D u a p u l u h d e l a p a n
Bel pertanda pulang berbunyi. Terdengar sorak gembira dari kelas sepuluh dua.
Savia yang mendengarnya pun langsung bangkit dari tempat duduknya dan meregangkan pinggangnya yang sebentar lagi akan keram karena terlalu lama duduk.
Sedangkan Tifanny memasukkan barang-barang yang ada di mejanya ke dalam tas.
"Savia?"
Savia melihat orang yang memanggilnya. Ia berdecak sebentar lalu memasukkan barang-barangnya dengan cepat.
"Elah. Masih ngambek aja, Neng." Goda Ferdinan.
Savia hanya diam dan cemberut.
"Yaudah. Gue minta maaf. Sebagai permintaan maaf gue beliin deh cokelat kesukaan lo. Seberapa banyak yang lo mau. Gimana?" Tanya Ferdinan sambil menaikkan alisnya.
Savia terlihat berfikir sejenak, lalu menggelengkan kepalanya. Ia tidak akan terbujuk hanya sebuah cokelat.
"Donat?"
Lagi-lagi Savia terlihat berfikir sejenak. Kedua makanan yang di tawarkan oleh Ferdinan adalah makanan kesukaan Savia. Tentu tawaran Ferdinan terlihat menggiurkan. Yakan?
Tapi ia menggelengkan kepalanya lagi. Kali ini lebih keras. Ia tidak akan terbujuk hanya karena sebuah cokelat dan donat. Itu tidak menebus rasa malu yang ia rasakan ke Jason.
Savia ingin beranjak pergi. Tapi tiba-tiba suara Ferdinan membuatnya berhenti.
"Donat plus cokelat. Deal?"
Savia menjentikkan jarinya.
"Deal. Lets go."
Masa bodo dengan kejadian tadi. Yang penting ia dapat traktiran makan donat dan cokelat kesukaannya.
Ferdinan yang mendengarnya lalu tertawa puas. Ia baru saja ingin menyusul Savia ketika ia mengingat sesuatu.
Sedari tadi, ada seseorang yang mendengarkan mereka dengan mukanya cengonya.
"Tifanny? Mau ikut? Gue naik mobil kok." Tawar Ferdinan sambil menjentikkan jarinya di depan wajah Tifanny.
"Eh? Ga usah kok. Makasih. Gue mau langsung pulang aja." Tolak Tifanny halus.
Ferdinan mengangguk.
"Lo pulang naik apa? Sekalian gue anterin mau?"
"Tar sepupu gue jemput gue. Makasih." Kata Tifanny sambil tersenyum.
Baru saja Ferdinan ingin berbicara. Suara Savia menghentikannya.
"Ferdinannnn. Ayooo."
"Iya tunggu."
Ferdinan menatap Tifanny lalu tersenyum. "Yaudah, gue duluan yah?"
Tifanny mengangguk lalu tersenyum.
"Iya. Hati-hati."
Ferdinan melambaikan tangannya sebentar lalu pergi keluar.
"Baik yah keliatannya. Tapi kok masih ngerasa ada yang aneh yah. Apa cuma gue aja yang terlalu curigaan? Entahlah." Gumam Tifanny sendiri, lalu melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda tadi.
Sedangkan, Savia dan Ferdinan berjalan kearah parkir sambil berbicara seperti biasa. Padahal tadi Savia sangat marah kepada Ferdinan kan? Tapi ia bisa bersikap seperti biasa lagi hanya karena cokelat dan donat.
"Loh? Itu Jason kan?" Kata Ferdinan sambil menunjuk seorang laki-laki yang duduk di motornya sambil memegang handphone.
Savia hanya diam. Ferdinan menghampiri Jason dan menyapanya. Begitu pula dengan Savia yang berada di belakang Ferdinan.
"Oi. Ngapain lo disini?"
Jason menoleh lalu menatap Ferdinan lalu Savia bergantian.
"Kalian mau kemana?"
"Yeu. Kok balik tanya lagi."
Jason mengangkat alisnya lalu menatap Savia. Savia hanya tersenyum kikuk.
"Mau di traktir sama dia."
Ferdinan ikut mengangguk. "Iya. Biasa kalo nyonya besar ngambek obatnya cuma traktiran."
Jason hanya ber-oh ria. Mulutnya hanya berkata seperti itu. Tapi tidak dengan hatinya.
"Mau ikut?" Tawar Ferdinan.
Jason menatap Savia ragu sejenak. "Gausah deh. Gue ada acara lain soalnya."
Ferdinan mengangguk ngerti.
"Yaudah. Gue sama Savia duluan yak."
Ferdinan memukul bahu Jason pelan lalu berjalan pergi meninggalkan Savia dan Jason berdua.
Savia lagi-lagi tersenyum kikuk. "Gue duluan yak."
"Jangan canggung gitu karena masalah tadi di kantin. Gue emang udah tau kok. Lo suka sama gue. Gue juga suka sama lo." Kata Jason sambil tersenyum manis sangat manis mengalahkan cokelat kesukaan Savia.
Dan, itu langsung membuat pipi Savia memerah. Ia langsung pergi meninggalkan Jason begitu saja.
"Kok imut banget sih lo," Gumam Jason menatap kepergian Savia.
Sedangkan Savia, langsung membuka pintu mobil Ferdinan dan menutupnya dengan kencang.
"Woi. Mobil gue jangan di banting-banting. Lo ga tau kerja keras gue buat beli mobil ini, hah?" Keluh Ferdinan.
Savia hanya diam dan menutup wajahnya lalu tertawa sendiri. Ferdinan yang bingung mengapa Savia begitu, dan melihat ke arah Jason yang juga tersenyum tidak jelas.
"Jangan-jangan lo di-"
"Di apa ha? Di apa?" Teriak Savia tiba-tiba yang lagi-lagi membuat Ferdinan terlonjak kaget.
"Ditembak?"
Savia diam.
"Mau ya ditembak sama dia?" Tanya Ferdinan sambil mencoel-coel pipi Savia.
"Apa sih. Ayok ah berangkat. Tar keburu sore."
Ferdinan hanya tertawa. "Siap nyonya."
❤❤❤
"Makasih, yak." Kata Savia kepada Ferdinan lalu keluar dari mobilnya.
Ferdinan menurunkan kaca jendelanya yang tepat berhadapan dengan Savia.
"Lo ga mau nawarin gue masuk gitu?"
"Ga. Sana pergi lo. Udah malem. Tar lo di begal lagi."
"Ih. Doanya kok jelek?"
"Ya. Kayak wajah lo."
"Loh, tapi lo yang bilang gue mirip Manu Rios."
"Cerewet ya, Om. Sana pergi." Kata Savia sambil menggerak-gerakkan tangannya mengusir Ferdinan.
Ferdinan menggerutu sebentar. "Yaudah. Gue balik dulu ye."
Savia mengangguk lalu melambaikan tangannya kearah Ferdinan. Ketika mobil Ferdinan sudah jauh. Savia berbalik.
"GENDERUWOOO." Jerit Savia ketika ia berbalik dan melihat sesosok makhluk yang berdiri di antara pohon-pohon.
"Genderuwo? Seganteng ini lo bilang genderuwo?" Tanya makhluk tadi.
"WAAAA. MAMAAA. GENDERUWONYA BISA BICARA." Teriak Savia lagi.
Ia melemparkan tas sekolahnya ke arah makhluk tadi dan langsung berlari masuk ke rumah lalu mengunci pintu.
"MAMAAAAAA."
"Kenapa sih, Vi? Pulang-pulang udah teriak aja." Kata Hany yang menghampiri Savia.
"Mama. Ayo kita pindah rumah. Rumah ini sudah tidak aman." Kata Savia lagi sambil menatap pintu horor.
Hany yang melihatnya makin bingung. "Kenapa?"
"Di depan tadi ada genderuwo, Ma."
"Ha?"
Tiba-tiba terdengar suara gedoran keras yang berasal dari pintu depan.
"Ma, tuh kan. Genderuwonya."
Hany mengerutkan keningnya bingung. Dan terdengar suara teriakan dari depan.
"GUE SAVIER, WOI. BUKAN GENDERUWO."
Hany menepuk jidatnya. "Itu kakakmu, Dek."
Saat Hany ingin berjalan untuk membukakan pintu, Savia menahan tangan Mamanya.
"Ma. Bisa aja itu genderuwo ngaku-ngaku jadi kakak kita. Padahal bukan. Tadi kan Savia jelas banget liat dia itu ga ada wajahnya." Adu Savia sambil bergidik ngeri.
Hany menggeleng-gelengkan kepalanya menatap anak bungsunya dengan heran.
"Imajinasi kamu terlalu tinggi."
Hany membukakan pintu. Dan terlihatlah Savier dengan muka yang di tekuk sambil menyandang tas perempuan.
"Kok gue kesel ya." Kata Savier sambil menatap Savia.
Savia yang tadi menutup matanya dengan erat, langsung membuka matanya ketika mendengar suara yang tidak asing.
"Oh. Kakak." Kata Savia sambil cengegesan.
Savier hanya menatap Savia cemberut lalu berjalan masuk. Dan meletakkan tas Savia di sofa ruang tamu.
"Udah di kata genderuwo. Di lempar pakai tas lagi. Apes banget gue punya adik kayak lo." Gerutu Savier.
"Yah. Salah lo juga sih ngapain sembunyi-sembunyi di pohon?"
"Ha? Salah gue lagi?" Kata Savier tidak terima.
Savia hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum lebar.
"Oh ya. Lo abis dari mana? Kenapa malem banget pulangnya? Terus juga kenapa telepon gue ga di angkat? Dan cowok yang nganter lo tadi siapa?" Tanya Savier dengan beruntun.
Savia menatap Savier malas. Sifat overprotektif-nya kambuh lagi.
"Loh? Tadi kamu pulang sama cowok? Jason ya?" Tanya Hany yang mendengar pertanyaan Savier tadi.
"Bukan, Ma. Sama temen. Ferdinan. Mama tau kan? Dulu Savia pernah cerita tentang dia kan?" Tanya Savia sambil memandang ibunya yang terlihat berfikir.
"Ga inget. Kenapa ga minta ijin dulu sama Mama tadi?" Tanya Hany dengan tatapan tidak suka memandang anaknya.
"Loh? Tadi Savia sms mama kok. Mama bilang oke."
"Kamu ga bilang kalo keluar sama Ferdinan. Mama pikir kamu keluar Jason."
Savia menatap mamanya bingung.
"Kalo Jason boleh gitu?
"Ya. Kamu cuma boleh keluar sama cowok itu Jason."
"Kok gitu?"
"Karena mama suka sama Jason."
"Yaudah, mama sama Jason aja." Ucap Savia to the point.
"Kalo Jason-nya mau. Mama juga mau." Kata Hany sambil mengibaskan rambut panjangnya.
"Ih, mama kok genit. Aduin papa nih."
Tiba-tiba suasana langsung hening. Savia teringat sesuatu. Ia menatap mamanya yang sedang menatap kosong kearahnya. Savia langsung merasa bersalah.
Savier yang sedari tadi hanya diam mulai angkat bicara.
"Gini ya. Gue ga akan setuju lo keluar atau pacaran sama cowok. Siapapun itu. Mau sih, Gason? Sama siapa tadi? Feryan?"
"Jason woi bukan Gason." Kata Hany menatap Savier tidak suka karena Savier salah menyebutkan nama.
"Ferdinan woi." Nimbrung Savia.
"Hah. Siapalah itu namanya. Pokoknya lo ga boleh pacaran sampai gue dapat pacar. Oke?"
Hany dan Savia sontak langsung tertawa keras. Bahkan mereka sampai mengeluarkan air matanya.
"Takut di langkahin adik kamu ya, Vier?" Kata Hany masih dengan tawanya yang keras.
Savier hanya cemberut.
"Makanya cepat nyari pacar." Kata Savia.
Savier hanya cemberut. Tapi ia suka melihat mereka berdua tersenyum.
Gimana gue mau nyari pacar kalo gue masih sibuk mikirin gimana buat kalian bisa bahagia?
❤❤❤
Jason melihat kearah Savia dan Ferdinan yang terlihat sedang mengobrol bersama.
Semenjak kepindahan Ferdinan kesini, pemandangan itu sudah biasa Jason lihat. Sampai-sampai ia kenyang karena makan hati.
Ia memang sudah memaafkan Ferdinan tetapi tetap saja. Melihat Savia tertawa bersamanya sangat membuat hati Jason sakit.
Jason menghela nafasnya dan duduk di lapangan. Saat ini kelas mereka sedang melaksanakan pelajaran penjaskes dengan materi lari cepat.
"Sekarang. Giliran Dian, Leo, Jason, Zelvian dan Ferdinan yang lari." Kata Pak Yunian yang merupakan guru penjaskes.
Yang namanya disebut pun langsung memasukki lapangan dan bersiap-siap.
"Siap, sedia. Mulai!" Pak Yunian meniupkan peluitnya dan mereka semua mulai berlari.
Ketika sudah berlari hampir setengah lapangan. Jason yang berada paling depan berhenti karena mendengar suara gedebuk keras dari belakang dan sorakan dari para perempuan.
Ia berbalik melihat Leo jatuh sambil memegang kaki kirinya. Ia langsung berlari menghampiri Leo yang sudah di kelilingi oleh Dian dan Zelvian.
"Lo gapapa?" Tanya Ferdinan yang tiba-tiba datang lalu membantu Leo berdiri.
"Kaki kiri gue kayak terkilir." Kata Leo sambil meringis kesakitan.
"Bisa berdiri ga?" Tanya Ferdinan lagi.
Leo mencoba berdiri tapi nyatanya tidak bisa. Kaki kirinya terlalu sakit untuk ia gerakan.
Ferdinan langsung memegang lengan Leo lalu melingkarkannya di lehernya. Lalu berjalan membopong Leo dibantu oleh Dian.
Jason hanya memandang kepergian mereka dengan pandangan kesal. Ia kesal mengapa ia tidak sigap langsung menolong Leo tadi.
Kenapa harus Ferdinan yang peka?
Kenapa ia harus cemburu karena Ferdinan membopong Leo?
Ia rasa ia sudah gila.
Jason memukul pipinya kuat lalu berjalan menyusul Leo yang di bopong.
Zelvian yang melihatnya hanya menatap Jason aneh. Tapi ia tahu perasaan Jason. Bukan. Bukan karena ia suka pada Leo dan cemberu kepada Ferdinan.
Tapi karena Jason merasa tidak perhatian sebagai teman. Bagaimana seorang yang asing atau baru saja datang membantu Leo?
Hal biasa sih. Tapi tidak biasa jika Ferdinan yang melakukannya.
❤❤❤
Cie cembokur cie.
Btw ini partnya panjang kan? Yakan. Juga udah mayan fast apdet kan yakan. Hehehe.
Semoga kalian suka yah❤❤
Dan juga. Gue lagi ukk nih. Gaada yg mau semangatin nih? Gue ga hiatus kok. Tapi ya slow apdet sih /lahemangbiasagaslowapdet.
Yah intinya gue nyempet"in buat buka wp key. Tunggu aja yak. Jangan marahin gue:(
Oke gitu aja. Votments? Thnks💓💘
03 Juni 2017.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro