Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

|| Bagian Enam Belas ||

Ruangan sempit, tanpa penerangan, pengap, membuat Rayen kesulitan mengatur napasnya. Ada rasa sesak di dadanya. Apalagi semua yang dilihat Rayen gelap.

Rayen yang saat itu berumur sepuluh tahun hanya bisa pasrah. Rayen berada di gudang yang tak terpakai di rumahnya, ia dikunci di sini oleh orang tuanya sendiri. Sudah sering terjadi.

Apa alasannya mereka tega mengunci anak sendiri di gudang? Orang tua Rayen tak ingin anak semata wayangnya itu melihat mereka berselingkuh. Saat itu, Rayen tak memiliki kamar sendiri, alhasil tempat untuk menyembunyikan Rayen adalah gudang lama yang kotor dan sempit itu.

Akan tetapi, Rayen tak sebodoh orang tuanya. Sejak kecil, otak pintar Rayen sudah berjalan. Ia mengeluarkan HP-nya. Walaupun hanya HP Keypad, Rayen sangat bersyukur, karena ia bisa berkomunikasi dengan HP pemberian Diyan ini.

Orang tua Rayen tak mengetahui tentang HP itu. Kenapa harus HP, Rayen sudah makan atau belum saja tidak dipedulikan.

Rayen segera menghubungi Diyan. Hanya ada dua nomor di kontak HP Diyan. Yaitu nomor Diyan dan tantenya.

"Halo, Rayen?"

"Yan, tolongin gue, dong."

"Hah, tolong, apa? Lo nggak dikasih jajan lagi sama orang tua lo? Sini aja, Yen, gue kasih setengah jajan gue."

"Bukan gitu."

"Terus, apaan?"

"Gue dikunci di gudang. Lo ke rumah gue, dong."

"APAAA?" Terdengar pekikan Yunian di seberang telepon.

"Cepetan, keburu mati gue di sini, engap tau, nggak."

"Tunggu-tunggu dulu, jangan mati dulu, dong. Siapa lagi yang nunjukin tugas kita, kan."

"Ya udah, cepat!"

***

"Om, Tante, buka pintunya!" teriak sebuah suara dari luar yang membuat Reta mengerutkan kening. Siapa di luar sana?

Pintu pun dipukul-pukul keras. Reta lantas bangkit, untuk membukakan pintu, melihat siapa tamu yang tidak tahu sopan santun itu. Saat pintu terbuka, Diyan dan Yunian, beserta teman-teman yang lain menjadi pasukannya langsung menyelonong masuk.

"Eh, kalian siapa, ha?" bentak Reta, karena anak-anak itu masuk ke rumahnya tanpa membuka sandal dan sekarang lantai rumahnya sudah kotor.

"RAYEN ... Rayen ... Rayen ...." Mereka berteriak memanggil nama Rayen, berpencar mencari temannya itu ke sepenjuru ruangan. Reta dibuat pusing, karena anak-anak itu mengacaukan semuanya. Bahkan selingkuhannya sudah pamit pulang, karena merasa risih.

Irwan keluar dari kamarnya melongo menatap rumah yang sudah dipenuhi oleh anak-anak.

"Heh, kalian siapa? Kenapa masuk ke rumah saya!" bentak Irwan, sama sekali tidak diacuhkan oleh anak-anak itu.

"Mana Rayen?" tanya Yunian berkacak pinggang.

"Rayen tidak ada. Dia di rumah neneknya!" jawab Irwan.

"Om berbohong! Nenek Rayen, kan, udah meninggal," balas Yunian.

"Lalu apa urusannya dengan kalian. Sudah, pulang sana!" usir Irwan.

"Kami tidak akan pulang, sebelum Rayen main sama kami. Cepat katakan di mana Rayen!" bentak Yunian berani—sang kepala arak yang telah membawa pasukan.

"Rayen tidak ada di sini," ucap Reta pula.

"Bohong!"

"Ya sudah, cari saja sampai ketemu," tantang Reta.

Yunian pun mengangkat alisnya menatap Diyan. Tahu maksud Yunian, Diyan pun memberitahu ke teman-temannya yang lain.

Mereka pun kembali berpencar, memberantakan semua barang-barang, melempar bantal sofa, mendorong meja, menjatuhkan sapu, dan lain-lainnya.

"Duh, anak-anak bandel. Hentikan!" teriak Reta, karena sudah pusing melihat rumahnya yang seperti kapal pecah.

"Oke-oke. Rayen boleh main sama kalian," ucap Reta pada akhirnya.

"Kamu kenapa bolehin Rayen main sama mereka? Nanti si Rayen ikutan bandel seperti mereka, mau?" Irwan tak setuju.

"Kalau tidak, mereka tidak akan pergi dari sini, Mas! Udah, deh, biarin aja si Rayen main sama mereka."

"Kalau Rayen keluar rumah, nanti bertemu dengan tantenya malah ngadu."

"Udah, itu pikirin nanti aja," ucap Reta tak mau ambil pusing.

Reta pun berjalan ke gudang belakang dan membukakan pintu untuk Rayen.

"Ini pasti gara-gara kamu, kan? Kamu yang suruh anak-anak bandel itu ke rumah kita buat berantakin semuanya?" ucap Reta menuduh Rayen.

"Kenapa gara-gara saya pula? Bukannya saya, Anda kunci di sini? Lalu, bagaimana caranya saya menyuruh mereka?" jawab Rayen pula.

"Ah, sudahlah! Pergi bawa teman-teman kamu dari sini!"

Rayen tersenyum kecil, ia pun segera pergi ke ruang tamu dan menatap Yunian dan Rayen yang menjadi objek pertama. Yunian mengedipkan sebelah matanya mengode Rayen.

"Om, Tante!" panggil Yunian lagi.

"Apa lagi, bocah? Ini, nih, si Rayen."

"Kalau kalian mengurung Rayen lagi di gudang, kami akan berantakin rumah Tante lebih parah lagi dari ini," ancam Yunian sungguh-sungguh.

"Ah, sudah-sudah. Cepat pergi dari rumah saya!"

"Kami nggak main-main ya, Tante," ucap Yunian menatap tajam mata Reta.

Sejak saat itu, Reta dan Irwan tak mau lagi mengurung Rayen di gudang. Walaupun tak pernah mendapatkan kasih sayang, setidaknya janganlah kejam menjadi orang tua. Seperti itulah orang tua Rayen, makanya cowok itu iri dengan seorang anak yang merasakan manisnya sebuah keluarga.

Rayen tersentak membayangkan kejadian itu, memang yang selalu ada untuknya hanya laguna, bukan orang tuanya. Rayen pun sering menginap di rumah Diyan, bahkan mereka bertiga memang selalu tidur di rumah Diyan, apabila libur sekolah.

Sayangnya waktu SD mereka tidak satu sekolah. Namun, sejak SMP mereka sudah satu sekolah dan sekelas sampai sekarang.

"Yen, daritadi gue perhatiin, lo ngelamun, terus senyum-senyum sendiri. Wah, gue tau, nih, lo pasti lagi mikirin si Kiara, ya?" ucap Yunian.

"Nggak," jawab Rayen singkat.

"Eh, iya, ini gimana, nih? Buat acara sekolah, gue kagak tau kita mau nampilin apaan."

"Udah, lo tinggal goyang TikTok aja, Yun," ujar Diyan.

"Lo aja sana, nari saman!" suruh Yunian.

"Nggak bisa gue."

Notifikasi dari HP Diyan terdengar mengalihkan perhatian mereka.

"Wih, tumben-tumbenan HP si Diyan ada notif. Biasanya nggak ada yang nge-chat lo, kan?" sindir Yunian, langsung menyambar HP Diyan untuk melihat siapa pengirim pesan.

"Woi, kok malah lo, sih, yang buka pesannya."

"Entar dulu, ah. Ssttt, diam! Biar gue yang bacain," ucap Yunian. Mata gadis itu melebar saat tahu nama pengirim pesan itu.

"Dari siapa, Yun?" tanya Diyan penasaran.

Padahal Yunian tadi menebak jika yang mengirimkan pesan adalah Rere. Namun, ternyata ....

"Kiara, Yan!"

"Hah?" Diyan tak percaya, sedangkan Rayen langsung menatap ke arah HP Diyan. Untuk apa Kiara mengirim pesan kepada Diyan? Kenapa bukan ke Rayen saja?

"Wes, wes, awas ada yang cemburu, nih," sindir Yunian melirik Rayen.

"Emang apa pesannya?" tanya Diyan penasaran.

"Oke, oke, gue bacain. Hekhem ... sejak aku melihatmu, aku sudah mulai mengagumimu. Jantungku berdetak melihat wajah tampanmu. Aku semakin yakin dengan perasaanku ... bentar!" Yunian berhenti membaca pesan itu. Ia pun menarik napas dalam, lalu mengembuskannya beriringi dengan teriakan ....

"KIARA SUKA SAMA DIYAN?"

***

BERSAMBUNG

***

HUAAA, Hai, Guys. Akhirnya bisa update lagi skkwwkw. Maaf jika ada typo bertebaran karena aku langsung publish setelah nulis. Oh ya tadi kepublish sendiri, padahal belum kelar wkwkw.

Semoga suka, ya, udah ada sedikit gambaran tentang masa kecil Rayen, tuh, sebenernya ortu Rayen kenapa, sih? Kok tega sama anak sendiri? Baca terus Laguna untuk tahu kelanjutannya hehe

Okelah thank you.

~Amalia Ulan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro