D u a
"Gue balik duluan, bro!" Kata seorang laki-laki kepada teman-temannya.
"Yoi, Hati-hati, Son!" Jawab temannya.
Laki-laki itu, Jason hanya mengangguk dan melakukan tos tangan dengan temannya.
Saat ia ingin naik ke motornya. Matanya tanpa sengaja melihat gadis itu. Savia Aderin.
Seseorang yang dulu membuat harinya berwarna. Seseorang yang dulu memanggilnya Jeje bukan Son. Dan jika boleh jujur, Jason kangen itu.
Tapi, itu dulu. Jason masih terlalu marah untuk menyapa-nya kembali. Padahal sudah tiga tahun berlalu sejak kejadian itu.
Ketika Savia melihatnya, Ia membuang mukanya. Dan bergegas naik ke motornya dan pulang.
❤❤❤
Savia menoleh ketika merasa ada yang memperhatikannya. Ia menoleh dan melihat Jason yang sedang terburu-buru pergi dengan motornya.
Sebenci itukah lo sama gue? Sampai-sampai ngelihat gue pun ga mau. Savia hanya tersenyum miris.
"......Via....Savia....WOI!!" Jerit Tifanny kesel karena dari tadi panggilannya tidak digubris oleh Savia.
Savia terkejut dan menoleh ke arah Tifanny. Menatapnya dengan wajah binggung. "Apa sih lo?"
Tifanny hanya memandang wajah Savia bete. "Lo yang apa? Keasikan liat Jeje lo itu, ya?"
"Kampret, bicik lo. Gue mau pulang. Itu kakak gue udah jemput. Mau ikut pulang?" Tanya Savia.
"Engga ah. Gue mau pulang sama Anita aja."
"Loh, Anita kemana?"
Tifanny menoyor kepala Savia pelan. Dan Savia hanya cemberut. "Dia tadi ngebantu Pak Edu."
Baru saja, Savia ingin menjawab ketika tiba-tiba Savier datang dan menoyor kepalanya. Lagi. "Buruan, Dek. Gue sibuk lagi nih."
"Eh, Kak Savier." Tifanny senyum memanggil Savier yang di balas Savier dengan senyum hangatnya.
"Halo, Tifanny."
Savia hanya menatap kakaknya sinis, tapi sayang.
"Yaudah, Yuk Kak. Tifanny duluan yak. Salam ke Anita." Pamit Savia.
"Yoi. Hati-hati yah, Kak, Savia."
Savia melambaikan tangan-nya ke arah Tifanny. Dan kemudian menyusul Savier menuju sedan hitam kesayangannya.
"Kak, Kok lo yang jemput gue?"
Savier menoleh melihat adiknya, "Jadi lo mau siapa yang jemput lo?"
"Papa. Gue kangen Papa, Kak. Dulu dia ga sesibuk ini deh perasaan." Savia hanya menerawang menatap langit.
Savier hanya mengacak-acak rambut Savia sayang. "Jangan pasang muka galau gitu deh. Papa kerja juga buat kehidupan kita. Yaudah, ayuk. Kita pergi makan donat kesukaan lo. Mau?"
Mendengar kata donat, Savia langsung kembali semangat. Savier hanya tersenyum melihat adiknya seperti itu.
Kakak juga rindu sama Papa, Dek. Bukan kamu aja.
❤❤❤
"Gue masuk kelas X-1," Gerutu Anita kecewa.
"Yah, lo pisah deh sama kita," Sedih Savia.
"Yah, Terima aja deh, Nit. Mana tau dikelas X-1 banyak cogan. Ga kayak X-2 yang isinya laki-laki zaman kita SMP dulu." Gerutu Tifanny. Yang hanya di balas cekikikan Savia.
Saat ini mereka bertiga sedang berdiri di depan mading untuk melihat kelas dimana mereka akan berada selama setahun kedepan.
Savia melihat daftar nama yang berada di kelas X-2, kelasnya. Dan matanya menangkap nama itu. Jason Maurier.
"Seneng?" Tanya Tifanny
Savia menghela nafas pelan. "Ga tau. Udah yuk, buruan. Tar ga dapat tempat duduk."
Saat ingin berbalik Savia tanpa sengaja menubruk seseorang.
"Sorry," Savia mendongakkan kepalanya. Dan bertapa terkejutnya ketika ia melihat orang yang ia tabrak. Jason. Savia membeku ditempat.
Jason, korban dari penabrakan tadi hanya melihat Savia sebentar lalu meninggalnya begitu saja.
❤❤❤
"APA LAGI LO?" Bentak Savia ke Dian, yang ingin meminjam pulpen Savia.
Sontak laki-laki itu berjengit kaget, Padahal ia belum bicara apa-apa. "Buset, galak amat neng. Lagi PMS yak?"
"Iya, gue lagi PMS. Ngapa?! Lo iri ga bisa PMS? HA?!"
Dian langsung kicep, Dian menatap Tifanny yang duduk di sebelah Savia, yang hanya dibalas dengan senyuman rasa bersalah.
"Gue cuma mau minjem pulpen, elah." Sebenarnya Dian udah mengkeret, Dian tau hal yang paling menakutkan adalah ketika Savia sensitif. Dan sifat sensitif Savia itu sudah ada saat ia dan Savia sekelas di SMP.
Bahkan pernah kejadian, ketika Savia sensitif tingkat tinggi dan Dian masih mengganggunya. Daerah terlarang Dian ditendang oleh Savia. Setelah itu Dian tidak datang selama seminggu.
Tapi dengan berani Dian menyatakan maksudnya muncul di hadapan Savia. Walaupun dengan kaki yang bergetar.
Savia memberikan satu pulpen ke Dian. Dian menerimanya dengan takut-takut. "Minjem mulu lo. Kapan pinternya?!" Jawab Savia ga nyambung.
Dian hanya binggung menatap Savia dan pergi setelah mengucapkan kata terima kasih.
Tifanny yang melihat kejadian tadi hanya meringis. Sejak kejadian tabrakan antara Savia dan Jason, dengan Jason meninggalkan Savia tanpa berkata apa-apa. Savia menjadi uring-uringan, dan mendadak kayak orang PMS.
Apalagi, mengetahui Jason yang duduknya tidak jauh darinya, disebelah Tifanny. Sukses membuat mood Savia makin memburuk.
"Gue bisa gila bentar lagi, arghh." Savia mencak-mencak sendiri. Dan menelungkupkan kepalanya di meja.
"Eh, kamu yang disitu. Siapa namanya?" Tunjuk Bu Lindah yang tadinya sedang menjelaskan tentang Pengertian Sejarah terhenti ketika mendengar gerutuan Savia.
Sedangkan yang ditunjuk tidak merasa dan masih menelungkupkan kepalanya.
"Savia Aderin, Bu." Jawab teman-temannya.
Shit!
"Saya, Bu?" Savia langsung duduk tegak menghadap Bu Lindah.
"Kamu ngga suka belajar sejarah?" Tanya Bu Lindah santai.
"Ya engga lah, Bu. Sejarah itu mempelajari masa lalu. Buat apa masa lalu di pelajari. Move on, dong Bu." Ceplos Savia.
Sontak kelas yang awalnya sunyi senyap menjadi dipenuhi oleh gelak tawa sekelas. Sekilas Savia juga melihat Jason menahan ketawanya.
"SAVIA! KELUAR KAMU!"
"Yaelah Bu, gitu aja baper." Jawab Savia sekenanya.
Sekali lagi, terdengar gelak suara teman-temannya. Savia meringis menatap Bu Lindah yang siap-siap meledak.
"SAVIA! OUT!" Teriak Bu Lindah. Yang disusul suara bangku terdorong kebelakang. Savia bangkit dan segera keluar. Sebelum ia keluar, Ia sempat melirik kearah Jason. Jason menatapnya dengan senyum. Senyum mengejek?
❤❤❤
"BHAKWKOAKAKA. WAH GAWAT LO, VI." Suara ketawa Anita meledak ketika Tifanny menceritakan kejadian tentang Savia di kelas Bu Lindah.
"Sssttt, berisik lo, Nit. Kita jadi pusat perhatian sekantin nih." Kata Savia. Dan benar saja yang dikatakan Savia. Semua orang melihat kearah mereka, ada yang merasa terganggu, ada juga yang merasa lucu mendengar suara ketawa Anita.
Anita melihat kearah mereka dan menunduk minta maaf. Lalu melanjutkan obrolannya. "Wah gila lo, Vi. Lo baru juga masuk sekolah udah bikin guru bete aja."
Savia mendengus. "Abis gue lagi badmood,"
"Lo kayak ga tau aja, gimana Savia kalo lagi badmood." Jawab Tifanny sambil memakan bakso kesukaannya.
Anita hanya terkekeh melihat Savia yang sedang memajukan bibirnya beberapa centi.
"Anita? Boleh gabung ngga?" Tiba-tiba seorang gadis dengan rambut sebahu datang menghampiri mereka bertiga.
"Oh? Angeline! Boleh kok." Anita mempersilahkan gadis tadi duduk di sebelahnya yang kosong.
Tifanny dan Savia menatap Anita dengan pandangan -kenalin-ke-kami-dong-.
"Gel, kenalin. Nih kedua sohib gue. Yang lagi cemberut itu Savia. Dan yang lagi makan bakso sambil menghayati itu Tifanny. Dan ini, Angeline, Teman sebangku gue." Jelas Anita yang membuat Savia ingin menyiramnya dengan es tehnya karena memperkenalkannya dengan buruk.
"Kkk. Halo. Gue Angeline Maurier. Salam kenal yak." Jawab Angeline sambil nyengir.
Hening.
"UHUK."
Savia tersedak estehnya. Tifanny hampir saja menyemburkan baksonya kalo tidak ia tahan.
"Maurier?!" Seru Tifanny, Savia berbarengan.
"Ya, gue sepupu Jason Maurier. Dan gue tau semua tentang lo dan Jason, Sav."
Angeline senyum.
Savia cengo.
Tifanny bloon.
Anita nyeringai.
Deg!
❤❤❤
Vote?:))
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro