Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

D u a p u l u h d u a

"Nyatain perasaan lo ke Savia sekarang juga." Kata Jason.

Yang lain kaget akan permintaan Jason.

Termasuk Savia yang sudah merasa ingin memaki Jason karena menyuruh melakukan hal yang menurutnya sangat privasi.

Suasana menjadi hening seketika.

Sial lo, Jas. Gue bakal nyatain tapi ga di depan kalian. Sial.

Gerutu Zelvian dalam hati sambil menatap Jason yang menatapnya dengan senyum manisnya.

"Buruan. Perlu gue kasih background music ga?" Kata Jason sambil mengambil gitarnya.

Ia memetik gitar dengan sepenuh hatinya.

Anita, Angeline dan Tifanny heran. Bagaimana Jason bisa setenang itu dan sesemangat itu ketika orang yang dia suka akan di nembak oleh sahabatnya sendiri?

Sedangkan Dian dan Leo memikirkan. Apakah Zelvian berani menyatakan perasaannya di depan mereka semua?

Zelvian menghela nafas sebentar. Lalu menatap ke arah Savia.

"Zelvian suka sama Savia udah lama. Sejak Savia bicara sama Zelvian. Bercanda bareng Zelvian. Keluar bareng. Zelvian cinta sama Savia."

"Jadi, Savia mau ga jadi pacarnya Zelvian?" Tanya Zelvian sambil tersenyum manis menatap Savia.

"Awwwwww." Jerit yang lain. Tidak termasuk Jason dan Savia tentunya.

"Jawab. Jawab. Jawab." Kata Jason pelan dan langsung diikuti yang lain.

"Loh? Ini cuma dare kan? Jadi ga perlu gue jawab kan?" Tanya Savia menatap Zelvian heran.

"Ini bukan sekedar dare tapi ini perasaan gue yang sesungguhnya. Dan itu dari hati yang terdalam gue." Kata Zelvian dengan senyum manisnya.

"Ha?"

"Jadi gimana?" Tanya Zelvian sambil menatap Savia dengan penuh harap.

Savia yang menatap mata itu langsung membuang mukanya lalu berdiri.

"Kasih gue waktu buat mikir, Zel."

Setelah mengatakan itu Savia langsung pergi meninggalkan teman-temannya yang kaget dengan reaksi Savia.

Termasuk Zelvian.

❤❤❤

Sudah dua hari berlalu semenjak Zelvian menyatakan perasaannya kepada Savia. Dan Savia masih belum menjawab apa-apa.

Bahkan ia terkesan menghindari Zelvian jika mereka saling bertemu. Savia akan membuang mukanya dahulu dan berpura-pura berbicara kepada orang yang saat itu ada di sampingnya.

Contohnya seperti saat ini. Savia dan teman-temannya sedang berjalan menuju kantin. Tanpa sengaja ia berpaspasan dengan Zelvian dan teman-temannya.

Zelvian menatapnya lalu tersenyum.

"Savi-"

Belum selesai Zelvian memanggil namamya Savia segera menarik tangan Tifanny agar berjalan lebih cepat.

"Cepat. Gue laper nih." Kata Savia kepada Tifanny yang ditarik hanya bisa pasrah dan memberi kode kepada Anita dan Angeline yang di belakangnya.

Zelvian hanya bisa menatap kepergian Savia dengan wajah murung.

"Salah ya gue nyatain perasaan gue ke dia? Tau gini, mending dari awal gue ga usah nyatain." Keluh Zelvian.

Anita dan Angeline hanya bisa menatapnya iba lalu pergi setelah memberi senyum kepada yang lain.

"Mungkin Savia butuh waktu." Hibur Leo sambil memukul bahu Zelvian pelan.

"Sorry." Kata Jason yang membuat ketiga temannya bingung termasuk Zelvian.

"Karena gue maksa lo nyatain perasaan lo. Jadi gini deh." Kata Jason dengan tidak enak hati. Ia benar-benar merasa bersalah. Andai saat itu ide gilanya tidak terlintas. Tidak akan terjadi seperti ini pikirnya.

"Gapapa kali. Lagian gue emang udah mau nyatain saat itu juga. Cuma nunggu moment yang pas aja. Dan pas banget lo ngasih kesempatan untuk itu. Gue malah mau berterimakasih sama lo." Kata Zelvian dengan bijaknya.

Ia setidaknya ingin belajar sedikit menjadi orang yang dewasa. Ia terlalu kagum akan ucapan Jason kepadanya tentang perasaannya jika Savia menerimanya.

Dian, Leo dan Jason menatap kagum ke arah Zelvian.

"Wah. Udah dewasa yah sekarang." Ejek Dian sambil terkekeh.

"Apaan sih. Yok ah ke kantin. Udah laper nih cacing." Kata Zelvian sambil berjalan mendahului teman-temannya.

Dian dan Leo hanya tersenyum. Jason hanya diam. Lagi-lagi merasa bersalah.

Disisi lain. Savia merasa dirinya sangat jahat telah berbuat seperti itu kepada Zelvian yang tidak tau apa-apa.

Savia menatap lemah ke arah bakso yang saat ini sedang di makannya. Ia menghela nafas berat.

"Vi. Lo ga boleh gitu, ah. Jangan ngehindar mulu. Kasihan Zelvian murung gitu." Kata Angeline sambil melihat Savia.

"Abis gimana. Gue jadi canggung kalo mau ngomong sama dia." Keluh Savia. Ia juga tidak mau begini.

"Yah buang jauh-jauh lah. Bersikap kayak biasa aja. Kayak ga terjadi apa-apa." Kata Tifanny sambil meneguk es teh manisnya.

"Gimana gue bisa pura-pura ga terjadi apa-apa sedangkan emang ada yang terjadi." Kata Savia mengembungkan pipinya. Dilema.

"Jadi, mau sampai kapan lo ngehindar dari dia?" Tanya Anita yang sedari tadi diam kini bersuara.

"Sampai gue bisa memutuskan jawaban apa yang harus gue kasih ke dia."

"Tapi kapan?" Tanya Anita lagi dan hening yang menjawab pertanyaan Anita.

❤❤❤

"Kak." Savia memanggil Savier yang saat ini sedang selonjoran di sofa. Ia terlihat sangat lelah.

Savier hanya menoleh dan menatap adiknya.

"Lo udah mandi belom?"

Savier mengangguk mengiyakan.

"Udah makan belom?"

Lagi-lagi Savier hanya mengangguk mengiyakan.

"Lo bisu ya, Kak?"

Savier ingin mengangguk lagi tapi tersadar apa yang ditanyakan oleh Savia.

"Enak aja. Mau apa lo?" Tanya Savier.

"Akhirnya lo bisa bicara juga, Kak." Kata Savia ketus.

Savier hanya diam menatap adiknya.

"Kak. Kalo misalnya ada cowok nembak kakak gimana?" Tanya Savua ambigu.

"Hah? Cowok? Yah gue tolak lah. Lo kira gue homo?" Kata Savier dengan ketus merasa harga gender-nya sudah di injak-injak oleh Savia.

Savia ketawa ngakak melihat ekspresi Savier padahal maksudnya bukan seperti itu.

"Bukan. Maksud gue kalo misalnya ada temen lo nih cewe. Nembak lo. Lo gimana?"

"Yah tergantung. Kalo gue suka sama tuh cewe yah gue terima. Kalo ga ya ga." Jelas Savier dengan acuh.

"Lo ga bakal ngehindar dia?"

"Untuk apa ngehindar. Yang dia butuh itu jawaban. Kasihan kalo di gantungin mulu. Dia bakal bingung harus mundur atau tetap maju. Ga enak tau di gantungin." Keluh Savier.

"Loh. Kok jadi lo yang curhat?"

"Suka-suka gue dong. Emang kenapa? Lo di tembak?"

Kali ini, Savia yang mengangguk.

"Dan lo ngehindar dari dia?"

Lagi, Savia mengangguk.

"Salah besar kalo lo bilang dengan ngehindar bakal nyelesain masalah. Salah besar lo, Dek."

"Gue bukan bermaksud ngehindar untuk nyelesain masalah. Tapi gue bu-"

"Butuh waktu, iya?"

Savia mengangguk dan menghela nafas.

"Gini ya. Lo tau ga. Nyatain perasaan ke orang yang lo sayang itu susah. Berat. Harus mikir banyak hal. Contohnya gimana kalo gue di tolak? Gimana kalo gue tiba-tiba di jauhi dia? Dan banyak macam pikiran lain."

"Nyatain perasaan ke orang bukan hanya dengan lo nyatain dengan kata-kata abis itu selesai. Ga. Ga segampang itu."

"Jadi hargai orang yang dengan berani nembak lo. Karena nyatain perasaan lo yang sejujurnya ke seseorang itu ga segampang yang di lihat."

"Terus? Gue harus jawab apa?"

"Kalo lo suka sama dia yaudah terima. Kalo ga suka ya tolak." Kata Savier dengan gampangnya.

"Tapi tadi lo bilang harus ngehargai?"

"Jadi, lo nganggep kata hargai tadi sebagai bentuk lo harus terima dia apapun keadaannya?" Tanya Savier tidak percaya akan pendeknya otak Savia.

Savia menatap Savier bingung.

"Maksud gue ngehargai disini. Bukan berarti lo harus terima semua orang yang nembak lo. Yang ada lo dicap murahan sama mereka. Maksud gue disini. Setidaknya hargai keberaniannya dengan cara jangan ngehindari dia. Jangan buat dia merasa bersalah karena udah nyatain perasaannya ke lo. Paham?" Jelas Savier panjang lebar.

"Jadi gue harus terima atau nolak dia?"

"Ya sesuai hati lo lah." Kata Savier menatap adiknya gemes. Ingin sekali rasanya ia membuang adiknya ke laut yang paling dalam jika ia tidak mengingat akan di mutilasi oleh ibunya.

"Gue bahkan ga tau hati gue berkata apa."

Savier ingin sekali menonjok Savia jika tidak mengingat yang di depannya ini adalah seorang gadis yang merupakan adik kandungnya sendiri

"Intinya. Kalo lo suka dia terima. Kalo ga suka ya nolak. Jangan sampai rasa kasihan lo buat lo nerima dia. Karena itu lebih sakit dari apapun." Jelas Savia dengan pasrah hanya bisa berharap adiknya mengerti.

Savia menatap kakaknya itu dengan cermat. "Kenapa sakit? Bukannya kalo di terima seneng? Walaupun karena kasihan?"

"Ga. Kalo lo di terima cuma karena rasa iba bukan cinta. Apa lo bakal puas? Bakal seneng?"

Savia hanya menatap Savier dengan cermat.

"Hurting someone with the truth is better than making them happy with a lie." Jelas Savier dengan bahasa inggris berharap Savia mengerti bahasa inggris.

"Ga ngerti lagi? Ga urus deh gue. Yang penting gue udah jadi kakak yang baik dengerin adiknya curhat dan kasih saran. Urusan adiknya ngerti atau ga. Bukan urusan gue lagi." Kata Savier bangkit dari selonjorannya dan pergi meninggalkan Savia.

"Kak."

Savier menoleh ke arah Savia dengan tatapan sebal. Savia hanya tersenyum lebar menatap kakaknya. "Makasih."

Savier hanya mendengus lalu tersenyum dan beranjak pergi ke kamarnya.

Setelah mendapat nasihat dari kakaknya. Akhirnya Savia pun mendapat pencerahan.

Savia mengambil handphone yang ada di kantong piyamanya. Ia akan memberitahu Zelvian agar berbicara empat mata dengannya dan memberikan jawabannya.

Saat ia menghidupkan layarnya. Terlihat ada notif line dari seseorang. Savia membukanya.

Zelvian : ayok ktmu. Dan ksh gue jwban:)

Savia tersenyum.

Tepat sekali. Pikirnya.

❤❤❤

Hayolohh. Kira" savia nerima zelvian apa ga. Hayo. Hayo. Apaan sih wkwkwkwk.

Yah intinya ini gue ngetik sebisa dan secepat gue. Pdhal gue lgi liburan karena kakak kelas lg ujian. Tpi ttp aja kdg gue mager buat ngetik. Maapkeun:(

Yah intinya makasih buat yang selalu votment dan nunggu cerita ini. Makasih❤❤

Hepsun btw💕

26 Maret 2017.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro