LAGI MIKIRIN SIAPA KOK BELUM TIDUR? PART 4A
HELLAWWWWW~~~
Jumpa lagi dengan novelnya Bangseeee~
Berhubung part ini agak panjang, jadi Bangse putuskan buat dibelah jadi dua. Kalian bisa menikmati kelanjutannya minggu depan. Eh terus mau ngomong apa lagi ya.
OH IYA!
Bangse hampir aja lupa ngasih tahu kalo LEMONADE, novel terbaru Bangse, udah terbit lho! Makasih buat yang udah preorder dan kalo belum, udah bisa order di Shopee & Tokopedia @kingkongbuku. It's my first book this year and I'm so proud of it.
Buat yang belum tahu, ini sinopsisnya:
THE ENEMY OF MY ENEMY IS MY FRIEND.
Pacarnya ketahuan selingkuh dengan... pacar Hala.
Nggak hanya patah hati, Sana juga sangat-sangat marah.
Dan ketika kemarahan membubung tinggi di dalam dirinya,
cewek itu hanya kepikiran satu hal: balas dendam.
Apa lagi kalau bukan berpura-pura pacaran dengan Hala
di depan hidung kedua mantan mereka?
Rencana yang simpel dan juga mudah dilakukan.
Nggak perlu takut cinlok juga karena Hala bukan tipenya SAMA SEKALI.
Meskipun aslinya luar biasa seksi,
Sana tahu betul bukan cowok seperti itu yang cocok diajak berkomitmen serius.
Hala juga sama, terang-terangan bilang
kalau dia nggak mungkin tertarik dengan Sana.
His exact words are: "It's because you're too nice, Sana, and I'm too dirty."
ERRR... WHAT'S THAT SUPPOSE TO MEAN?!
Anyway, sejauh ini rencananya berjalan lancar.
Hala adalah pacar pura-pura yang menyenangkan...
yang belakangan berubah jadi masalah besar.
Sana seperti kecanduan, nggak bisa berhenti memikirkan cowok itu.
Dan semakin sering menghabiskan waktu bersama,
semakin besar risiko dirinya jatuh hati pada cowok itu.
Jadi apa yang sebaiknya Sana lakukan?
Mampukah dia meyakinkan Hala untuk
mempertimbangkan kemungkinan untuk berhenti berpura-pura?
Atau jangan-jangan... cowok itu malah akan jadi patah hati keduanya tahun ini?
Selamat menikmati LAGI MIKIRIN SIAPA KOK BELUM TIDUR, BB!
empat
MY EX AND I BROKE UP FOR A RELIGIOUS REASON.
SHE BELIEVES THAT SHE'S SENT FROM HEAVEN, BUT I DON'T.
Saras mengetikkan Retro Disco Outfit di kolom Google Image dan dalam hitungan detik serenceng referensi pakaian memenuhi layar handphone-nya. Sebagian besar adalah kostum Halloween, which is bad news karena rencana awal hanya akan memakai yang ada di lemari pakaiannya saja. Saras sampai harus bolak-balik melihat pakaian yang terlipat dan tergantung di lemari, membandingkannya dengan yang ada di Google Image. Nggak hanya jauh dari kata 'mirip', pakaian yang dia miliki biasanya nggak jauh-jauh dari dua kategori: antara untuk dipakai ke kantor atau nyaman buat di rumah. Bahkan ketika memberanikan diri untuk berbelanja di butik high end sekalipun, opsi yang tersedia di sana nggak jauh-jauh dari model basic—dengan ekstra aksen atau cutting di sana-sini untuk membenarkan harga mahalnya.
Ketika itulah telinganya mendengar suara bel rumah. "Iyaaa, bentar!" teriaknya dari kamar, lalu menyeret sandal bulunya ke pintu depan. Mendengar bel rumah bernyanyi nyaring sekali lagi meyakinkan Saras kalau tamunya pasti cowok yang sedari tadi dia tunggu.
Ketika pintu dibuka, Saras merasakan jantungnya sedikit berdebar-debar—membuatnya teringat kembali pada silly crush yang dia rasakan di tahun pertamanya di Klimt Luxury. Adam berdiri tegak menjulang seperti deskripsi male lead di novel romance, dengan bahu lebar dan tubuh atletis yang memenuhi kemejanya dengan sempurna. Rambutnya cokelat gelap, ditata berantakan tapi entah kenapa masih bisa terlihat rapi. Wajahnya tampak agak kasar karena janggut tipis yang tumbuh di sepanjang garis rahangnya. Mata cokelat tajamnya bertemu pandang dengannya dan dia merasakan dirinya hampir lupa caranya bernapas.
Silly crush, suara dalam dirinya mengingatkan. Naksir teman sendiri nggak hanya konyol, juga terbukti bodoh. Nggak hanya jelas-jelas bertepuk sebelah tangan, kemungkinan cowok itu melihatnya dengan cara yang sama dengannya semustahil mengharapkan matahari terbit dari barat. Antara capek dan mungkin tahu diri juga, Saras mengubur perasaan itu dalam-dalam. Membiarkan perasaan itu terkikis sedikit demi sedikit bersamaan dengan cowok itu ternyata punya bakat player. Dia bahkan yakin betul perasaannya kembali ke titik nol ketika hatinya tak terasa nyeri atau apa pun ketika mendengarkan Adam bercerita secara detail tentang malam yang dihabiskannya bersama hookup-nya di hotel.
"Gue janji lo nggak bakalan lama nunggunya. Beneran. Ini cuman tinggal ganti baju dan pake make-up—holy shit!" serunya ketika terlambat menyadari pakaian cowok itu. "Silau banget kemeja lo!"
Adam nyengir. "Kenapa? Too much ya?"
It's a satin paisley dress shirt—kayaknya gitu. Lampu depan rumahnya menegaskan kilap di bahan kemeja Adam. Dan cowok itu memadupadankannya dengan celana putih yang ketat banget di bagian pantat, nyaris seperti kulit kedua.
"Too much sih nggak, secara dresscode-nya emang retro disco. Tapi sumpah, lo nyolok banget njir! Like you're auditioned to be in the newest Austin Power movie."
Backhanded compliment itu ditanggapi dengan senyuman. "I'll take that as compliment—so... thank you. Etapi, ngomong-ngomong, malam ini lo pake kostum apa?"
Roda di otaknya berputar cepat. "Gue nggak beli kostum apa pun, cuman make yang gue udah ada aja. Tapi setelah ngeliat lo kayak gini, sepertinya keputusan gue jadi final. Kayaknya gue bakal make jumpsuit yang bahannya bling-bling gitu."
"Sounds great," kata cowok itu manggut-manggut.
"I sure hope so. Secara itu acaranya Visage, doain aja gue nggak dipandang hina sama orang-orang di sana."
Adam terkekeh saja.
Saras kembali ke kamar. Membuka akun Spotify dan ujung telunjuknya random memilih "Milkshake"-nya Paulina Singer—cover lagunya Kelis yang tahunya gara-gara season kedua Hunters.
♪ "מיין מישמילך ציט אלע בחורים אריין
מאכט מען, סאיז בעסער פון דיינס—" ♬
Nggak tahu gimana caranya, tapi lagu itu otomatis menciptakan atmosfer baru di kamarnya. Gives her extra cunt or something. Dan meskipun clearly nggak tahu bahasa Ibrani, lagu itu selalu membuatnya masa bodoh dan bernyanyi gibberish. Bahkan sesekali sambil menari seksi juga.
"Rumah lo gede juga."
"Apa?" Saras mengecilkan volume suara laptopnya dengan cepat.
"Rumah lo gede juga," ulang cowok itu dari ruang tamu.
"Thanks. Tapi ini rumah peninggalan Oma gue, bukan hasil keringat sendiri," jelas Saras sambil sedikit bercanda. "Papa sebenarnya nyaranin gue buat tinggal di rumah yang di Sunter, tapi gue justru nyaranin buat dikontrakin aja. Dan gue putuskan buat pindah kemari."
"Lho, kenapa?"
"Entahlah." Saras angkat bahu. "One thing for sure, Sunter kan lumayan jauh dari kantor. Kebayang pulang-perginya bakalan secapek apa. Dan lagi, ngebarin rumah kosong di Jakarta? That's just stupid. Mending dikontrakinlah, lumayan ada pemasukan dari situ."
Setelah mematikan laptop, Saras memulas bibirnya dengan lipstik matte, mencebik beberapa kali di depan cermin, lalu meraih cepat evening bag bertabur rhinestone Alexander Wang saat keluar dari kamar.
"What do you think?" tanya Saras saat menemui Adam di ruang tamu. Cowok itu ternyata sudah bertemu dengan Bumblebee. Tapi seperti biasa, kucingnya itu selalu bertingkah seperti asshole ke siapa pun tamu yang datang ke rumahnya. Sekarang juga begitu. Bumblebee mendesis sangar, membuat Adam refleks menjauhkan tangannya.
"Euh, you certainly match the party theme," kata cowok itu, masih terpukul karena reaksi kucingnya tadi.
"Nggak lebay?"
Adam menggeleng. "Manalah gue berhak bilang lo lebay, sementara gue duduk di sini, di ruang tamu lo, dengan kemeja satin dan celana bell bottom.
Saras balas nyengir, lalu kepikiran mengecek ulang isi tasnya. "Handphone, check. Charger, check. Dompet, check. Breath mint, check."
Adam menadahkan tangannya. "Mau dong satu."
"Gue kasih dua deh. Satu buat jaga-jaga."
"Thanks. Berkat lo, gue nggak bakalan insecure kalo diajak cewek ciuman di pesta nanti."
"Kalo gitu gue kasih tiga," kata Saras. "Yang satu buat dimakan sekarang—karena denger-denger permen mint bagus buat nyadarin otak supaya berhenti halu."
"Hahahahahahaha!"
Langkah mereka hampir bersamaan saat keluar dari rumah, lalu melewati anak tangga yang mengarah ke driveway.
"Betewe, kita ke sananya naik apa?" tanya cowok itu.
"Naik mobil guelah." Yang membuat Saras teringat pertanyaan yang selama ini lupa dia tanyakan. "Which reminds me, sampe sekarang seriusan lo masih nggak kepikiran buat punya kendaraan sendiri."
Adam menggeleng tanpa ekspresi.
"Seriusan? Nggak repot?"
"Repot gimana? Kan ke mana-mana bisa tinggal panggil taksi online aja, atau naik ojek kalo gue nggak keberatan rambut gue jadi berantakan pas turun nanti."
"Buat pacaran juga?"
"Iyaps!" jawabnya sambil manggut-manggut.
"Nggak boros tuh sering-sering manggil taksi online?"
Adam tersenyum. "Apa perlu gue ingetin lagi kenapa berat badan gue susah naik?"
Saras menyeringai ngeri. "Noooooo thank you!"
Adam mengikuti Saras ke garasi, membuka pintu penumpang, lalu duduk di sebelahnya. "Lagian, beberapa dating app sekarang kan dilengkapi fitur radius. Gue bisa nyari hookup selemparan kolor dari apartemen, jadi jatuhnya tetep irit."
"Oh wow. TMI, but okayyy...." Ketika itulah Saras menyadari ada yang aneh dari statement Adam barusan. "Wait a minute. Lo ngapain make dating app segala padahal jelas-jelas lo udah punya pacar? Are you cheating on her?"
"Hell no!" serunya sambil mendengus. "Mungkin ini kedengaran absurd di telinga lo, tapi gue orangnya setia. Gue tahu banget kayak gimana sakitnya dibohongi orang yang gue sayang, jadi mana mungkin gue malah ngelakuin itu ke orang lain. Dan tentang hookup tadi, simply karena gue emang lagi single. Just like you." Cowok itu sengaja menegaskan kalimat terakhir saat tatapannya beralih ke Saras.
"Again with the single thing." Mobil Saras mengarah ke jalan besar di depan rumah dan dengan cepat bergabung bersama kendaraan lainnya di sana. Nggak mau garing sepanjang perjalanan, dia lalu menghubungkan handphone-nya dengan bluetooth mobil. Dan sekali lagi lagu kesukaannya terdengar nyaring dari speaker.
"Kok yakin banget sih lo kalo gue emang nggak punya pasangan?" tanya cewek itu sambil mengurangi volume suara di touchscreen double din stereo mobilnya.
Adam mengernyit. "Karena lo juga nggak berusaha keras untuk menyembunyikannya kan?"
"Hah? Am I being that obvious?" Mulutnya ternganga nggak percaya. "Apa ada sesuatu dari tampilan gue yang ngasih kesan 'I'm single as fuck'?"
"Nope. Gue cuman satu bukti dan itu udah lebih dari cukup."
"Bukti apa?"
"Profile picture lo, Sar," jelas cowok itu. "Cewek-cewek lain biasanya majang foto berdua suami atau pacar, atau anak mereka. Tapi lo malah bangga banget majang foto kucing lo di WhatsApp. Dan kalo itu masih dirasa kurang, lo juga nyebut kucing lo sebagai anak lo."
Saras mengajungkan jari tengahnya. "Babiks!"
"Hey, don't shoot the messenger. Kan lo sendiri yang nanya tadi."
Dia nggak mengatakan apa-apa lagi, membiarkan saja Paulina Singer mengambil alih keheningan di dalam mobil itu.
♪ "מיין מישמילך ציט אלע בחורים אריין
מאכט מען, סאיז בעסער פון דיינס—" ♬
*
Too Much Information
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro