T i g a p u l u h s a t u
"The one who you trust will be the one who break you."
❤❤❤
"Kalo gue bilang, gue suka sama lo gimana?"
Savia menatap Ferdinan, lalu tertawa.
"Gue juga suka sama lo kok, lo kan sahabat gue." Kata Savia tersenyum sambil memakan kentang goreng yang tadi mereka pesan.
"Bukan. Oke gue ganti pertanyaannya. Gimana kalo misalnya gue bilang gue cinta sama lo sebagai seorang perempuan bukan sahabat?"
Savia berhenti memakan kentangnya. Lalu menatap Ferdinan. Ia merasa ada yang tidak beres sekarang.
"Maksud lo apa?"
Ferdinan diam sejenak. "Gapapa. Udah di lanjutin makanannya."
Savia mengangguk lalu melanjutkan makanannya. Suasana mendadak menjadi canggung.
Savia tidak menyukai suasana seperti ini. Ia sama Ferdinan jika sedang bersama tidak akan sediam ini.
"Fer."
"Hm?"
"Lo yakin ga ada apa-apa? Kalo ada sesuatu yang mau lo bilang. Bilang aja kali. Kita udah sahabatan lama juga."
Ferdinan diam menatap Savia.
"Gue cuma takut buat semua orang kecewa." Gumam Ferdinan yabg dapat di dengar oleh Savia.
Savia melihat Ferdinan. "Ada apa?"
"Gue boleh jujur ga sama lo?"
Savia mengangguk.
"Inget dulu hadiah yang Jason kasih ke lo?" Tanya Ferdinan menatap mata Savia ragu.
Savia merasakan jantungnya saat ini berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Savia memukul kepalanya pelan untuk mengusir semua pikiran buruknya.
Tidak......
"Dan lo nyariin hadiah itu kemana-mana kan?"
....mungkin....
"Hadiah itu. Gue yang buang."
.....kan?
Savia menatap Ferdinan tidak percaya. Ia yakin pasti ia salah dengar. Baru saja ia ingin bicara, suara Ferdinan menginterupsinya.
"Lo ga salah dengar. Welcome, dimana Ferdinan tidak sebaik yang lo kira."
Savia merasakan air mata mulai membasahi pipinya. Ia terkejut. Sangat terkejut dengan pengakuan Ferdinan, sahabatnya itu. Bagaimana tidak? Ia sangat mempercayai sahabatnya itu.
Ia mencoba untuk tenang. Lalu berbicara dengan suara yang gemetaran. "Alasan?"
Ferdinan tersenyum. Bukan tersenyum seperti biasanya. Tapi senyum meremehkan. "Cemburu."
"Maksud lo?"
Ferdinan menatap Savia dingin. Ia sudah tidak tahan lagi.
"Gue suka sama sama lo. Sebagai seorang perempuan. Puas? Tapi orang yang selalu lo ceritain itu selalu Jason. Padahal orang yang selalu sama lo itu gue. Gue yang selalu ngehibur lo saat Jason tiba-tiba ngejauhin lo."
Savia menghapus air matanya dengan kasar. Ia menatap Ferdinan dengan tatapan marah.
"Lo tau alasan Jason ngejauhin gue tiba-tiba?"
Ferdinan diam menatap Savia.
"Itu karena lo. Karena gue selalu prioritas-in lo dari pada dia. Padahal dia sahabat gue dari lama. Karena hadiah yang lo buang itu. Jason ngira gue yang buang. Dan dia kecewa. Sekarang masih mau nganggep lo korban disini?"
Savia bangkit dari tempat duduknya.
"Gue kecewa sama lo, Fer. Asal lo tau, pas awal ketemu kita di taman bermain itu. Gue mau tanya perihal hadiab itu. Tapi lo tau kenapa gue ga tanya ke lo saat itu bahkan sampai sekarang sebelum lo mengakuinya?"
Ferdinan hanya diam.
"Karena gue terlalu percaya sama lo. Gue yakin lo ga bakal kayak gitu. Tapi kadang mengandalkan kepercayaan hanya bisa membuat semua orang terlihat bego ya?"
Savia menatap Ferdinan sebentar. Lalu meletakan uang beberapa puluh ribu untuk membayar makanannya tadi.
"Gue kecewa." Kata Savia lalu berbalik pergi meninggalkan Ferdinan. Ia merasa semuanya hancur.
"Maaf." Gumam Ferdinan.
Savia tidak tahu. Bahwa Ferdinan juga hancur.
❤❤❤
Jam sudah menunjukan pukul depalan malam. Jason mengamati handphone-nya sedari tadi. Ia sudah mengirimkan lebih dari lima puluh pesan dan lebih dari dua puluh panggilan untuk Savia. Tetapi tidak ada balasan.
Jason memutuskan untuk menelepon Ferdinan. Karena Savia mengatakan kepadanya bahwa ia akan pergi makan berdua dengannya.
Tetapi juga sama. Tidak ada balasan. Jason tidak bisa tinggal diam. Ia mengambil kunci motornya dan jaketnya. Ia bergegas turun kebawah.
"Ma. Nek. Aku pergi bentar." Pamitnya kepada Ibunya yang sedang menonton TV bersama neneknya yang baru pulang tadi.
Ketika sudah mendapatkan izin ia langsung menancapkan motornya ke rumah Savia setelah membeli beberapa kue donat di dekat perumahannya.
Setelah sampai, ia langsung menekan bel rumah beberapa kali. Sampai beberapa menit baru terdengar suara pintu kebuka.
"Kak Savier. Savianya ada?" Tanya Jason ketika melihat Savier yang membuka pintu.
Savier diam menatap Jason. Jason yang ditatap langsung mengkerut. Bukannya apa, tapi kali ini tatapan yang ia berikan jauh lebih tajam dari pada sebelumnya.
"Lo apain adek gue?"
"Maksud kakak?"
"Jangan pura-pura bego. Tadi siang dia pulang-pulang dengan mata sembab lalu langsung berlari ke kamarnya. Sampai saat ini ia tidak mau keluar dari kamarnya. Bahkan ia belum makan malam." Jelas Savier panjang lebar.
Jason terkejut. "Dia kenapa?"
"Loh. Kok nanya saya? Kan pacarnya situ?"
"Tadi dia ga pulang sama saya, Kak. Katanya dia tadi pergi makan dengan temannya. Bahkan sebelum saya kesini, saya sudah menelpon dan mengirimkan pesan kepadanya. Tapi belum ada balasan. Makanya saya kesini."
Savier menatap Jason lekat. Mencari kebohongan dimata anak itu. Tapi ia tidak menemukannya.
"Masuk."
Jason pun masuk dan memanggil Hany yang berada di ruang tamu. Wanita itu terlihat sangat khawatir.
"Tante."
"Jason? Savia kenapa? Dia ada cerita ke kamu?"
Jason menggeleng dan mengatakan hal yang sama saat Savier menanyakannya tadi.
Jason berlari ke kamar Savia setelah mendapat izin dari tuan rumah tentunya. Ia mengetuk pintunya terlebih dahulu.
"Savia?"
Tidak ada jawaban.
"Savia. Ini gue. Jason. Gue bawa donat kesukaan lo, nih."
Masih tidak ada jawaban.
"Savia, ada apa?" Tanya Jason lagi. Tapi dengar suara yang lebih lembut.
Dan ia mendengar suara tangis dari dalam sana.
"Savia. Lo gapapa? Ada apa? Buka pintunya dulu. Baru cerita sama gue, ya? Belum makan malam kan?" Tanya Jason lagi.
"Pergi."
Savia menyuruhnya pergi. Jason mengernyit ketika mendengar suara Savia yang sangat rapuh itu.
"Ga mau. Gue bahkan bakal disini terus sampai pagi kalo lo ga mau buka pintunya."
"Gue mau sendirian. Tolong. Pergi."
Jason diam sejenak.
"Oke. Gue ga maksa lo buat cerita. Tapi setidaknya lo makan ya? Makan donat yang gue beliin ya?" Ia sangat memohon kepada Savia. Ia hanya ingin Savia setidaknya mengisi perutnya yang kosong itu. Ia tidak masalah jika Savia tidak ingin menceritakan hal yang menganggunya itu.
Savia membuka pintu sedikit dan mengeluarkan tangannya dari sana. Jason tersenyun puas lalu memberikannya.
Saat Savia sudah menerimanya. Ia menutup pintunya kembali dan menguncinya.
Jason hanya tersenyum. Setidaknya ia puas. Sudah berhasil membujuk Savia untuk makan.
"Selamat makan."
❤❤❤
Savia terbangun dari tidurnya dengan rasa pusing yang menderanya. Ia melihat jam sudah menunjukkan pukul delapan, sudah sangat terlambat untuk sekolah.
Ia bergegas ke kemar mandi dan mencuci mukanya. Saat keluar dari kamar mandi, matanya menatap bungkusan donat yang Jason kasih kemarin.
Dirinya tersenyum. Lalu merasa bersalah. Seharusnya ia tidak menjadi kekanak-kanakan kemarin hanya karena masalah itu.
Rasanya Savia masih sakit hati jika mengingat kejadian kemarin. Ia hanya tidak percaya. Bahwa Ferdinan bisa seperti itu.
Savia membuka pintu kamarnya. Bermaksud untuk keluar dan meminta maaf kepada kakak dan ibunya karena sifatnya yang kemarin.
"Eee.." Teriak seseorang saat Savia membuka pintu. Punggung yang tadinya menyandar di pintu Savia menjadi jatuh terjungkal.
Betapa terkejutnya Savia ketika melihat siapa seseorang itu. "Jason?"
Jason langsung bangkit dan menatap Savia. "Lo kenapa?"
"Lo dari kemarin disini?" Bukannya menjawab pertanyaan Jason, ia malah memberi pertanyaan kepada Jason.
"Iya. Dia dari kemarin disini. Padahal gue udah nyuruh dia pulang dari kemarin. Tapi tetap aja nih anak kerasa kepala. Bahkan gue udah nyuruh dia kalo mau nginap. Kamar tamu masih ada. Tapi dia bersikeras bakal tidur di sini." Kata Savier yang tiba-tiba berada di antara mereka berdua.
Savia menatap Jason tidak percaya. Matanya menatap Jason berkaca-kaca. Jason yang melihatnya langsung panik.
"Eh. Ada apa? Jangan nangis lagi. Mata lo--"
Savia langsung memeluk Jason erat. Yang di peluk hanya bisa membelalakan matanya terkejut. Setelah sadari keterkejutannya itu, ia membalas memeluk Savia dan mengusap-usap lembut rambutnya.
"Ada apa? Hm?"
"Ferdinan."
Jason menatap Savia yang masih berada di pelukannya. "Kenapa dia?"
"Ehem. Bisa turun sarapan dulu kan? Gue udah mau berangkat kerja nih." Kata Savier dengan nada sedikit menggoda. Ia rasa. Ia sudah menyetujui Jason dengan adiknya.
Bukannya apa, tapi jika ia menjadi Jason. Melihat pacarnya yang ngambek mengurungkan diri di kamar tanpa alasan. Ia tidak akan melakukan hal yang seperti Jason lakukan. Terlalu mengorbankan diri menurutnya.
Jason dan Savia langsung melepas pelukannya dan mengikuti Savier turun kebawa. Mereka saling pandang lalu tersenyum lebar.
❤❤❤
"Jadi, Ferdinan suka sama lo?" Tanya Jason menatap Savia yang di depannya terlihat ingin menangis lagi.
Saat ini, mereka berdua sedang duduk di ruang tamu rumah Savia. Ibu dan Kakaknya Savia sudah pergi bekerja. Tinggalah mereka berdua bersama Bi Inem yang sedang sibuk di dapur.
"Seperti itu."
"Dan dia yang buang kado yang gue kasih ke lo?"
Savia lagi-lagi mengangguk. Sedangkan Jason langsung menghela nafas panjangnya. Lalu menyandarkan tubuhnya di sofa dan memejamkan matanya. Ia lelah.
Savia melihat Jason. "Lo marah?"
Jason langsung membuka matanya. "Kenapa gue harus marah?"
"Karena kado itu?"
"Gue lebih marah karena dia buat cewek gue nangis." Kata Jason menatap Savia sambil mengangkat alisnya.
Savia langsung manyun. Tetapi ia senang. Sangat senang. Ia merasa sangat beruntung memiliki Jason saat ini.
"Jadi apa yang bakal lo lakuin?"
Savia menatap Jason. Lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Maafin dia."
Savia terkejut mendengar kalimat yang baru saja meluncur dari bibir Jason.
"Cinta itu buta, Sav. Gue juga bakal ngelakuin hal yang sama kalo gue di posisi dia."
"Tapi-"
Savia tidak melanjutkan kalimatnya ketika mendengar suara dering ponsel Jason.
"Dari Dian."
Savia mengangguk dan menyuruh Jason mengangkatnya dan membuatnya menjadi mode speaker, agar Savia bisa mendengarnya juga
"Woiii. Lo kemana? Savia juga. Kenapa kalian kompak bener ga datang? Kalian gapapa kan?"
"Gapapa. Gue lagi sama Savia."
"Kok bisa?"
"Ada sedikit masalah disini. Tar gue ceritain kalo ketemu. Ada apa nelefon?"
"Nanya kabar lo. Juga ingin menyampaikan kabar yang menurut gue buruk."
"Ada apa?" Kali ini Savia yang bertanya.
"Loh Savia? Kalian serius lagi sama-sama?"
"Iya." Jawab Savia singkat.
"Lo mau kabarin apa nih?" Tanya Jason.
"Ferdinan kecelakaan."
❤❤❤
Hey. I'm back. Gimana gimana? Gue ga pernah tau ternyata Jason se romantis itu. Wkwkwk
Ohya.
Saya dan beberapa cast Laf Amour ingin mengucapkan selamat hari raya idul fitri. Mohon maaf lahir dan batin~
Ketupatnya boleh di jne dong/plak.
Oke udah itu aja. Votments? Makasih💕
25 Juni 2017.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro