Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

|| Bagia Dua Puluh Satu ||

Rayen hanya bisa mengelus dada melihat kedua sahabatnya itu yang malah rebutan memakan nasi rumah sakit. Baru saja Rayen sadar dua jam yang lalu, Diyan dan Yunian malah membuatnya ingin kembali tidur saja.

"Gue pengen coba, gue belum pernah nyobain makanan rumah saki. Lo tajir, mah, enak. Jadi ini buat gue aja."

"Eh, gue, kan, juga belum pernah nyobain makanan rumah sakit!"

"Apaan, sih, kalian. Gak enak juga, ngapain direbutkan," sahut Rayen yang duduk di bangsal.

"Ya, kan, gue penasaran Rayen. Lagian lo bilang gak enak karena emang selera lo lagi pahit kali."

Rayen hanya mengangkat bahu acuh. Bodo amat sajalah.

Akhirnya, perebutan itu dimenangkan oleh Yunian. Ia tersenyum kemenangan menatap Diyan.

"Ya ambil ajalah, gue udah kenyang," ucap Diyan, yang sebenarnya juga mau.

"Hufh, karena gue baik, ya udah kita makan bareng aja, deh," ujar Yunian mengambil jalan tengah.

Tahu begitu, kenapa tadi malah berebut? Ya, maklum sajalah bagaimana Diyan dan Yunian, yang normal mungkin hanya Rayen saja.

"Lo ambil sendok satu lagi sana di situ. Gue pakai yang ini," ucap Yunian. Diyan pun menurut saja.

Sebelum mulai melahap nasi itu, keduanya pun membaca doa makan terlebih dahulu.

"Yan, lo, kan, laki. Lo aja, deh, yang mimpin doa, biar gue nebeng."

"Mana bisa nebeng, Yun."

"Bisalah! Entar gue yang aminin."

Rayen memilih kembali berbaring saja, lebih baik ia tidur, daripada memedulikan Diyan dan Yunian yang malah asyik sendiri.

"Bismillah ... aamiin."

Refleks Yunian memukul lengan Diyan. "Doa apaan kayak gitu. Niat gak, sih, lo?"

"Iya, kan, gue udah baca bismillah, Yun."

"Lengkap-lengkap, dong. Ah, sini biar gue aja," ucap Yunian, lalu berdeham pelan.

"Bismillahirrahmanirrahim. Bismika Allahumma ahyaa wa bismika amuut."

Yunian dengan sangat PD mengusap wajahnya dengan kedua tangan setelah berdoa.

"Itu doa tidur, woi!" teriak Rayen yang tadinya sudah memejamkan mata, kembali membuka matanya lagi.

Diyan pun membalas memukul lengan Yunian pelan. "Lo lebih parah, Yun."

"Hehe, sengaja tau. Gue ngetes Rayen doang, kirain dia abis ketusuk jadi lupa ingatan. Mana tau gue jadi lebih pinter dari dia."

Rayen memukul dahinya pelan. "Gue gak hilang ingatan ya, Yun!"

Yunian hanya terkekeh pelan. "Ah, udahlah. Yuk, Yan! Kita lanjut makan."

"Gue udah lapar nungguin lo."

Keduanya pun mulai menyendokkan nasi dengan sayur bayam itu ke mulut. Baru saja menyentuh lidah keduanya, muka mereka pun berubah.

"Njim, hambar banget, gak ada rasa," ucap Diyan.

"Hueek ... kenapa rasanya kayak obat, sih."

"Dibilangin gak enak," timpal Rayen.

"Gue gak mau lagi, ambil buat lo aja, Yan. Gue ikhlas."

"Ambil buat lo aja, Yun, gue lebih ikhlas, ga ada yang lebih ikhlas dari ini. Jadi buat lo aja."

Keduanya pun sama-sama mengakhiri makannya. Ternyata makanan rumah sakit tidak seenak yang dibayangkan.

Pintu tiba-tiba terbuka menampakkan seorang wanita yang masuk dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Rayeeen!" panggilnya buru-buru menghampiri Rayen, lalu memeluk cowok itu.

***

Hai, aku back! Sampai sini dulu, ya. Makasih yang udah mau baca.

Salam hangat,

~Amalia Ulan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro