberikan kabar bahagia untuk kalian semua."

Sontak seisi kelas langsung heboh berteriak tak jelas. Diyan saja sudah menggoyang-goyangkan bangku Rayen di depannya.

"Diam dulu, ya. Harap tenang."

"Baik, Bu."

"Kalian mau tahu tidak, kabar bahagianya apa?"

"Mau, Bu!" teriak siswa dengan semangat. Bu Citra berjalan melenggak-lenggok di depan papan tulis. Guru mata pelajaran Seni Budaya ini terbilang centil dan sok cantik.

"Beneran mau tahu?"

"Iya, Bu."

"Serius?"

"Iya, Buk!" jawab sebagian siswa yang sudah kesal karena tak kunjung diberitahu.

"Mau aja atau mau bingit?" tanya Bu Citra lagi sengaja membuat siswanya penasaran.

"Kagak dikasih tahu juga kagak masalah," jawab Diyan dan Yunian kompak. Rayen menoleh ke belakang menatap kedua sahabatnya itu yang tampak kesal.

"Aduh, Yunian ... Diyan!, Kalian sensi banget, deh." Bu Citra mengipas wajahnya dengan kipas tangan yang dipegangnya.

"Beneran mau tahu, 'kan?"

"Iya, Ibu Citra cantik," jawab siswa tak ikhlas.

"Nah, gitu dong, sejak tadi. Kalian seperti tidak tahu Ibu bagaimana saja. Dipuji dulu, dong, kecantikan Ibu yang haqiqi ini."

Perut Yunian tiba-tiba merasa mual mendengar celotehan Bu Citra.

"Ya sudah. Ibu beritahu, ya. Kabar gembiranya adalah sekolah kita akan mengadakan Acara Reunian seluruh angkatan. Yey! Untuk itu, kalian harus mempersiapkan diri tampil nanti di acara puncaknya."

"Bu, gembiranya di mana, ya?" tanya Yunian mengangkat tangan.

"Ya gembira dong, kamu ini gimana, sin, itu tandanya sekolah kita ada acara, udah lama banget ini sekolah sepi."

Yunian memutar bola matanya malas. Menurutnya itu bukanlah kabar gembira, karena mereka ditugaskan untuk mengisi acara, tentu saja Yunian tidak suka.

"Oh, iya. Penampilan kalian akan dinilai dan ada hadiahnya. Nanti kita akan tanding dengan kelas-kelas lain. Maka dari itu, kalian harus menampilkan yang terbaik!"

Yunian kembali memutar bola matanya malas. Tentunya ini adalah saat Geng Laguna dan Kloker bersaing kembali.

"Jadi, siapa yang bersedia mewakili kelas kita?" tanya Bu Citra, dengan kompak siswa-siswa itu menunjuk Yunian, Diyan, dan Rayen.

"Eh, eh, kok gue?" tanya Yunian tak ingin ditunjuk-tunjuk.

"Yunian, Rayen, dan Diyan saja, Pak. Mereka, kan, berlawanan sekali sama kelas sebelah. Kami percaya mereka kalau sudah bertemu musuhnya akan berusaha menang," ucap Putri---sekretaris kelas angkat bicara.

"Minimal dari masing-masing kelas ada sepuluh perwakilan. Silakan berdiskusi!"

Bu Citra memilih duduk di tempatnya, membiarkan siswanya berdiskusi.

"Pokonya gue kagak mau ikut acara begitu-begituan, ya!" tegas Yunian.

"Gue juga ogah," ucap Diyan.

"Gue juga gak mau," ujar Rayen menurut.

"Yah, ayo dong! Kalian kan udah biasa lawan kelas sebelah. Emangnya kalian mau, kelas kita kalah sama mereka?"

"Ya, kan, isi kelas ini bukan kami doang. Kalian aja sana," ucap Yunian.

"Ayolah, Yun!" bujuk teman-teman Yunian menarik-narik tangan gadis itu. Kuncinya ada pada Yunian. Jika gadis itu mau, maka Diyan dan Rayen akan menurut saja.

"Yun. Ayolah, Yun!"

"Ayo, Yun."

"Yuklah, Yun. Kalahkan mereka."

"Enggak!" tegas Yunian tetap kekeh tak ingin ikut.

"Ayo dong, Yan, Yen. Kalian mau, 'kan?" tanya Putri meminta persetujuan.

Putri yang geram, karena Rayen dan Diyan hanya menggeleng. Ia akhirnya membisikkan sesuatu pada mereka.

"Gimana, kalian mau, 'kan?" tanya Putri mengulang.

"Mau," jawab Diyan dan Rayen yang membuat Yunian menatap horor ke arah keduanya.

***

Hai hai hai. Jangan lupa vote and comment, ya.

Aku pikir hari ini gak bakal bisa up. Eh aku nulis cuma setengah jam soalnya. Huaa moga suka, ya.

Thanks

~Amalia Ulan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro