Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

LAGI MIKIRIN SIAPA KOK BELUM TIDUR PART 10A

Sebelum membaca part ini, tolong jawab pertanyaan Bangse: kalian pernah curhat soal masalah relationship kalian ke orang yang kalian duga punya feeling ke kalian nggak? 

Bangse pengen tahu apa yang terjadi selanjutnya. Is it turned out awkward apa gimana?

Eniweiii... seperti biasa, ditunggu vote dan comment-nya BB!


sepuluh

HANYA KARENA AKU ADALAH BELAHAN JIWAMU,

BUKAN BERARTI AKU PANTAS DICINTAI SETENGAH HATI.

Nona berdiri di depan jendela pantry, menyaksikan hujan turun di luar sore itu. Rinainya berat, tanpa henti, bagaikan tirai air yang menjuntai dari langit. Dia juga bisa mendengar suara tuk-tuk-tuk di atap, dinding, bahkan di kaca jendela.

"Awww, Jakarta ujan lagi. Third times this week," kata cewek itu ketika menyadari Saras baru saja datang dengan gelas kosong. Dia sudah minum kopi tiga gelas hari ini—dan sebentar lagi bakalan genap jadi empat. "And you know what, belakangan ini hujan selalu ngingetin gue tentang satu hal spesifik yang kurang dalam hidup gue."

Saras menyendok kopi, lalu menambahkan gula (dua sendok teh—just the way she likes it), sebelum meletakkannya di dispenser. "Your insanity?" celetuknya sambil memencet tombol HOT.

"Ha-ha. No! Cowok, Sar, cowoook!" koreksinya sambil tertawa. "Gue butuh seseorang dengan suhu badan yang mampu ngangetin gue di hari hujan kayak gini. Gue sampe bisa ngebayangin kami bakalan snuggling di sofa, manja-manjaan dan segala macam, lalu dia membisikkan sweet nothing di telinga gue. Lo sendiri juga tahu, di usia kita yang... udah nggak muda lagi ini, bisa dibilang kita imun sama gombalan cowok. Tapi karena dia cowok gue, gue biarin dia ngegombal sepuas-puasnya—dan gue akan menikmati setiap detiknya."

Saras menoleh. Nona memiliki bibir yang bisa dideskripsikan dengan istilah bee-stung lips, dan mata berwarna madu yang dalam. Cewek itu juga ramping sedari dulu, dengan sepasang kaki jenjang seperti sumpit. And thanks to her BOD—Bank of Daddy—pakaian kantornya selalu bermerek dari ujung kepala sampai ujung kaki. Seperti hari ini, dia menjatuhkan pilihan pada floral-print tiered midi dress yang tampak serasi dengan slingback pumps-nya René Caovilla. She looks like she belongs in a magazine editorial, not this sad-ass office pantry. Ditambah lagi, dengan semua yang dimilikinya, gimana ceritanya Saras bisa merasa senasib sepenanggungan dengan cewek itu?

Tapi alih-alih mengatakannya secara terus terang, dia memutuskan untuk menjawab dengan nada bercanda, "Tuh kan bener. Otak lo emang rada sedeng, Non. You need to see a doctor."

"Shuddup!" dengusnya sebal. "Hmmpf, salah gue sih. Harusnya dari awal gue sadar, lo itu bukan audience yang tepat buat ngomongin tentang cowok. Lo dah menyerah sepenuhnya di departemen itu."

"Excuse me?" Saras menaruh tangannya di dada. "Tolong ya dijaga bacotnya. Hanya karena gue nyaman single, bukan berarti gue dah nyerah soal jodoh."

"But you are, Sar," kata Nona, menunjuk cewek itu dengan ujung manikur Prancisnya. "And this is a fair question: kapan terakhir lo berinteraksi sama lawan jenis di luar urusan kantor?"

Saras berpikir untuk beberapa saat. "Adam!" serunya penuh kemenangan. "Kurang sering apa gue ngobrol sama dia, dan nggak selalu tentang kerjaan juga."

Nona menyeringai sedikit. "But he, in fact, IS your coworker," ujarnya mengingatkan. "Maksud gue cowok yang di luar Klimt Luxury-universe inilah!" Dan baru saja akan membuka mulut, Nona menambahkan lagi, "Dan yang nggak lo bayar."

Saras mengacungkan jari tengah. "Anjir. Lo kira gue pernah nyewa gigolo?"

"No. Tapi entah kenapa firasat gue bilang, lo bakal nyebutin nama sopir Grab or something." Cewek itu menggeleng kuat-kuat. "No, not them either!"

Dia berpikir untuk beberapa menit. Oh shit, kayaknya Nona benar, pikirnya ngeri. Gue terlalu nyaman jadi ikan kering sampe nggak kepikiran buat sekadar kenalan sama cowok di luar kantor. Not even as a friend.

Etapi... ngomong-ngomong soal temen

"Oh, ada!" Saras mengacungkan telunjuknya. "Gue sama trainer gue."

Nona memutar bola matanya. "Yang nggak lo bayar, Saaar!"

"Tapi gue memang nggak bayar dia. Dia nawarin diri buat bantu gue nurunin berat badan tanpa imbalan sepeser pun."

"Seriusan ada cowok model begitu?"

"Trainer gue contohnya," kata Saras sambil tersenyum bangga.

"Interesting." Nona menaikkan sebelah alisnya sambil manggut-manggut. "Tell me more about him."

To be honest, sebenarnya dia pengen-pengen amat cerita tentang Oza ke Nona. Bukan, bukan karena takut dia ember, terus nyebarin ke mana-mana. She's a lot of things but blabbermouth isn't one of them. Hal pertama yang terlintas di kepala—sekaligus yang sulit dijelaskan ke orang yang nggak tahu-menahu sejak awal—mereka ketemu di online. No, worse: in Twitter; surganya cerita orang-orang di-benching, di-ghosting, di-breadcrumbing, dan ing-ing lainnya. Udah gitu, dia juga malu mengakui ke Nona kalo dia ada hati dengan trainer-nya. Yang notabene nggak tahu mukanya kayak gimana. Yang notabene part deux juga sudah punya pacar. Bahkan kalaupun nanti mengakui fakta kalau hubungan mereka memang nggak lebih dari teman, Nona tetap bisa membaca jawabannya di wajah Saras.

Bahwa Oza memang istimewa dan Saras enggan berbagi dengan siapa pun.

Jadi apa yang harus dia lakukan supaya Nona nggak tahu isi hatinya yang sebenarnya? Since lying is really out of question, she can try to tell the story vaguely. Kasih yang basic-basic aja: kenalan di Twitter, diajak nge-gym bareng, juga berdiet yang sehat dan menyenangkan, yang berlanjut sampe sekarang. The end.

"Jadi kapan lo berencana kopdaran sama dia?" todong Nona tanpa basa-basi begitu dia selesai cerita. "Karena, jujur aja ya, Darling, bahkan setelah denger cerita lo pun, gue tetep ngerasa ada yang aneh tentang hubungan kalian."

"Nggak tahu. Mungkin suatu hari nanti." Safe answer, imbuhnya dalam hati. "Tapi gue nggak akan ngusulin buat ketemu kalo gue nggak cukup yakin kalo dia juga menginginkan yang sama."

"Oh, karena takut di-catfish ya?"

"Nggak," jawabnya cepat. "Oza nggak se-twisted itu."

"But still, Darling, kalian berdua ketemunya di internet. Aturannya udah jelas: lo nggak bisa percaya sama siapa pun dan apa pun yang keluar dari mulut mereka. Ditambah lagi mereka dibantu dengan camera filter, alter account, dan yang paling gue ngeri: deepfake." Tubuhnya merinding nggak suka. "Semua orang bisa mengakses tools itu, yang berarti siapa aja punya kesempatan buat nyembunyiin jati diri dan niat mereka yang sebenarnya. Even your trainer. Gimana kalo sebenarnya dia ngebohongin lo?"

Reaksi pertamanya adalah ingin balas nyolot dan membela Oza habis-habisan. Tapi alih-alih melakukan yang oh-so ah-vious itu, Saras memutuskan untuk balik bertanya, "Ngebohongin gimana maksud lo?"

"I dunno," katanya sambil mengangkat bahu. "Bisa jadi sebenarnya dia juga punya masalah berat badan juga kayak lo. Bedanya, dia terlalu males buat olahraga. So he lives through you. Dia nyemangatin lo supaya nurunin berat badan karena itu sesuatu yang nggak akan pernah dia lakukan."

Saras ternganga sampai nggak bisa berkata-kata. Masih mengerjap nggak percaya, cewek itu lalu berkata, "Girl, what? Bahkan kasus di CSI dan Criminal Minds aja nggak ada yang se-psycho itu."

Tapi Nona belum akan berhenti sampai di situ. "Atau... gimana kalo dia ternyata perempewi?"

"Gue beberapa kali ngobrol sama dia di telepon," jawabnya dengan keyakinan penuh. "Bahkan kalo pura-pura pun, suaranya kelewat maskulin jadi nggak mungkin banget dia cewek."

"Atau jangan-jangan dia kayak dokumenternya Netflix—duh, judulnya apa ya? Bentar, bentar." Nona meng-Google cepat nama acara yang dimaksud. "Ahhh, Tinder Swindler!" serunya tak lama kemudian. "Dia pura-pura akrab sama lo, tapi belakangan dia minjem duit dan karena kebaikannya selama ini lo nggak punya alasan buat nolak. Tapi kemudian, setelah duit lo ada di tangan, orangnya langsung blas nge-ghosting lo gitu aja."

"Gue juga nonton Tinder Swindler, by the way. Jadi gue inget betul M.O. cowok yang lo maksud; memikat korbannya dengan berpura-pura kaya." Nona mengangguk membenarkan. "Tapi, Non, dia nggak pernah berpura-pura jadi apa pun di depan gue. Nggak pernah bragging juga. Beneran kayak temen biasa aja."

"Ahhh, gue tahu sekarang!" Matanya berbinar-binar sambil tersenyum penuh arti. "Gimana kalo dia ternyata... Elon Musk? Jadi playbook-nya plek-plekan nyontek plot FTV dan drakor: pura-pura miskin biar lo nggak ngincar dia karena hartanya. Tapi setelah yakin dengan ketulusan lo—BAM!—Elon pun akhirnya berterus terang kalo sebenarnya dia yang punya Tesla dan Twitter."

Dia pun menarik napas panjang. "See? Gue bilang juga apa. Otak lo emang udah nggak beres, Non."

Handphone Saras berdering nyaring dari saku celana jodhpur-nya. Kirain penting, ternyata provider-nya sedang promo serial religi.

"Siapa?" Nona mendelik kepo. "Elon ya?"

"Gilak!"

Saras kembali ke mejanya. Meletakkan gelas kopi di atas meja, meminumnya, meletakkannya lagi, dan... terdiam cukup lama. Sejurus kemudian, dia mengeluarkan handphone dan mengirim pesan sangat, sangat penting via WhatsApp.


Saras K : Gue mau lo jawab jujur.

Saras K : Are you Elon Musk?

Oza Prime : Wait, what? Angin apa yang bikin kamu tiba-tiba se-random ini?

Saras K : Apa susahnya tinggal jawab iya atau nggak.

Oza Prime : Gini ya, Sar. Seandainya pun aku bener Elon Musk, kenapa aku nggak milih cover job yang lebih cool dari staf HRD? I dunno, gimana kalo aku bilang aku ini professional surfer? A spy? Or a rockstar? Or, even better: a professional surfer slash spy slash rockstar?

Saras K : Iya juga ya. Kalo mau bohong soal identitas, gue bakal ngelakuin hal yang kurang lebih sama. Cukup deket dengan dunia selebritis, tapi lebih di belakang layar. Macam teman masa kecilnya Syahrini, misalnya.

Oza Prime : Oh, damn. Berbulan-bulan ngobrol sama kamu, ternyata baru sekarang aku tahu kalo kamu kenal Incess secara personal. Kece badayyy!

Saras K : Eek! ٩( ᗒᗨᗕ )۶

Oza Prime : But seriously though, what's with the question? Apa ada yang bikin kamu curiga kalo selama ini aku catfishing kamu?

Saras terdiam sesaat. Dia butuh waktu untuk menyusun alasan di kepala sebelum mengetikkannya untuk Oza.

Saras K : Temen gue di kantor (she's crazy, jadi harap maklum) bilang lo bakalan nipu gue kayak Tinder Swindler.

Oza Prime : How come? Aku bahkan nggak berusaha nyembunyiin fakta kalo aku in relationship.

Saras K : Entahlah. Dia udah balik ke mejanya, jadi gue nggak bisa nanya lebih lanjut sama orangnya. Mungkin dia simply nggak percaya aja cewek dan cowok bisa temenan.

Oza Prime : Aku juga sebenarnya nggak pernah cerita soal kamu ke pacarku. I don't wanna create problem.


Salah satu tipe dari kecerdasan buatan (AI) yang digunakan untuk membuat foto, audio, video hoax yang cukup meyakinkan (Sumber: www.cnnindonesia.com).

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro