Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

LAGI MIKIRIN SIAPA KOK BELUM TIDUR? PART 13B

hENLo~

It's me again, your sleeping paralysis demon wkwkwkwk.

Bangse update-nya pas kelen masih bobok manjah. *ketawa ivlish*

Kalian aktifnya pagi (or very early like me) atau malam? What's your fave thing to do in your active hour? Bangse demen nonton. Thank God sekarang zaman streaming, jadi sekarang bisa nonton sepuaspuasnya tanpa harus ketemu orang. 

Seperti biasa, tak lupa Bangse mengingatkan untuk nge-vote dan drop komen kalian. It surely helps (and warm my chilly heart, hihihi!)

BONE APPLE TEA, SAYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAANGGGGGGGGGGGGGGG!


--



Setelah bergoyang gila-gilaan di lantai dansa, Puan berbisik di telinga, bilang kalau dia pengen pipis. Temannya itu lalu menggiring Saras ke kamar mandi, sementara Kosen menunggu sabar di luar dengan tas tangan mereka.

Seperti yang tadi Saras bilang, ini kali pertama dia datang ke club high-end kayak Babylon—jadi bayangkan sekaget apa cewek itu saat masuk ke toiletnya. Interiornya bermandikan cahaya keemasan yang lembut, dinding dan langit-langitnya dihiasi dengan marmer Italia yang berkilauan dalam cahaya. Tak lama Saras mengernyit bingung karena mengenali aroma yang baru saja disemprotkan oleh pengharum ruangan. Seelit-elitnya club ini, masa iya sih pengharum ruangannya pake Baccarat Rouge 540? pikirnya dengan kening berkerut.

Tapi alih-alih memikirkan soal itu lebih lama lagi, Saras buru-buru mengeluarkan handphone dari sakunya. Dia kepengen, no, butuh curhat sama Oza.

Saras K : Oh fuck! I'm in a deep trouble.

Oza Prime : Lho, kenapa?

Saras K : Tadi dengan bodohnya ngakuin kalo gue lagi jomblo. Dan temen-temen gue langsung bikin keputusan sepihak: bikinin semacam speed dating dadakan di club malam ini. Pacarnya temen gue bakalan datang bawa banyak temen-temennya yang masih single kemari.

Drrrt, drrrt.

Oza baru saja mengirim balasan:

Oza Prime : Damn, that's messed up!

Oza Prime : Kalo memang nggak suka, aku bilang sih mending kamu pulang aja. Tapi mau pamitan dulu atau nggak sama mereka, itu terserah kamu.

Saras K : Nggak.

Oza Prime : Lho, kenapa?

Saras K : 'Cause it's rude. Dan pada dasarnya niat temen-temen gue ini baik. Gue cuman nggak suka aja dengan asumsi mereka, gue jomblo karena nggak ada yang tertarik sama gue.

Saras K : Tapi udahlah ya. Dihadapi aja. Gue anggep aja itung-itung kesempatan kenalan dan punya temen baru.

Oza Prime : Hooo, baiklah. If you say so.

Saras K : Enough about me. How about you? Lagi ngapain di sana?

Oza Prime : Lagi keluar juga. Nonton temenku manggung live di kafe.

Saras K : Sounds fun. ♥︎ Wish I was there.

Oza Prime : Teleportasi atau pake pintu ke mana sajalah!

Saras K : Hahahahahaha, untuk ukuran lagi ngafe, justru lo yang kedengerannya kayak lagi mabok. Dah dulu ya. Gue dah kelewat lama berdiri di depan wastafel, orang-orang di sini bisa ngira gue bagian dari dekorasi lagi.

Oza Prime : Hahahahahahahahahaha! Have fun, Shizuka!

Saras K : You too, Nobita~ (>▽<)

"Kenapa tuh senyum-senyum?" Saras tersentak kaget ketika Puan tiba-tiba saja berdiri di belakangnya.

"Hah? Nggak kok," katanya sambil refleks menjauhkan handphone-nya dari temannya itu. Puan menyadarinya juga, makanya tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala.

"Lo nyadar nggak sih, dari tadi berdiri di depan kaca?" katanya sambil melirik ke cermin besar di depan mereka. "Muka lo ah-viously terpantul di situ."

"WhatsApp-an sama temen doang," katanya sambil pura-pura fokus pada tatanan rambutnya. Nggak terlalu meyakinkan, tapi paling nggak dia jadi punya alasan untuk menjauh dari Puan. Satu hal yang selalu dia ingat dari cewek itu adalah kemampuannya mengendus bullshit dari lawan bicaranya. Itu sebabnya SPG di department store nggak lagi terpikir untuk merayunya dengan sweet nothing dan so-called promosi in-store. Yang bikin Puan juga nggak punya banyak mantan—cowok-cowok itu keburu gugur di fase pedekate. "Ada yang lucu, ya gue ketawa."

"Ganteng nggak?"

Jemarinya mendadak berhenti di sisi wajahnya. "Ganteng?" Matanya melirik bayangan Puan di cermin. "Kenapa asumsi lo gue lagi chattingan sama cowok?"

Cewek itu memutar bola matanya. "Oh puh-leez! Lo bisa bohongin siapa aja, tapi bukan gue. Karena kita kenal cukup lama, Sar. Dan even bales-balesan chat sama gue pun, berani taruhan, nggak sekali pun gue bikin ekspresi lo cute dan manis kayak tadi."

"Beneran cuman temen, Wa."

"Zaman sekarang, My Darling Betch, temen pun banyak kategorinya: true friends, friends with benefit, network opportunism, successful transition, accidental friends-turned-boyfriends, failed transition, and even transition out."

"Kecuali dua yang disebutin paling awal, gue nggak pernah denger istilah lo sebelumnya."

"Uh-uh."

Strange.

Biasanya Puan akan terus mencecar sampai dia menyerah dan mengatakan semuanya—tapi sekali ini nggak. Cewek itu hanya manggut-manggut, mengecek riasannya sebelum keluar dari toilet.

Puan percaya sama omongan gue barusan atau....

Saras nggak meneruskan pertanyaan di kepalanya itu. Antara terlalu takut dan sedikit waswas.

Shit-lah!

*

Spotted on the dance floor: seorang cewek yang gerak-geriknya menarik perhatian semua orang. Puan nggak hanya terlihat modis dalam balutan dress Mugler-nya, rambutnya yang panjang tergerai bergerak bebas bersama tariannya. Gerakannya anggun dan effortless, seolah menari adalah pekerjaannya sehari-hari. Kosen juga menari nggak kalah semangat, tapi tetap nggak bisa menyaingi pesona temannya itu di lantai dansa.

Keduanya seperti lupa dengan rencana mereka sejam yang lalu. Antara track Ava Max yang terlalu seru untuk dilewatkan, atau mereka kompakan masa bodoh dengan fakta kalau Wira nggak kunjung kelihatan batang hidungnya.

Ketika DJ membuat drop sebagai pengganti transisi ke track berikutnya, Saras memutuskan untuk mencolek Kosen dari belakang. "I need a drink," akunya. "Mau ikut nggak?"

"Kenapa nggak naik aja? Minuman di meja kita kan masih banyak."

"I'm in a mood for more of a sweet cocktail. Lo mau juga nggak?"

"Nggak usah. Lo aja."

Saras sempat terpikir untuk bertanya ke Puan juga, tapi cewek itu terlalu asyik menari. Okay then, pikirnya sambil berbalik dan berusaha menembus lautan manusia di lantai dansa. Di tengah usahanya itu, sepatu hak tingginya nggak sengaja tersangkut di permukaan lantai dansa yang nggak rata. Dia mengulurkan tangan, menggapai-gapai orang-orang yang berada tak jauh darinya, tapi mereka terlalu fokus pada kesenangan mereka sendiri sehingga tak sempat memperhatikan penderitaannya.

Dengan setiap langkah, Saras tampak semakin putus asa. Gerakannya semakin tak menentu seolah-olah dia terjebak dalam mimpi buruk, yang membuatnya tak punya pilihan apa pun selain melarikan diri.

Ketika akhirnya berhasil mencapai tepi lantai dansa, cewek itu berhenti dan menoleh ke belakang, seolah-olah mengucapkan selamat tinggal pada kerumunan yang menguras energinya habis-habisan. Tapi saat berbalik untuk pergi, tiba-tiba dia dilanda gelombang pusing, kesadarannya tenggelam bersama musik ingar-bingar dan energi di sekelilingnya.

Saras terhuyung-huyung ke depan, sekali lagi mencoba meraih pegangan, dan nggak sengaja menabrak sosok berdada bidang dalam balutan kaus pas badan. Cowok itu berhasil menangkap Saras sebelum benar-benar jatuh, menahannya dengan stabil hingga dia mendapatkan kembali keseimbangannya.

"Maaf, maaf," ucapnya dengan suara lirih, nyaris ditenggelamkan oleh irama mengentak-entak dari speaker. Saat mendongak, cewek itu tersentak kaget. "Whoa. Adam? Ngapain lo di sini?"

"Main Pokemon Go," jawabnya sarkas. "Ya sama kayak lo-lah: clubbing."

"Oh really?" Saras menatap cowok itu sekali lagi. "Tapi ekspresi lo kayak nahan derita atau gimana gitu. Something's wrong? Apa jangan-jangan lo ketemu mantan lo lagi di sini?"

"I'm not THAT lucky." Cowok itu menggelengkan kepala. "Tapi tebakan lo bener. Gue emang lagi bad mood, tapi percuma aja berusaha mancing gue supaya cerita. I don't wanna talk about it."

"Okay then. Temen-temen lo yang lain lagi di mana?"

"Gue sendirian."

"Serius? Bahkan gue yang nyaman ke mana-mana sendirian aja nggak pernah terpikir buat kemari tanpa—" Saras tiba-tiba mengatupkan mulutnya. Sepertinya dia mulai memahami kenapa cowok itu bad mood kayak gini. Clearly, dia datang bersama seseorang, tapi entah apa yang terjadi sampai mereka memutuskan untuk memisahkan diri.

So..., a case of date turned sour?

Saras menyipitkan mata. Meskipun sempat terpikir dua atau tiga kemungkinan lain, dia memutuskan untuk menepikan semuanya dan mengganti topik pembicaraan. "Kalo gitu, gimana kalo lo nemenin gue ke bar buat mesen minuman, abis itu gabung sama temen-temen gue yang lain? Gue berani jamin, mereka nggak bakalan gigit."

Adam tersenyum. "Mending jangan deh. Nggak enak nanti sama mereka."

"Nggak perlu khawatir. Karena nanti bakalan rame banget—mereka bawa temen juga soalnya."

"Oh gitu. Baiklah."

Saras memesan cocktail yang dijamin nggak bakal bikin gendut bernama... skinny mojito. Rekomendasi bartendernya langsung waktu tadi bilang kalau dia sedang diet. "Bedanya apa sama regular mojito?" tanyanya sedikit kepo.

"Yang ini nggak pake gula atau simple syrup. That's why it's only 100 calories." Seperti bisa membaca pikirannya, bartender itu berkata lagi, "Cowok gue juga sangat berhati-hati dengan kalori hariannya, dan ini adalah go to drink-nya setiap kali datang kemari."

"Gue pesen satu kalo begitu. Thank you," katanya sambil menyodorkan kartu kredit.

Baru saja ketemu lagi dengan Adam, ada pesan masuk dari Puan.

+6283160163xxx : Girl, where r u? Gue sama Kosen udah balik ke meja kita tadi. Wira dan temen-temen single-nya juga sebentar lagi mau nyampe. Siap-siap buat kita comblangin yewww!

Saras mengerang bete saat membacanya.

Saras K : Woohoo, so excited.

Saras K : NOT!

"Kenapa, Sar?" tanya Adam saat menoleh padanya.

"Nanti gue ceritain. Temen-temen gue ada di lantai dua sekarang."

"VIP section?" Cowok itu benar-benar kaget. "Oh wow! Jadi bener ternyata gosip yang gue denger dari orang-orang. Lo itu ternyata masih sodaraan dengan CEO kita."

"Yang kaya itu temen gue, jadi buang jauh-jauh rencana lo buat narget gue sebagai sugar mommy lo."

"Daripada itu, gimana kalo jadi mommy beneran? Bersedia nggak lo?"

Pertanyaan itu dijawab dengan sikutan keras tepat di bagian rusuk. Cowok itu pun meringis kesakitan sambil tertawa kecil. Asshole, pikirnya, meskipun akhirnya ikut tertawa juga.

Puan dan Kosen nggak bisa menyembunyikan kekagetan mereka saat menyadari kalau Saras nggak datang sendiri. Tapi Puan dengan cepat menguasai keadaan dan menyuruh Adam duduk di sebelah Saras. Basa-basi saat kenalan, yang dilanjutkan dengan sesi interogasi.

"Jadi, lo dan Saras sama-sama kerja di Klimt Luxury?"

Cowok itu mengangguk. "Cuman beda divisi."

"Asyik dong, bisa sering-sering ketemu," celetuk Kosen dari tepi gelasnya.

"Nggak juga. Tapi setiap kali ke kantor, gue selalu ngajak dia makan siang di luar. Tapi itu dulu ya. Sejak diet, Saras strict banget soal makanan."

Dia pun merasa harus menjelaskan, "Nggak cuman karena diet aja, Dam. Lo itu bad influence banget soal makanan," katanya sambil tertawa. "Karena segala jenis makanan bisa masuk tanpa konsekuensi apa-apa. Nggak kayak gue. Ugh, I blame my genetic."

"Kayaknya bukan karena itu deh, Sar," Kosen tahu-tahu menimpali. "Gue pernah baca di majalah, katanya semakin tambah umur, kita pun semakin sulit buat nurunin berat badan."

Mulutnya langsung membentuk huruf O. "That fucking hurts, Sen! Nggak ada angin, nggak ada hujan, tiba-tiba aja lo ngatain gue tua."

Kosen dan yang lainnya sama-sama tertawa.

"Kalo gitu, Dam, gue pengen tahu sesuatu," kata Puan setelah tawa mereka mereda. "Kira-kira lo tahu nggak kenapa Saras senyum-senyum sendiri pas liat handphone-nya?"

"Easy. Pasti karena trainer-nya."

Kedua tangan Saras mendadak dingin. "ADAM!" serunya nggak percaya.

"Tapi emang bener kan? Dan bukan cuman gue aja yang merhatiin. Sejak kenal dan deket sama trainer lo itu, lo nggak ada bedanya sama remaja yang baru punya gebetan, bawaannya nempel terus ke hape. Balas-balas pesan WhatsApp-lah, kadang teleponan juga. Dan nggak jarang gue ngeliat lo ngelakuin keduanya sambil tersenyum."

"My, my, Sar, ternyata lo tipe yang kayak gitu ya," sindir Puan sambil tersenyum nakal. "Jomblo tapi hatinya udah ada yang punya."

Meskipun nggak persis sama, omongan temannya itu mengingatkan Saras pada temannya yang satunya lagi. Teman yang masih awkward dengannya setelah momen chaotic di kafe dulu itu.

"And the fact that he's a trainer—pasti hot deh!" Kosen mencondongkan tubuhnya lebih dekat. "Mana fotonya? Gue mau liat."

Baru saja mau menjawab, tapi dia kalah cepat dengan Adam. "Saras aja nggak tahu muka cowok itu kayak gimana. Ketemu nggak, dikirimin fotonya juga nggak."

Holy shit!

Mulutnya menganga, tapi tak sepatah kata pun yang berhasil keluar.

Puan mengernyit. "Setelah diingetin berkali-kali sama CSI dan Criminal Minds, kok bisa sih lo se-careless itu?"

Posisinya benar-benar lemah saat ini. Berbohong pun jelas nggak mungkin, karena Adam pasti akan dengan senang hati mengoreksinya. So she decides to go with the truth route. "Awalnya, kami kenalannya di Twitter. Komunikasi selama ini seratus persen lewat WhatsApp, dan baru jalan tiga bulan kami juga teleponan."

Saras melirik ke Adam, mengira cowok itu akan mengatakan sesuatu. Ternyata dia keliru. Adam menyesap Grey Goose di gelasnya dengan tenang.

"Dan sejauh ini, nggak ada tanda-tanda dia nargetin gue atau gimana gitu. Dia beneran cuman mau bantu, nggak lebih. He's my—" Crush. Secret love. "—online friend."

"Ah, masa sih cuman temen?" tanya Puan sambil menyeringai. "Seriusan lo nggak punya perasaan apa pun sama dia?"

"Gue—"

"WIR, WIRA! DI SINIIII!" seru Kosen, berdiri sambil melambai-lambaikan tangannya dengan penuh semangat.

Untuk kali pertama, Saras bertemu dengan pacarnya Kosen. Di social media dia sama sekali nggak berusaha merahasiakan identitas seksualnya. Tapi, untuk alasan yang bisa dimengerti, dia langsung menutup bibirnya rapat-rapat setiap kali ada yang usil mencari tahu tentang pacarnya.

And here comes Kosen's gorgeous little secret; Wira adalah tipikal orang asing yang langsung menarik perhatianmu saat melihatnya di tempat umum. Tubuhnya tinggi dan atletis, dan mata cokelat tuanya yang tajam, memancarkan main character energy. Cowok itu mengenakan pakaian kasual tapi stylish; dengan kemeja putih yang pas melekat di otot-ototnya yang kencang, dan celana jeans berwarna gelap yang memetakan pinggulnya yang sempit. Saat mendekat, cowok itu balas menatap Kosen dengan tatapan memuja—an obvious tell that he loves him very much. Tapi sebelum Saras menganalisis pacar Kosen itu lebih lanjut, perhatiannya dengan cepat teralihkan pada lima orang cowok yang mengikutinya dari belakang.

Oh.

My.

Fucking.

God.

"Siap-siap buat kita comblangin yewww!"

Saras tersedak skinny mojito yang baru saja masuk ke mulutnya. Puan ternyata nggak main-main dengan rencana mak comblangnya!

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro