Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

|| Bagian Sebelas ||

"Ayo dong, Yan, Yen. Kalian mau, 'kan?" tanya Putri meminta persetujuan.

Putri yang geram, karena Rayen dan Diyan hanya menggeleng. Ia akhirnya membisikkan sesuatu pada mereka.

"Gimana, kalian mau, 'kan?" tanya Putri mengulang.

"Mau," jawab Diyan dan Rayen yang membuat Yunian menatap horor ke arah keduanya.

"Heh. Kenapa kalian jawab mau?" geram Yunian.

"Udahlah, Yun. Iyain aja biar cepat," ucap Diyan.

"Kalian aja. Gue kagak."

"Ingat prinsip Laguna," sahut Rayen yang membuat Yunian mendengkus pelan.

"Tidak satu, tidak ketiganya!" ucap Yunian tersenyum puas.

"Lo cuma sendiri, kami berdua. Jadi, lo harus ikut. Itu prinsip baru," ucap Diyan.

"Eh, eh. Mana bisa gitu!"

"Jadi bagaimana? Sudah selesai berdiskusi, 'kan? Siapa yang akan mewakili kelas kita?" tanya Bu Citra.

"Diyan, Yunian, dan Rayen, Bu."

"Baik. Ibu catat namanya."

"Eh, saya gak ma--" Ucapan Yunian terpotong, karena Diyan segera membekap mulut gadis itu.

"Woi! Gila lo! Gue sesak napas, nih," kesal Yunian menepuk Diyan.

"Kepada kalian bertiga. Persiapkan diri, ya. Ibu tunggu nama-nama yang lainnya. Jangan permalukan kelas kita. Tampilkan yang terbaik!" ujar Bu Citra.

"Baik, Bu."

Bu Citra pergi meninggalkan kelas. Yunian bangkit dari tempat duduknya, lalu menatap tajam teman-temannya.

"Pokoknya gue gak mau. TITIK!"

Diyan pindah duduk di sebelah Rayen. Ia menyenggol tangan cowok itu.

"Yen. Lihat tuh si Yunian sok jual mahal. Lo bujukin kek," suruh Diyan.

"Lo aja sana!"

"Lo aja kali. Yunian lebih nurut sama lo."

"Nanti juga dia mau."

"Yun, ayolah! Demi kelas kita," ucap Putri memohon.

"Gue kagak tahu mau nampilin apaan, Woi! Kalian ada-ada aja, deh."

"Udah, yang penting sekarang yang ikut dulu. Nanti aja pikirin kita mau nampilin apaan. Ayo, yang mau daftar, biar gue catat namanya," ucap Reza---sang ketua kelas---angkat bicara.

"Gue ikut!" ucap Putri.

"Gue juga," ucap Fina.

"Oke-oke. Siapa lagi?"

Mata Diyan tak sengaja menatap seseorang yang lewat di depan kelasnya. Buru-buru cowok itu bangkit dan berjalan keluar kelas tanpa berpamitan dahulu pada kedua sahabatnya.

"Eh, si Diyan mau ke mana?" tanya Yunian. Rayen hanya mengangkat bahunya tak tahu.

"Tuh anak main pergi-pergi aja deh."

"Mungkin ke toilet."

"Kagak mungkin. Dia kalau ke toilet, kan, selalu minta ditemenin sama lo," ucap Yunian.

***

"Hai, Dek Rere," sapa Diyan ketika bertemu dengan Rere di depan kelasnya.

"Eh. Hai!"

"Lo ngapain di sini?" tanya Diyan basa-basi.

"Hah, cuma lewat doang, kok. Kebetulan gue lagi free class. Jadi, ya gue jalan-jalan aja bosen di kelas."

"Oh, gitu. Boleh, dong, gue temenin?" tanya Diyan menaik-turunkan alisnya.

"Boleh."

"Ya udah, yuk!" ajak Diyan menarik tangan Rere yang membuat gadis itu berhenti berjalan, menatap tangannya yang dipegang oleh Diyan.

"Eh, kepegang. Maaf, ya ... sengaja. Eh! Maksudnya gak sengaja."

"Gak papa."

Mereka akhirnya berjalan beriringan. Mereka hanya berjalan-jalan saja, mengelilingi sekolah. Guru memang sedang rapat, jadi banyak kelas yang tanpa guru.

"Ngomong-ngomong, lo udah tahu, kan, tentang acara sekolah?" tanya Rere.

"Udah, dong. Gue jadi perwakilan kelas."

"Wah, sama dong. Gue juga, nih, sama Afri dan Kiara juga."

Tentu saja, karena Geng Kloker pastinya tidak akan mau kalah.

"Kita bersaing, dong."

"Iya, dong. Siap-siap kalah, ya!" cibir Rere memeletkan lidahnya yang membuat Diyan terkekeh.

"Eits, geng lo kalau kalah jangan nangis, ya."

"Haha. Geng gue pasti menang."

"Udah, ah. Ngapain bahas geng. Sekarang, kan, kita berduaan aja," ucap Diyan.

"Eh, iya juga, ya."

Diyan menatap ragu ke arah Rere. "Gue mau nanya, nih, sama lo."

"Nanya apa?"

"Lo udah punya pa-pacar?" tanya Diyan.

"Belum. Kenapa? Mau jadi pacar gue, ya?" tanya Rere langsung yang membuat Diyan kebelet pipis dan berak bersamaan.

"Eh. Ini lo nembak gue, bukan?"

"Nggaklah. Eh, tapi kalau iya juga gak papa, sih. Gimana, mau pacaran sama gue?"

Diyan menelan salivanya susah. Jarang sekali ada cewek seperti Rere. Tidak mungkin Diyan menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Iya. Gue mau, kok," jawab Diyan tersenyum. Tanpa disangka, tiba-tiba Rere mencium pipi Diyan yang membuat cowok itu tersenyum malu.

"Eh, kecium. Maaf, ya ... sengaja. Eh! Gak sengaja maksudnya," ucap Rere menyindir ucapan Diyan tadi.

"Gak papa kok. Lagi, dong."

"Ayo, lagi dong!" suruh Diyan memejamkan matanya.

"Lagi. Ayo, dong!"

"Lagi? LAGI APA MAKSUD KAMU?"

Diyan terlonjak kaget mendengar suara itu yang membuyarkan lamunannya.

"Yan, lo sehat, 'kan?" tanya Yunian menempelkan tangannya di dahi Diyan.

"Eh. Gue di mana?" tanya Diyan masih mengumpulkan kesadarannya.

"Di kuburan!" jawab Yunian sarkas.

"Eh, kok, gue bisa ada di sini?" tanya Diyan tak menyadari, jika ia sudah duduk di depan kelasnya.

"Lo gak lihat Bu Retno sejak tadi di depan biji mata lo?"

Diyan mengucek matanya. Jadi yang tadi hanyalah lamunannya? Ah, Diyan kesal sendiri, karena artinya ia tidak jadi pacaran dengan Rere. Ia benar-benar melihat Rere tadi melintas di depan kelasnya. Diyan langsung menghampiri Rere, tetapi gadis itu tidak ada. Cowok itu pun memilih duduk saja di bangku panjang depan kelasnya, tanpa disadarinya Bu Retno yang akan memasuki kelas tidak jadi, karena melihat Diyan.

"Apa, sih, yang terjadi? Kok gue kayak orang bego gini, sih!" ucap Diyan mengacak rambutnya. Sepertinya Diyan kebanyakan menonton drakor, ia jadi suka berhalusinasi tak jelas.

"Heh. Ngomong begonya kenapa lirik Ibu, ha!"

"Eh, maaf, Bu."

"Cepat masuk kelas. Buang waktu saja kamu," ucap Bu Retno kesal.

"Makanya jangan kebanyakan halu!" ucap Yunian mendorong kepala Diyan pelan.

Yunian masuk duluan ke kelas, meninggalkan Diyan yang masih berdiri di sana.

"Ck. Bisa-bisanya gue halu kelewatan gitu," ucap Diyan menggeleng.

Tiba-tiba Rere berjalan ke arahnya.

"Heh. Lo pasti Rere halu gue, kan? Syuh-syuh! Jangan ganggu cowok ganteng. Gue kagak mau halu lagi!" ucap Diyan menutup matanya. Tangan cowok itu bergerak mengusir gadis di hadapannya.

"Hah?" tanya Rere tak mengerti.

"Udah sana, pergi!" suruh Diyan.

"Lo kok ngusir gue, sih?" tanya Rere tak mengerti.

"Hah. Jadi, ini beneran lo? Lo manusia, 'kan? Berkaki dua, berhidung satu, tapi lobangnya dua. Terus matanya du--"

"Matanya ... EMPAT!" Lagi dan lagi Diyan terkejut mendengar suara Bu Retno.

"Kenapa kamu belum masuk kelas juga? Cepat masuk!" suruh Bu Retno. Diyan langsung masuk sebelum terkena semburan lagi.

"Kamu juga Rere. Cepat masuk ke kelas kamu!" suruh Bu Retno.

"I-iya, Bu."

Diyan mengintip Rere dari balik pintu yang terbuka setengah.

"Barusan gue kagak halu lagi, 'kan? Alhamdulillah," ucapnya.

***

Hai, Guys!

Jangan lupa abis baca vote and comment ya.

Thanks

~Amalia Ulan








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro