LAGI MIKIRIN SIAPA KOK BELUM TIDUR? PART 4B
Hiya! Jumpa lagi bersama Bangse di hari Sabtu nan indah iniiii~
In case kalian nggak tahu, ini Bangse nyoba lagi make fasilitas scheduled post buat part 4B. Nggak sibuk apa gimana, lebih karena kepengen bobok sepuas-puasnya. Kemaren adek Bangse ngajakin halan-halan ke museum. What an amazing experience, jadi tahu banyak hal tapi nggak ngerasa digurui. Kalian sendiri gimana? Kalo diajak keluar, kepengennya diajak ke mana/ngapain? Bangse pengen tahu kalian have fun-nya apaan~ *bangsepenuliskepo*
Anywayyyy... enjoy this week's part. Seperti biasa, vote dan komennya Bangse tunggu. I love to know what do you think of my story.
Cium sayang pake permeeen,
CHRISTIAN SIMAMORA
--
ZANZIBAR
Confession: ini adalah kali kedua Saras masuk nightclub.
Her first experience was happened in Singapore—diajak (baca: setengah dipaksa) teman-teman kuliah merangkap teman seperjalanan Saras saat liburan ke sana. Saat itu jugalah dia mencoba bir untuk pertama kalinya (nggak enak). Tapi berkat salah satu temannya itu, dia jadi tahu seperti apa rasa wine dan jadi menyukainya juga. Tapi pengalaman clubbing-nya dulu itu nggak membuatnya tertarik untuk mencoba lagi.
Until now.
Untuk satu malam, Zanzibar disulap jadi wonderland berkilauan yang cocok sekali untuk pesta eksklusif Visage. Para undangan mengular di depan meja penerima tamu yang dijaga oleh dua orang bouncer, memastikan semuanya tertib mengantre ketika undangan mereka diperiksa satu per satu oleh staf majalah. Sebagian besar undangan sepertinya adalah bagian dari industri mode dan hiburan, meskipun yang Saras kenal hanya satu orang—influencer yang berjarak lima orang di depan mereka, dalam balutan metallic ruched cami top dan celana pendek kulit, tampak sedang menggandeng pacarnya yang juga nggak kalah modisnya.
Seperti yang tempo hari Adam bilang, tema pestanya adalah Retro Disco, dan dekorasinya menerjemahkannya dengan sempurna. Dari tempat mereka berdiri sekarang, Saras bisa melihat dinding Zanzibar yang terbungkus kain emas yang berkilauan, dan selain meja dan kursi, tersedia juga LED cocktail table untuk undangan yang nggak keberatan berpesta sambil berdiri. Pendar keemasan dari meja-meja itu kontras sekali dengan pencahayaan klub, yang membuat semuanya tampak seksi dan misterius. Dia juga bisa mendengar resident DJ memainkan musik-musik disko dari tahun 70-an, seperti "Rasputin"-nya Boney M. yang mendadak populer lagi beberapa tahun lalu gara-gara sering dipakai di Tik Tok.
Saras terlalu asyik melihat-lihat sampai nggak memperhatikan ketika staf Visage menukar undangan Adam dengan dua tag bracelet yang menyala dalam gelap, bersama instruksi: "Selagi masih pake ini, kalian bebas keluar-masuk. Jadi ingat, jangan dilepas dari apalagi sampe hilang." Cowok itu mengangguk sembari meletakkan tangannya di pinggang Saras saat membimbingnya masuk ke club.
Saat tepat jam delapan malam, musik tiba-tiba berhenti, dan lampu juga dipadamkan. Semua undangan mengalihkan perhatian mereka ke panggung kecil yang sengaja dibuat di tengah-tengah club, dan sekelika keheningan menyelimuti ruangan itu. Kemudian lampu sorot muncul di atas panggung, dan sesosok wanita setengah baya dalam balutan gaun perak rancangan Rosie Assoulin melangkah ke dalam sinarnya. Semua orang yang hadir malam itu dengan cepat mengenali Kona Pentakosta, editor-in-chief sejak awal Visage berdiri.
"Welcome, everyone," kata Kona, suaranya terdengar di antara kerumunan. "Tonight, we celebrate all that glitters, all that is beautiful, and all that is special about our magazine. But more than that, we celebrate each other, the amazing people who make this industry what it is. So, let's raise a glass to each other and to the power of beauty and glamour!"
Para undangan mengangkat gelas mereka untuk bersulang, dan ruangan itu kembali riuh rendah karena tepuk tangan dan sorakan tanpa henti. Kemudian, musik kembali terdengar, dan pesta berlanjut seolah tak pernah diinterupsi.
Baru saja Saras akan mengajak Adam berdansa, tiba-tiba cowok itu menahan tangannya dengan cengkeraman posesif. "Ada apa?" tanyanya bingung.
"I have a confession to make," kata Adam sambil menghela napas.
Saras mengernyit, tapi memutuskan untuk menunggu cowok itu membuka mulutnya lagi. "Gue ngajak lo jadi plus one gue malam ini sebenarnya karena gue punya hidden agenda sendiri."
Cewek itu memiringkan kepalanya. "Hah? Hidden agenda apaan?"
Adam menghela napas lagi. "Mantan gue ada di sini."
Saras menoleh, lalu melayangkan pandangannya ke sekeliling. Terus terang, dia cuman tahu kalau Adam sudah—sori, pernah—punya pacar, tapi nggak pernah sekali pun dikenalkan dengan cewek itu. Bahkan dikasih lihat fotonya juga nggak.
"Mantan lo yang mana, Dam?" Saras bertanya.
Adam mengarahkan telunjuknya ke lantai dansa. "Dress kotak-kotak, yang lagi nge-dance sama cowok di dekat speaker. That's her new boyfriend, by the way."
And there she is. Nggak hanya mengenakan checkerboard dress yang dipakai Ariana Grande saat mempromosikan "Problem", rambutnya pun ditata gaya straight pony yang juga bergoyang antusias mengikuti irama musik.
"Kalo gitu, jawab jujur: gimana ceritanya mantan lo bisa spesifik ada di pesta ini juga—"
"Suri beauty editor-nya Visage," aku cowok itu cepat. "Undangan pesta ini ketinggalan waktu dia nginep di apartemen gue. Dan itu kejadiannya sebelum gue diputusin sama dia."
"Oh."
"Yeah. Oh." Adam tersenyum pahit. Sepertinya dia sengaja mencari tanda-tanda Saras akan tersinggung atau marah, tapi nggak. Cewek itu hanya balas menatapnya tanpa berkata apa-apa lagi. Membuatnya merasa harus berkata, "Sori ya, Sar, gue manfaatin lo buat urusan remeh-temeh kayak gini. But I promise I'll make it up to you."
"Oh yes, you will!" serunya. "Tapi sebelum beneran tete-a-tete sama mantan lo, gimana kalo kita ke bar dulu?" Saras menunjuk ke bar di sisi lain club itu. "I—no, we both need liquid courage. Shall we?"
Adam mengangguk.
Seperti lantai dansa, meja bar juga disesaki oleh para undangan yang butuh minum. Gelas berdenting dan tawa terdengar di tengah hiruk pikuk musik, sementara orang-orang semakin berdesak-desakan di bar karena nggak sabaran. Dua orang bartender ditugaskan malam itu, sengaja berdiri di kedua sisi bar untuk meminimalisir kemungkinan mengganggu mobilitas satu sama lain. Bersama-sama mereka membuat signature cocktail dengan ketepatan dan ketangkasan yang mengesankan. Udara pun kian kental dengan aroma alkohol dan suara shaker berderak, yang tambah berisik dengan para undangan meneriakkan pesanan mereka di tengah hiruk pikuk kerumunan.
"Mending gue aja, Sar, yang ngambil minum," kata Adam. "Lo mau apa?"
"Ikut lo aja." Suaranya langsung ditenggelamkan teriakan excited ketika DJ membuat drop dramatis dari booth-nya.
"Apa?"
"Ikut l—IKUT LO AJA!"
Adam agak kaget mendengar suara kerasnya, tapi kemudian mengacungkan jempolnya. "Oke. Berarti whiskey sour-nya dua."
Meja di sebelah bar adalah pusat pesta, penuh sesak dengan orang-orang yang berhasil mendapatkan tempat terbaik di club itu. Meja dipenuhi gelas-gelas kosong, botol bir dan wine, gelas cocktail yang nggak dihabiskan—bukti kalau mereka sudah party jauh sebelum Saras dan Adam tiba di sini. Meja di sebelahnya juga sama saja, dikelilingi sekelompok orang yang saling kenal, tertawa dan mengobrol penuh semangat sambil menikmati minuman di tangan mereka. They're all beautiful people; nggak hanya mematuhi dresscode, mereka juga memastikan sebagai undangan dengan penampilan terbaik malam ini. Perfect hair, perfect make-up, and one thing for sure: they're having the time of their lives.
Mood lantai dansa berubah dengan cepat ketika "A Fifth of Beethoven" mengalun agresif dari speaker. Saras tahu lagu itu termasuk dalam kategori musik disko legendaris dari tahun 70-an, tapi entah kenapa nggak cukup menggoda untuk membuatnya berdansa. Alih-alih, matanya menemukan dengan cepat kursi yang baru saja ditinggalkan cowok berambut afro, lalu setengah berlari ke sana supaya nggak keduluan orang lain. Setelah berhasil duduk, barulah cewek itu mengeluarkan handphone dari tas rhinestone-nya.
Saras K : Boleh nanya nggak?
Oza Prime : Shoot!
Saras K : Boleh minum nggak kalo lagi diet?
Oza Prime : Asumsiku, yang kamu maksud adalah minuman beralkohol kan, bukan air putih.
Saras K : Iya, alkohol. Can I?
Oza Prime : Minuman beralkohol sering disebut sebagai empty calories atau kalori kosong karena memberi tubuhmu banyak kalori, tapi hanya mengandung sedikit nutrisi. Sekadar perbandingan, ini beberapa contoh yang aku ambil dari internet: 1 kaleng bir = 155 kalori, segelas wine = 125 kalori.
Berbeda dengan kebanyakan orang yang sedang menjalani program diet, Saras nggak men-download aplikasi penghitung kalori di handphone-nya. Sebagai gantinya, dia menggunakan jumlah kalori sepiring nasi (kira-kira 204 kalori) sebagai patokan. Jadi untuk informasi tadi dengan cepat ditanggapinya dengan, "Daripada ngebir, mending sekalian makan nasi dah. Tinggal nambahin 50-an kalori lagi."
Etapi... Adam kan nggak mesenin lo bir, suara dalam dirinya mengingatkan.
Saras K : Kalo whiskey sour kalorinya berapa?
Oza Prime : Bentar, gue cek dulu.
Oza Prime : 175 kalori.
Saras K : Hah? Kok malah lebih banyak dari bir dan wine?
Oza Prime : Penjelasannya langsung gue copas aja ya:
Oza Prime : "A classic whiskey sour made with real ingredients like lemon juice, sugar, and egg whites clocks in at around 175 calories."
Saras K : Shit. Bisa buat sekali makan itu.
A.k.a. selisihnya TIPIS BANGET dengan kalori sepiring nasi.
Oza Prime : Memangnya kamu lagi di mana sekarang, pake acara minum segala?
Saras K : Gue diajak temen ke acara ulang tahun majalah gitu. Dan seperti dugaan lo, it has open bar. I'm standing next to it right now.
Oza Prime : Ouch. Pasti menggoda banget itu.
Saras K : Nggak juga sih. I'm a social drinker, cuman minum di saat-saat tertentu aja. Dan gue biasanya minum aja, nggak pake nanya segala kalorinya berapa kayak gini. Dan sekarang gue jadi ilfil banget sama si whiskey sour. Berasa kayak diincar 175 kalori dari kejauhan.
Mungkin reaksinya akan berbeda seandainya tadi memesan wine. Tapi ini whiskey sour—dan nggak tahu juga dia bakalan suka atau nggak.
Oza Prime : Or, just a suggestion, you can enjoy the party without drinking.
Saras K : Iya sih. Tapi nggak enak juga, karena udah terlanjur diambilin. Jadi gue bakalan minum, tapi cuman sedikit. Seteguk. No, cuman basahin bibir aja. Gimana?
Oza Prime : Don't be so hard on yourself. Kalo emang pengen banget, diminum aja. Cuman konsekuensinya, kamu harus ekstra kerja keras di gym besok.
Matanya langsung melotot karena membaca pesan barusan. The fuck?!
Saras K : Wowowowowow, wise but cruel?! Baru kali ini gue ketemu orang dengan kombinasi nggak biasa kayak lo.
Oza Prime : Hahahahahahahahaha, aku kan cuman berusaha bikin kamu berhenti merasa bersalah.
Saras K : Lo sih gampang bilang gitu karena nggak lagi ada di posisi gue. Which reminds me. Emangnya lo nggak keluar atau minimal hangout di mana gitu sama temen-temen malam Minggu gini?
Oza Prime : Justru karena kepengen menghindari kalori kosong makanya jadi lebih nyaman tinggal di rumah aja pas malam Minggu.
Bener-bener nggak nyangka, Oza ternyata ikan kering juga seperti dirinya.
Saras K : Serius? Emang nggak mati gaya apa bengong di rumah kayak gitu? Gue juga anak rumahan, tapi nggak pernah ngerasa kesepian karena ada kucing gue yang selalu menemani.
Oza Prime : Hmmm, paling nanti kalo bosan beneran, kayaknya aku bakalan nonton film Transformers. Atau animasinya, maybe? Transformers Prime available sampe season tiga di Netflix.
Saras K : Lo bener-bener suka banget ya sama Transformers.
Oza Prime : Apalagi Optimus Prime. He's my childhood idol—sampe sekarang pun masih.
Saras K : Sengefans-ngefansnya gue sama film atau acara TV, kayaknya tetep belum bisa ngalahin lo deh.
Kalo selebritis jelas pernah (a.k.a. her Livin' La Vida Loca era), yang membuat Saras cukup percaya diri untuk mengklaim dirinya nggak pernah ngefans sama film atau acara TV tertentu. Padahal selama ini dia punya daftar tontonan favorit, tapi rasa sukanya hanya diekspresikan dengan menontonnya berulang kali. Nggak pernah lebih dari itu.
Oza Prime : Mungkin karena belum ketemu aja yang bikin kamu terobsesi berat. Boleh percaya boleh juga nggak, aku bisa dibilang termasuk normal lho sebelum diajak temen nonton Transformers-nya Michael Bay di bioskop. My life was really changed after that.
Saras K : Doain aja nggak akan pernah sampe kayak lo, hahahahahaha!
Saras K : Here it comes. 175 kalori gue otewe kemari. Ugh!
Saras mengawasi Adam saat berjalan kembali ke arahnya, kali ini dengan dua gelas whiskey sour di tangan. Langkahnya effortless dan penuh percaya diri, nggak heran langsung menarik pandangan kagum dari segerombolan kecil cewek nggak jauh dari kerumunan di bar. Tapi alih-alih menanggapi, tatapan cowok itu seperti tak lepas dari dirinya. Saat akhirnya sampai ke kursi Saras, Adam menyunggingkan senyum kemenangan, giginya yang putih dan rata tampak berkilauan dalam cahaya remang-remang. Dia menyodorkan whiskey sour dari tangan kanannya untuk Saras, sentuhannya terasa lebih lama saat cowok itu melakukan kontak mata dengannya.
"Thanks."
"Sori ya, Sar, bikin lo jadi nunggu lama. Berhubung open bar, yang order minum pun banyak banget."
"That's okay." Dia menggoyang pelan whiskey sour di tangannya, mendengar es batu membentur pelan bagian dalam gelas. "Eh, ngomong-ngomong, sejak kapan lo suka minum whiskey sour? Apa ada trigger yang gue nggak tahu bikin lo berubah jadi sophisticated kayak gini?"
"Trigger apaan coba, hahahahahahaha!" Seseorang menabrak Adam dari belakang, membuat cowok itu mendekatkan tubuhnya ke Saras. Setelah menyesap minumannya, dia lalu menjelaskan, "Pertama kali disuruh nyobain sama temen, ternyata lumayan enak. Sejak itu, bawaannya pasti pengen mesen whiskey sour. Oh, dan bir deng. My love for beer is for forever."
Saras tersenyum—yang diinterupsi oleh nada getar handphone-nya.
Drrrt, drrrt.
"Bentar."
Oza Prime : Wait a minute. Are you on a date?
Saras K : Yes and no.
Oza Prime : ???
Oza Prime : Please explain.
Sambil geleng-geleng kepala, Saras mengetik cepat pesan balasan untuk Oza.
Saras K : Gue kasih penjelasan singkat aja yaww. Awalnya, gue datang ke party ini cuman sebagai plus one-nya temen gue.
Oza Prime : Temen apa temeeeen?
Saras K : Temen!
Saras K : Temen sekantor, to be exact. Tapi ya begitu nyampe di lokasi, dia malah bikin pengakuan. Ternyata dia ngajak gue karena nggak mau kalah skor sama mantannya. Dan bau-baunya nih kayaknya gue bakal pura-pura jadi pacarnya juga. Ugh, mental ikan kering gue bener-bener tertohok bangetlah pokoknya. I left my cat alone for THIS?!
Oza Prime : Atau... kamu bisa gunain kesempatan ini buat cek ombak. Siapa tahu dari cuman bohongan bisa diprospek jadi pacar beneran.
Say what now? Saras sampai membaca ulang pesan itu untuk memastikan dirinya nggak salah paham.
Saras K : Sepertinya nggak deh. Gue kenal dia lumayan lama. Gue nggak mau mempertaruhkan yang gue punya dengan dia buat sekadar 'what if'.
Oza Prime : Mungkin kamu hanya perlu melihat situasi ini dari sudut pandang berbeda.
Oza Prime : Imagine finding both love and friendship in one person. For me, that person is gonna be the best of both world. Perfect choice to stay permanently in my heart.
Eh, bener juga.
Tapi alih-alih memikirkan nasehat Oza tadi dengan serius, Saras malah sibuk memikirkan Adam yang berdiri di sebelahnya dalam radius cium. Bagi orang-orang di sekeliling mereka, gesture itu terlihat seperti pasangan yang sedang bermesraan di pesta. Padahal kedekatan itu nggak lebih supaya mereka bisa berbicara tanpa harus berteriak-teriak seperti tadi. Dan bonus tambahan, mungkin sekalian bikin mantan Adam cemburu juga.
Dia pun menegakkan tubuhnya supaya bisa bertukar pandang langsung dengan Adam. "So tell me about your ex," ujarnya.
"Really? Lo beneran pengen tahu atau cuman kepo aja?"
"Nggak dua-duanya," katanya sambil menggeleng. "Tapi Sun Tzu pernah bilang, 'Jika kau mengenal musuh dan mengenal dirimu sendiri, kau tidak perlu takut akan hasil dari ratusan pertempuran.' Nggak peduli rela atau nggak ditempatkan dalam situasi ini, for me this still counts as a battle. And I love to win."
Adam lalu cerita, awalnya kenal Suri gara-gara cewek itu sering ke department store di mall yang berada nggak jauh dari kantor redaksi Visage. Beberapa kali mampir ke toko Klimt Luxury yang berada tepat di sebelahnya, tapi hanya cuci mata saja—nggak pernah membeli apa pun. Adam bilang, dia merasakan sesuatu yang spesial dari cara cewek itu menatapnya dari kejauhan. Tapi alih-alih langsung menuntaskan rasa penasarannya, dia menunggu sampai dua minggu lebih baru memberanikan diri untuk datang menghampiri dan mengajak Suri mengobrol. Basa-basi jadi kenalan. Dari obrolan ringan seputar jam tangan, berlanjut jadi tukar-tukaran nomor handphone.
The rest is history. Mereka berkencan sebulan lebih sebelum Adam memutuskan untuk menyatakan perasaannya. She said yes. Cowok itu bilang, hubungan mereka adalah lima bulan paling menyenangkan yang pernah dia rasakan seumur hidupnya.
"If she's that perfect, why did you broke up with her?"
"Harusnya gue punya jawaban pasti. But the truth is, I really don't know. Nggak ada berantem-berantem, juga masalah yang memicu untuk putus. Dan, by the way, yang mutusin dia—bukan gue." Adam menunduk, menatap cairan kuning di gelasnya, dan mendesah. "Suri cuman bilang, 'The relationship runs its course. Jadi daripada bikin cinta di hati berubah jadi benci, lebih baik kita udahan aja.'"
"That is soooo bullshit! Dia kira dia siapa? Nora Ephron?" Saras terdiam beberapa saat, lalu bertanya lagi, "Hold on. Mantan lo. Dia butuh berapa lama sampe pacaran sama yang itu?"
"Gue nggak tahu pasti."
"Think!"
"Hmmm, kayak satu bulanan gitu?" Tapi suaranya terdengar kurang yakin. "Eh, nggak deng. Mereka langsung Instagram official sekitar tiga mingguan setelah putus."
"Hmmpf. Berarti dia bukan tipe yang tahan menjomblo lama—noted."
Adam mengernyit. "Maksudnya?"
"Gue nggak tahu sedalam apa perasaan lo sama cewek ini, tapi saran gue mending lo lupain aja," kata Saras sambil menepuk pelan dada Adam. "Clearly, di akhir hubungan kalian cewek ini udah deket juga sama pacarnya sekarang. Nggak tahu selingkuh atau cuman situationship ya, yang jelas dia nggak butuh waktu lama buat jadian sama cowok itu."
Kedua alisnya terangkat kompak. "Gue... nggak pernah mikir sejauh itu."
"That's okay. Tapi seenggaknya sekarang lo bisa buang jauh-jauh keinginan buat balikan lagi sama dia."
"Gue... nggak...."
"Oh please," potongnya cepat. "Gue tahu nanti lo bakal ngenalin gue sebagai cewek baru lo. Bener kan?"
"Sori."
Adam tak berkata apa-apa lagi, tapi malah mendekat sedikit dan meletakkan tangannya di pinggang Saras; tangannya yang lain memegang gelas whiskey sour yang tersisa setengahnya. Cewek itu balas mendekatkan wajahnya ke lekukan leher Adam dan melihat ke bahunya. Dia benar-benar nggak tahu apa lagi yang harus dilakukan dengan tangannya yang bebas, jadi dia meletakkannya hati-hati di bisep cowok itu, sementara mereka berdiri sambil berpelukan ringan. Sekarang gantian parfum yang dipakai cowok itu menambah komplikasi situasi yang sama-sama mereka hadapi. Nggak peduli seperti apa cara Saras untuk mengalihkan perhatiannya dari aroma segar mint, bercampur rempah-rempah dan geranium yang menguar dari kulit Adam yang panas, tapi wajahnya terlalu dekat untuk mengabaikannya. Meskipun dia sangat familier dengan parfum Frederic Malle yang dipakai cowok itu, dicium dari jarak sedekat ini berhasil membangunkan indranya. Which feels so, so wrong.
Saras pun memutuskan untuk terus berbicara. "Percuma aja menyangkal. Gue familier banget soalnya sama trik kayak gini. Lo pengen bikin Suri cemburu, terus mikirin ulang tentang relationship-nya sekarang. Tapi lo salah." Saras geleng-geleng kepala. "Dia nggak akan mau balik sama lo. She already traded you with someone better."
Dan bodohnya, bukannya menggunakan kesempatan itu untuk menjauh, dia malah memberanikan diri untuk menghirup dalam-dalam aroma Adam lagi. Merasakan efek yang ditimbulkan oleh parfum cowok itu di setiap sel tubuhnya, yang membawa kesadarannya ke tempat yang hangat dan nyaman. Tapi sebelum benaknya menciptakan khayalan yang jelas di kepala, Saras menyadari kalau cewek ber-checkerboard dress sedang berjalan ke arah mereka.
"Speak of the devil, dia datang kemari," bisiknya. "Be cool."
"Oke," balas Adam tepat sebelum Suri menepuk bahu cowok itu. Dia berbalik, tapi satu tangannya tetap melingkari pinggang Saras.
Game on, batinnya.
"Adaaaam!" Suaranya melengking dan kentara sekali dimanis-maniskan. Mengingatkan Saras pada istri teman paduan suara Papa yang datang ke rumah untuk mengajak Mama ikutan MLM dan jadi downline-nya. "Tahu nggak, aku tuh sampe ngucek-ngucek mata di dance floor tadi, saking mau mastiin kalo itu beneran kamu. Dan ternyata beneran. How are you? Long time no see!"
"And miss the free drink? No way, hahahahahaha!" Suara tawa Adam cringe banget, asli. Oh God!
"Kamu ke sini sama siapa by the way?" tanyanya sambil menatap tajam ke arah Saras.
"Oh, sori, sori. Kenalin—"
"Halo, aku Saras," kata cewek itu sambil mengulurkan tangannya. "Kamu siapa namanya?"
"Suri. But you already know that, right?" kata cewek itu dengan kepercayaan diri tinggi. "He and I used to fuck."
Bukan mantan.
Bukan juga someone that I used to love—seperti judul lagunya Natalie Cole.
Suri memilih untuk mengenalkan diri dengan cara sekasar itu. Yang membuat Saras menyeringai risih—sekaligus tahu kalau dia nggak akan membiarkan Adam kalah skor dengan... Disney villain ini.
"Astaga!" Adam tampak nggak enak hati. "Aduh, sori banget ya, Sar, kalo lagi bercanda Suri kadang suka kelewatan."
Suri membekap mulutnya, yang membuat Saras menyadari ekspresi di matanya. Untuk ukuran orang yang sedang terkikik seriang itu, binar matanya malah tampak datar bahkan cenderung sedang menjengkal dirinya secara terang-terangan.
"Nggak usah diambil hati ya... eh, siapa tadi nama kamu?"
Saras menatapnya lekat-lekat dan cukup lama. Adam juga menyadari ketegangan di antara mereka berdua tapi terlalu takut untuk menginterupsi. "Suaramu kecil banget tadi—kalah sama musik di sini," balas Saras. "Sori aku nggak bisa denger apa pun yang kamu bilang tadi. Bisa tolong diulangin nggak?"
"Aku tadi bilang—"
Saras tiba-tiba menepuk tangan kencang—Chef Slowik style—yang membuat Suri terlonjak di tempatnya berdiri. "Oh iya, ngomong-ngomong, Ri... mumpung ketemu sama kamu di sini, aku sekalian mau minta maaf."
Matanya menyipit curiga. "Minta maaf soal apa?"
"Minta maaf karena aku udah ngerebut dia dari kamu." Suri kaget, tapi sebelum berhasil memikirkan comeback, Saras meneruskan ucapannya dengan cepat, "And thank Gooood kamu udah punya pacar sekarang! Semoga aja itu cukup buat ngobatin kangenmu sama Mr. Big-nya Adam."
Adam langsung tersedak whiskey sour yang sedang diminumnya.
"To be honest, Girl, I really don't know how you do it 'cause his dick is like a prescription drug. Meskipun tahu dosis maksimum itu cuman tiga kali sehari, tapi dengan Adam bawaannya pengen lagi dan lagi. Udah gitu staminanya unbelievable! Makanya, kalo lagi nginep di tempatnya, aku bahkan nggak kepikiran buat pake celana dalam. Jadi selalu siap sedia buat... tahulah." Saras terkikik mesum. "Ugh, he brings the worst in me. Tapi seandainya kami putus, kayaknya aku butuh di-exorcist deh, Ri, baru bener-bener bisa ngelupain dia."
Skak mat.
Suri nggak mengatakan apa-apa lagi. Hanya mendengus jijik, lalu melipir pergi.
Adam terbelalak nggak percaya. "Ho. Ly. SHITTT!"
"Sori. Too much ya?"
"Justru sebaliknya." Senyuman cowok itu semakin lebar. "You really save me, Sar. Sumpah, gue nggak tahu cara ngebales jasa lo malam ini."
"Berhubung gue masih terlalu muda buat nagih balas budi lo di akhirat, jadi mending sekarang aja." Melihat Adam menaikkan sebelah alisnya, Saras pun berkata lagi, "Gimana kalo lo nraktir gue di Sushi & Sake?"
"Siplah!" Tapi sejurus kemudian kening cowok itu berkerut seperti kulit jeruk purut. "Etapi lo kan lagi diet?"
"Berhubung nanti lo yang bayar, tentu aja gue nggak akan ngeborosin calorie intake gue dengan makan sushi yang banyak nasinya." Cewek itu menepuk bahunya beberapa kali. "You, my friend, will buy me lots and lots of sashimi."
Adam tertawa. "Okay. Kita pergi sekarang kalo begitu. Soalnya seingat gue restoran itu tutup jam sebelas."
"Hooo, kirain masih pengen stay."
"Di sini? Hell no." Cowok itu menggeleng tegas. "This party is dead to me. Yuk!"
Ngobrol empat mata (Bahasa Perancis)
Sumber: https://www.prevention.com/food-nutrition/g20433751/5-surprisingly-worst-drinks-youll-order-at-the-bar-this-summer/
Karakter antagonis di film The Menu.
Makanan khas Jepang yang terdiri dari ikan atau daging mentah segar yang diiris tipis-tipis dan biasanya dinikmati bersama kecap (diterjemahkan bebas dari Wikipedia).
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro