D u a p u l u h s e m b i l a n
Tifanny berteriak kaget ketika melihat Leo jatuh tersungkur. Ia langsung menghampiri Leo yang sudah di bopong oleh Dian dan Ferdinan ke pinggir lapangan.
"Lo gapapa? Lutut lo berdarah." Tanya Tifanny khawatir.
"Menurut lo?" Tandas Leo. Ia kesal jika ditanya seperti itu. Bego kalo dia jawab gapapa, sedangkan saat ini ia merasa bahwa kaki sebelah kirinya tidak bisa digunakan lagi.
Tifanny hanya diam menatap Leo lalu pergi. Leo langsung merasa bersalah. Ia ingin menghampiri Tifanny tapi apa daya kakinya tidak bisa melakukan hal yang ingin ia lakukan.
"Yo. Lo ga pemanasan ya tadi?" Tanya Savia yang tiba-tiba datang.
Leo hanya mengangguk dan menundukan kepalanya melihat kakinya.
Ferdinan yang terlihat kelelahan pun duduk di samping Leo sambil mengambil nafas dalam-dalam.
"Berat juga ya lo." Keluh Ferdinan.
Leo hanya terkekeh. "Makasih."
Ferdinan hanya mengangguk. Ia memejamkan matanya lalu mendongakkan kepalanya ke atas menghadap langit.
Tiba-tiba ia merasakan ada sesuatu yang menempel di pipinya. Ia membuka matanya pelan dan melihat Savia sambil tersenyum.
"Nih." Kata Savia sambil menyerahkan botol minuman kepada Ferdinan.
"Makasih."
Savia hanya mengangguk, lalu pergi sambil menyerukan nama Jason. Ferdinan melihat kearah mereka berdua dengan serius.
Savia juga memberikan minuman kepada Jason. Ketika Jason mengacak rambut Savia pelan, Ferdinan mengernyit sebentar lalu tersenyum.
Zelvian yang berada disamping Ferdinan melihat senyum itu. Senyum yang Zelvian tidak tahu artinya.
"Zel."
"Hm?" Zelvian menoleh kepada Anita yang memanggilnya.
"Masih sakit lihat moment mereka berdua ya?" Tanya Anita ragu.
Zelvian tersenyum. "Ga kok. Udah biasa."
"Terus kenapa lo sedari tadi ngeliat mereka terus?"
"Perasaan dari tadi yang gue liat Ferdinan deh." Gumam Zelvian dengan suara yang sangat kecil.
"Ha?"
Zelvian hanya diam, lalu menatap Anita ragu.
"Nit, menurut lo Ferdinan orangnya gimana?"
Anita tersenyum lalu melihat Ferdinan. "Ganteng. Baik lagi."
Entah kenapa Zelvian tidak suka mendengar Anita memuji Ferdinan.
"Emang kenapa?" Tanya Anita.
Zelvian menggeleng. "Mereka makin deket ya?"
"Siapa?" Anita mengikuti arah pandang Zelvian.
"Sejak kapan mereka gitu? Kan dulu mereka kayak anjing dan kucing. Ga pernah akur." Kata Zelvian masih memperhatilan Tifanny yang sibuk membasuh luka Leo dengan alkohol.
"Kita ga akan tau kapan rasa benci akan berubah jadi cinta." Kata Anita bijak.
Zelvian mengacak rambut Anita pelan. Lalu pergi menghampiri Leo dam Tifanny. Anita hanya tersenyum.
❤❤❤
X-2 ft Anita, Angeline (40)
Savia : pgn martabak woi.
Tifanny : @Jason Maurier
Leo : kodeny krg keras neng.
Angeline : kaki mu gmn bang.
Dian : ga ilang kn?
Leo : jahat.
Vanny : jd bsk sklah ga?
Leo : ga nih. Ijinin dong anak yayasan
Vanny : yayasan pala lu.
Vincent : yakan?
Tifanny : bsk k rmh leo kuy
Dian : kuy. enk rmh leo ad wifi yey
Angeline : key plg sklah y. Yg lain?
Vanny : ad les nih.
Vincent : krja adek bang mencari sesuap nasi untuk masa depan
Leo : aly. Btw ngapai k rmh gw?
Tifanny : ngelayat. y x. jengukin u lah
Leo : kok perhatian
Zelvian : kn syg
Anita : hai
Savia : bubar bubar anita dtg
Tifanny : bubar
Leo : bubar barisan jln
Vincent : yakan?
Angeline : nth hapa
Anita : klian jht
Savia membaca chat grup kelas sambil tersenyum lucu. Mereka aneh bukan? Maksudnya, teman-teman sekelas Savia.
Savia meletakkan handphone-nya disebelah bantalnya, lalu melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit.
Ia berjalan keluar kamar lalu pergi ke kamar kakaknya yang bersebelahan dengan kamarnya.
Ketika sampai, ia langsung membuka pintu tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu.
"Kak. Beliin mar-" Ucapan Savia terhenti ketika ia melihat kamar kakaknya.
Ia menghela nafasnya. Hal yang ia liat adalah kakaknya yang sedang terlelap di meja belajar dengan keadaan banyak kertas-kertas yang berserakan.
Savia tidak mungkin memindahkan Savier ke ranjangnya karena mengingat badan Savier lebih besar dua kali lipat dari Savia.
Jadi, ia hanya mengambil selimut lalu menyelitmuti kakaknya dengan perlahan-lahan.
"Selamat tidur kakakku tersayang." Kata Savia sambil membereskan poni yang menutupi matanya Savier.
"Walaupun lo nyebelin. Tapi kalo disuruh milih, harus ada lo atau ga didunia ini. Gue lebih milih ada lo. Walaupun gue sering bilang ga suka sama lo. Percayalah. Gue sayang lo pake banget, Kak."
"Gue beruntung. Setidaknya ketika Tuhan mengambil Papa, lo masih ada disini. Setia nemenin mama dan gue yang suka rewel, yang suka nangis karena ga terima kepergian papa."
"Gue kagum sama lo, Kak. Karena setidaknya bisa memberikan kasih sayang sebagai seorang ayah dan kakak sama gue. Makasih."
Savia menarik nafasnya. Ia menangis. Jujur saja, ia sangat merindukan ayahnya. Sampai ia tidak tau lagi seberapa banyak kata sangat yang ia butuhkan untuk mendeskripsikan rasa rindunya itu.
Savia tersenyum melihat wajah kakaknya yang bisa di bilang ganteng. Lalu menepuk pipinya pelan. Dan pergi keluar kamar.
Ketika Savia sudah keluar dari kamar kakaknya. Ia pergi mencuci wajahnya yang ia yakin sudah memerah karena menangis tadi.
"SAVIAAAA."
Savia terlonjak kaget ketika mendengar teriakan itu. Ia sangat hafal suara itu. Tentu saja, setiap pagi dengan suara itulah yang dapat membuatnya bangun.
"Kenapa, Ma?" Jawab Savia sambil turun ke bawah.
"Ada temen kamu datang."
"Siapa?"
Savia mengernyitkan dahinya. Ia ingat sekali tidak ada janji dengan siapa-siapa malam ini untuk keluar.
"Sini turun aja."
"Siapa sih? Bilang aja Savia lagi ga ada, Ma. Savia lagi males."
Savia baru akan menaikki tangga lagi ketika mendengar suara yang familier.
"Oh. Males ketemu gue?"
Savia berbalik dan melihat pemilik suara tersebut.
"Jason? Ngapai lo kesini?" Tanya Savia masih terkejut dan tidak sadar bahwa sedari tadi Mamanya memperhatikan mereka sambil tersenyum licik.
Jason hanya diam, lalu menatap Hany yang berada disampingnya.
"Tante. Savia boleh aku ajak keluar ga? Bentar aja kok. Ga malam-malam kok pulangnya." Tanya Jason sambil tersenyum manis kepada Hany.
Hany tentu saja mengizinkannya.
"Mau kemana?"
"Ga usah banyak tanya. Ikut aja sana." Yang menjawab bukan Jason melainkan Hany.
"Kakak gimana? Mau izin ke kakak dulu." Kata Savia.
"Gausah. Udah sana. Tar Vier mama yang urus."
"Kalo dia marah gimana?"
"Ck. Udah pergi sana. Tar keburu malem." Kata Hany sambil menatap gemes anaknya.
Savia menatap mamanya dengan jengah dan malu. Jason hanya tersenyum melihatnya.
"Yaudah gue ganti baju bentar ya."
Savia langsung berlari ke kamarnya. Sambil bergumam tidak jelas. Ia segera membuka lemarinya dan mengambil baju asal.
Ia tidak peduli baju mana. Yang penting ia nyaman. Dan ia harus cepat. Atau tidak mamanya akan memberikan wejangan yang tidak-tidak kepada Jason.
Ia mengambil sweater biru polos dan celana panjang lalu berjalan ke kamar mandi untuk menukarkan bajunya.
Setelah siap, ia segera mengambil tas, uang dan handphone-nya. Lalu berlari menuruni tangga. Ia melihat Hany dan Jason tampak mengobrol dengan sangat nyaman.
"Jason. Ayo."
Savia langsung menarik Jason berdiri dan berjalan keluar. Hany mengikuti mereka dari belakang. Ketika Savia menghadap belakang untuk meminta izin kepada Hany.
Hany hanya mengedipkan matanya sambil menyeringai. Savia memutar bola matanya malas.
"Masuk?"
Jason membukakan pintu mobil untuk Savia.
"Awww. Romantisnya." Sorak Hany girang.
Savia lagi-lagi hanya bisa menahan malu. Sedangkan Jason hanya tertawa kecil.
"Pergi dulu ya, Tan." Kata Jason sambil pamit kepada Hany.
Hany mengangguk. "Hati-hati yah."
Jason memasukki mobil. Lalu menyalakan mesin. Dan berangkat.
"Kita mau kemana?"
"Rahasia."
"Loh. Terus kenapa tumben bawa mobil?" Tanya Savia lagi.
"Biar gampang."
"Ha?"
Jason membuka dashboard, lalu mengeluarkan masker penutup mata.
"Untuk apa?"
"Pakai aja."
"Ih. Kok gue kesel yah. Udah seenak jidat nyulik gue."
"Gue minta ijin kok dan dikasih."
Savia hanya bisa diam. Karena apa yang di katakan Jason benar adanya. Ia meminta izin kepada mamanya dan mamanya memberikan izin.
"Nih. Pakai."
"Ga. Sampai lo bilang ini untuk apa."
Jason meminggirkan mobilnya, lalu mengambil masker tadi dan mendekatkan dirinya kearah Savia.
Savia yang terkejut hanya bisa membatu ketika Jason mulai mendekat. Jason memakaikan masker tadi ke kepala Savia.
Seketika pemandangan Savia menjadi gelap gulita.
"Jangan di lepas, ya?" Kata Jason dengan sangat lembut.
Savia luluh dan hanya diam. Sampai ia merasakan mobil tiba-tiba berhenti.
Ia mendengar suara pintu terbuka dan itu dari arah tempat duduk Jason. Savia panik.
"Jason?" Panggil Savia.
Tidak ada jawaban.
"Jasonnnnnn?" Panggilnya lagi dengan sedikit teriak.
"Iya iya. Gue disini. Gausah panik gitu." Kata Jason sambil mengandeng lengan Savia. Menuntunnya berjalan.
"Lepas boleh?"
"Ga boleh."
"Jadi kapan boleh buka?"
Jason mencubit pipi Savia dengan sedikit kuat.
"Cerewet."
Savia memukul lengan Jason yang berada di lengannya dengan kuat. Jason meringis kesakitan.
"Dasar babon."
"Babon pala lo."
"Nih duduk ya."
Savia pun menuruti perkataan Jason dan duduk. Ia bersyukur setidaknya ia tidak jatuh karena ia tidak bisa melihat apapun.
"Udah boleh buka?"
"Bentar."
Jason pergi sambil berlari lalu kembali dengan cepat. "Buka."
Savia membuka matanya. Pandangannya menjadi buram. Ia mengedip-ngedipkan matanya berulang-ulang.
Dan betapa terkejutnya ia ketika ia sudah bisa melihat semua dengan jelas.
"Lapangan sekolah?" Tanya Savia kaget.
Ia melihat di depannya sudah ada meja yang sudah terlihat indah dan terisi dengan makanan kesukaan Savia. Salah satunya, martabak yang ia inginkan sedari tadi.
Savia melihat Jason yang berdiri di sampingnya sambil memegang tiga buah balon.
"Ini ada apa?"
Savia menatap Jason dengan mulut yang terbuka lebar. Bagaimana tidak? Lapangan sekolah mereka yang hanya sebuah lapangan bisa berubah menjadi tempat teromantis sepanjang hidup Savia.
"Dasar ga peka." Gumam Jason lalu memberikan balon yang sedari tadi ia pegang kepada Savia.
Savia menerimanya, lalu menatap balon itu dengan bingung. Jason hanya mengedikkan bahu acuh.
"Oke gue peka. Tapi, serius Jas? Balon bukan bunga?" Tanya Savia sedikit menaikkan nada suaranya.
Jason lagi-lagi mengedikkan bahu acuh lalu duduk di hadapan Savia.
"Lo mau martabak kan? Nih makan." Kata Jason menunjukkan piring Savia.
Savia masih aja tidak percaya dengan apa yang ada di depannya, apa yang ia pegang sekarang dan semuanya. Termasuk Jason.
"Makan dulu. Tar gue kasih clue." Kata Jason sambil tersenyum misterius.
Savia pun memakannya denga cepat. Jason hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Pelan-pelan."
Jason memberikan minuman kepada Savia yang langsung diteguk Savia dalam sekali minum.
"Terus apa?" Kata Savia penasaran.
Jason menatap Savia lembut.
"Pecahin balonnya dari warna kuning, biru, dan merah."
"Make apa pecahinnya?"
"Gigi lo."
Savia menatap Jason dengan pandangan yang-bener-aja. Savia mengambil garpu yang tadi ia pakai untuk makan tadi.
Ia memecahkan balon kuning dengan kuat dan terdengar suara yang kuat pula. Dan keluar lah kertas origami yang sudah di bentuk dengan gambar love.
Ia mengambil kertas yang telihat berbeda. Kertas itu berwarna putih dan di lipat-lipat.
Ia membukanya dan membacanya.
"Nobody is perfect until you fall in love with them. And you are perfect to me. Because i fall in love with you."
Savia melihat Jason tidak percaya. Sejak kapan Jason bisa seromantis itu?
"Kenapa? Ga tau artinya ya?"
Savia hanya diam. Lalu melanjutkan memecahkan balon berikutnya. Hal sama yang keluar. Tapi kali ini dengan tulisan yang berbeda.
"Falling in love with you were never in my plan. Until one day i just realized that i really love you too much."
Savia tersenyum lebar. Kata-kata yang Jason tulis dengan tulisan tangannya terlihat sangat manis.
Ia memecahkan balon terakhir. Tapi kali ini bukan kertas yang keluar melainkan kalung dengan nama Savia sebagai liontinnya.
Savia melihat kalung itu dan terselip kertas berwarna putih di antara liontin huruf V.
Savia mengambilnya lalu membukanya.
"Would you be my girlfriend?"
Savia menatap tidak percaya kepada kertas yang barusan ia baca. Ia membaca kertas itu berulang-ulang. Ia takut salah membacanya tetapi tidak. Tulisan kertas itu tidak berubah sama sekali.
Jason berdiri lalu mendekati Savia.
"So, would you?"
❤❤❤
1847 word. Kepanjangan ga sih?
Tapi ga aneh kan kalo pjg bgt gini? Smoga aja ga. Dan semoga kalian suka yak.
Oke itu aja sih.
Votments? Thanks❤❤
09 Juni 2017.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro