|| Bagian Empat ||
"Kalian kenapa masih di sini?" tanya sebuah suara yang membuat Rere dan Yunian mematung.
Mampus, suara siapa, tuh? batin Yunian.
"Kenapa kalian tidak masuk kelas? Padahal jam masuk sudah dari sepuluh menit yang lalu."
"Ka-kami tadi olahraga dulu, Bu. Biar sehat, Bu. Biar makin semangat juga belajarnya," jawab Yunian diangguki oleh yang lain.
"Ibu tidak butuh alasan apa pun. Sekarang, kalian semuanya hormat ke bendera."
"Yah, yah, Bu. Nanti kalau saya hitem gak ada yang suka, gimana?" ucap Rere mengeluarkan cermin kecilnya lalu berkaca.
"Ibu tidak mau tahu. Hormat sampai jam istirahat!" ucap Bu Retno tak bisa dibantah. Setelah itu, Bu Retno meninggalkan tempat. Geng Laguna dan Kloker terpaksa menjalankan hukuman.
Mereka berenam hormat ke bendera dengan tampang datar.
"Ini semua gara-gara lo tau, gak." Yunian menyalahkan Rere. Tentu saja Rere tidak mau disalahkan.
"Lo yang mulai!"
"Lo juga salah!"
"Yun, ssttt. Udahlah, percuma debat, kita udah dihukum juga," sahut Diyan.
"Udahlah, Re. Mending doain aja, agar cepat bel istirahat," ucap Afri pula.
"Kok lo pasrah gitu, sih!" protes Yunian pada Diyan.
"Lo juga, Ri. Kok bisa samaan sama geng sebelah!"
Diyan dan Afri hanya diam. Percuma jika berhadapan dengan para wanita. Tidak akan ada ujungnya.
Sedangkan Rayen sejak tadi hanya diam. Begitu pula dengan Kiara. Gadis itu mencuri pandang melirik Rayen. Wajah pemuda itu dibanjiri keringat yang membuat aura ketampanannya semakin tampak. Kiara tersenyum diam-diam memperhatikan Rayen.
"Duh, gue udah capek, nih. Berapa lama lagi, sih?" tanya Rere.
"Setengah jam lagi, Re," jawab Kiara.
"WHAT? Huh, masih lama, dong!"
"Segitu aja udah ngeluh lo. Dasar anak mami," sindir Yunian.
"Heh. Gue lagi gak ngomong sama lo, ya!" ucap Rere ketus.
"Ra, lo duduk aja, deh. Lo udah pucat banget. Lo pasti belum sarapan, 'kan?" Afri khawatir melihat Kiara yang sudah memucat.
"Gue gak papa, kok."
"Lo beneran? Kalau gak kuat duduk aja," suruh Rere.
"Iya. Kalian tenang aja."
Rayen melirik Kiara. Ternyata benar, wajah gadis itu sudah memucat. Rayen jadi kasihan padanya.
Kiara sudah tidak kuat sebenarnya, tetapi ia harus berusaha tampak baik-baik saja, karena tidak mau sahabatnya khawatir. Tubuh Kiara sudah oleng, dengan cepat Afri memegang tangan Kiara.
"Duduk aja dulu, Ra!" suruh Afri.
"Gak papa, kok."
Rayen yang melihat itu sudah yakin jika Kiara sedang tidak baik-baik saja. Tanpa pikir panjang Rayen menghampiri Kiara, lalu menarik tangan gadis itu, yang membuat teman-temannya terkejut.
"Ikut gue!" suruh Rayen menarik tangan Kiara beranjak pergi dari sana.
Rere dan Yunian kompak melongo melihat aksi Rayen membawa Kiara pergi begitu saja. Afri juga dibuat heran. Sedangkan Diyan malah tertawa pelan. Dalam hati ia berkata, kalau Rayen suka sama Kiara, gue juga boleh dong suka sama Rere, batinnya.
"Itu si Rayen kesurupan, deh, kayaknya," ucap Yunian menyenggol Diyan.
"Kesurupan cinta, mah, gak masalah." Yunian langsung memukul Diyan yang membuat cowok itu meringis pelan.
"Cinta-cinta apaan. Si Rayen kagak mungkin suka sama si Kiara. Ingat, dia geng sebelah, musuh kita!" ujar Yunian.
"Cih, Kiara juga kalau suka milih-milih kali," sahut Rere.
"Hallah, palingan si Kiara juga bakal salto, guling-guling, kalau beneran si Rayen suka sama dia. Sahabat gue ganteng, pintar, kaya, kurang apa lagi coba?"
Rere yang akan membalas ucapan Yunian segera ditahan oleh Afri. Perdebatan mereka tidak akan kunjung selesai jika tetap dilanjutkan.
"Kalian kenapa malah berdebat? Sudah, hormat saja yang benar!" tegur Bu Retno.
"Baik, Bu!" jawab semuanya kembali hormat pada tiang bendera.
***
Rayen membuatkan teh hangat untuk Kiara. Rayen adalah anggota PMR. Jadi, ia sudah terbiasa mendapatkan tugas melayani temannya yang sakit seperti sekarang.
Rayen memberikan segelas teh itu kepada Kiara yang duduk di ranjang UKS.
"Makasih ya, Rayen."
"Iya."
Kiara langsung meminum teh itu yang ia tiup terlebih dahulu, karena masih panas.
"Eh, jangan ditiup!" cegah Rayen yang membuat Kiara menghentikan aksinya.
"Kenapa?"
"Meniup makanan atau minuman itu tidak baik sebenarnya. Jadi, kalau lo mau tehnya cepat dingin lo kipas aja pakai tangan," ucap Rayen. Ia mendekatkan duduk ke ranjang, lalu mengambil buku kecil di atas meja dan merobekkan kertas.
"Gue bantu kipasin," ucap Rayen lalu mulai mengipas teh itu dengan kertas yang dilipatnya.
Kiara tertegun melihat Rayen. Cowok itu sangat pintar, Kiara kagum jadinya.
"Nih, udah bisa diminum. Udah gak panas lagi, kok." Kiara mengangguk, lalu mulai meminum teh itu pelan-pelan.
"Sekali lagi, terima kasih, ya."
"Sama-sama."
Kiara tersenyum, Rayen pun ikut tersenyum. Tanpa sadar, bel istirahat telah berbunyi.
"Itu sudah bel. Hukuman kita gimana?" tanya Kiara.
"Lo, kan, sakit. Gue tadi juga udah izin sama Bu Retno."
"Oke."
"Ya udah. Lo mau istirahat dulu atau ke kantin?"
"Gue ke kelas aja, deh." Kiara dibantu turun oleh Rayen dari ranjang yang lumayan tinggi itu. Kiara tak sengaja menatap mata Rayen yang membuat mereka bertatapan sebentar. Buru-buru Kiara mengalihkan pandangannya.
"Ra, Ra. Lo gak papa, kan, Ra?" tanya Rere heboh masuk ke UKS bersama Afri.
"Ssstt, Re. Jangan berisik. Gue baik-baik aja, kok."
"Huft, syukur, deh."
"Thanks udah bawa teman gue ke sini," ucap Afri pada Rayen yang dibalas anggukan oleh cowok itu.
"Ya udah. Yuk, ke kantin!" ajak Rere.
"Gue mau ke kelas aja, Re."
"Oh, ya udah. Ri, lo nanti beli makanan di kantin, ya, biar gue yang bawa Kiara ke kelas."
"Siap."
Rere langsung menggandeng Kiara berjalan keluar dari UKS. Namun, sebelum keluar Kiara menoleh ke belakang menatap Rayen.
Bibir Kiara tertarik membentuk senyuman kepada Rayen. Cowok itu juga tersenyum singkat membalas senyum manis Kiara.
Setelah itu, Kiara melangkah keluar UKS bersama Rere dan Afri meninggalkan Rayen sendiri yang masih di sana.
Setelah Kiara pergi, Rayen tersadar dari lamunannya. Ponselnya juga berdering menandakan telepon masuk. Rayen melihat nama yang meneleponnya.
"Gawat," ucap Rayen tidak berani mengangkat telepon.
Siapa yang menelepon Rayen?
See you next chapter, ya
Makasih yang udah mau baca. Jangan lupa abis baca vote and comment.
Thank you
~Amalia Ulan
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro