13
Sejak mendapatkan kepuasan yang tiada duanya sepanjang petualangan hidupnya sebagai seorang playboy, Edward merasakan sedikit penyesalan di setiap malamnya sepanjang minggu ini. Walaupun sudah sepekan kejadian itu berlalu, bayangan akan hal yang terjadi di luar kendali dirinya pada petang itu, sepulang kunjungan pertamanya dengan Pruistine ke desa, masih tergambar jelas dalam ingatan Edward. Kenapa petang itu Ia membiarkan sisi brengsek dari dirinya mengambil alih kendali dirinya? sungguh sekarang dia benar-benar masuk ke dalam jurang penderitaan gairah yang sulit tersalurkan, pikir Edward miris.
Berbaring dengan kedua tangan di lipat keatas sebagai bantalan kepalanya, pikiran Edward berkelana kemana-mana. Ingatan akan kejadian di sore hari itu yang terus menerus menghantuinya, membuat dirinya tanpa bisa di cegah kembali merasakan hasrat yang bergejolak akan diri Pruistine. Masih terasa sangat jelas bagaimana rasa tubuh Pruistine di tubuhnya, lembutnya bibir gadis itu, dan bagaimana basah dan hangatnya bagian paling manis dari diri gadis itu, begitu siap untuknya. Hanya mengingat akan hal itu membuat tubuh Edward terasa panas dingin, dan bagian tubuh miliknya di sekitar pangkal pahanya mengeras dengan cepat, membuatnya merasa berdenyut dan tidak nyaman. Kini hati dan tubuhnya sudah terpaut kepada gadis itu, sesal Edward. Tidak ada lagi jalan keluar baginya, Ia benar-benar harus terperangkap dalam situasi ini, menginginkan tapi tidak bisa melampiaskan.
Sial! umpat Edward jengkel kepada dirinya sendiri.
Sungguh, akan lain ceritanya jika perasaan dan gairah yang tengah Ia rasakan ini bukanlah untuk Pruistine. Jika dengan wanita-wanita biasanya, yang selalu siap melayani Edward kapan pun. Edward tidak akan ragu untuk menyambut perasaan dan gairah menggebu seperti yang tengah Ia rasakan saat ini. Ia akan bertindak secepat mungkin agar bisa menuntaskan hasratnya kepada wanita-wanita itu.
Tetapi segalanya berbeda jika menyangkut Pruistine. Pruistine gadis yang sangat polos, bahkan walau sudah bersama-sama mengecap kenikmatan, Edward tahu Pruistine belum menyadari perasaannya. Dia sepolos anak berusia enam tahun, tidak bisa membedakan antara sentuhan seorang ayah dengan sentuhan seorang pria.
Bahkan setelah kejadian pada petang itu, Pruistine masih saja bertingkah layaknya seorang anak kepada ayahnya. Ia benar-benar hanya menganggapnya sebagai pengganti ayah kandungnya.
Apakah Pruistine tidak teringat dan merasakan perbedaan sentuhan-sentuhan darinya? tidakkah Ia mengingat kejadian sore itu saat bersamanya? jika Pruistine mengingatnya, kenapa dia bersikap layaknya tidak pernah bersentuhan secara intim dengannya? pikir Edward frustasi.
Apakah kedua orang tuanya dulu benar-benar tidak pernah memberikan Pruistine pelajaran tentang hubungan dua manusia berlainan jenis? perlindungan macam apa itu, akan sangat berbahaya bagi Pruistine keluar dalam pergaulan sosial tanpa tahu batasan-batasan sentuhan pria kepada wanita, batin James.
Mengetahui fakta ini membuat perasaan ingin memiliki dan melindungi Pruistine semakin hari terasa semakin membuat Edward gila. Sisi egoisnya sudah mengklaim Pruistine hanya akan menjadi miliknya, dan dia pasti akan membuat Pruistine menjadi miliknya. Akan tetapi ada sisi lain dari dirinya, sisi lembutnya ingin mencintai Pruistine dengan memberikan segalanya bagi gadis itu. Memberikan kebahagiaan kepada gadis itu, menunjukkan hal-hal baru, memberinya kesempatan melihat dunia luar.
Pertentangan batin yang terjadi dalam dirinya akhirnya berhasil di menangkan oleh sisi lembut dirinya. Suatu saat Edward pasti akan mengklaim Pruistine sebagai miliknya, tidak peduli apa kata orang nanti. Jika memang harus di kucilkan dalam kehidupan masyarakat karna Ia menikahi anak perwaliannya sendiri, Edward tidak perduli. Baginya yang terpenting adalah bisa menghabiskan sisa umurnya hanya berdua bersama Pruistine. Hanya saja sebelum hal itu terjadi, Ia akan memberikan Pruistine kesempatan melihat dunia luar, sebelum akhirnya Edward akan menjadikan Pruistine hanya miliknya seorang walau dengan resiko di asingkan dalam pergaulan masyarakat.
Tidak bisa lebih lama lagi berbaring diam di tempat tidurnya, Edward memutuskan bangun dari tempat tidurnya, dan Ia berjalan ke arah pintu penghubung di dalam kamarnya. Pintu penghubung yang menghubungkan kamarnya dengan kamar mendiang istri Lord Stannage, kamar ibu Pruistine. Dengan perlahan Ia membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya. Ruangan itu tampak gelap gulita, hanya ada sedikit penerangan dari perapian yang tengah menyala, sinarnya mencapai ranjang besar di tengah ruangan itu. Di ranjang itu tampak sosok yang sedang berbaring, kilau rambut platinumnya tampak jelas dalam penerangan seadanya dari perapian tersebut.
Dengan tidak sabar Edward melangkah ke arah gadis itu, Ia ingin segera sampai di sisinya, memandanginya hanya untuk menenangkan diri. Tidak memakan waktu lama, Edward sampai di sisi sang gadis berambut platinum yang tengah tertidur di ranjang itu, sosok yang tidak lain adalah Pruistine. Perlahan Edward duduk di sisi ranjang Pruistine, untuk sesaat Ia hanya memandangi gadis itu.
Cantik, sangat cantik, gadisku yang sangat cantik, bisik Edward.
Edward masih ingat dengan jelas bagaimana Ia mengambil keputusan gilanya ini. Sesaat setelah pulang dari kegiatan sore hari yang begitu memuaskan di padang rumput sepekan yang lalu. Edward langsung memanggil Peregrine. Bukan tanpa alasan, tentunya Ia melakukan itu guna mengalihkan perhatiannya dari tubuh Pruistine, dari keinginnya untuk tetap bersama gadis itu. Edward benar-benar membutuhkan hal yang bisa mengalihkan perhatiannya, maka dari itu Edward langsung memfokuskan diri kepada suatu urusan yang sempat mengganggunya. Edward ingat tatapan sedih yang tampak sekilas di wajah Pruistine saat melewati kamar mendiang ibunya. Sepertinya hal ini membutuhkan perhatian khusus darinya, Ia harus tahu apa penyebab kesedihan itu, tidak akan kubiarkan Pruistine merasakan kesedihan walau pun sedikit saja, tekat Edward yang sudah diliputi rasa cinta kepada Pruistine, pujaan hatinya.
Tidak begitu lama setelah di panggil menghadap kepadanya, Peregrine datang menemuinya dan mereka terlibat dalam sebuah 'introgasi' yang cukup alot. Harus di akui, Peregrine adalah sosok orang yang sangat bisa di percaya. Ia harus di bujuk berkali-kali untuk membuka mulut tentang rahasia kamar mendiang ibu Pruistine. Berkat kecerdasannya, Edward berhasil membuat Peregrine menceritakan segalanya.
Bagaimana dulu mendiang Lord Stannage dan istrinya yang tidak pernah terpisahkan. Mereka selalu tidur seranjang, tidak pernah sekalipun mereka tidur terpisah sejak hari pertama pernikahan mereka. Hal itu menyebabkan kamar yang seharusnya di peruntukkan untuk nyonya rumah, kamar yang berada di samping kamar utama dan terhubung oleh sebuah pintu penghubung dengan kamar utama, menjadi kosong tidak terpakai. Lalu, pada musim dingin lima tahun setelah pernikahan sepasang suami istri itu, lahirlah seorang bayi mungil berambut platinum, warna rambut yang seputih salju yang turun di musim itu. Bayi mungil yang cukup lama di nantikan kehadirannya oleh pasangan berbahagia pemilik Stannage Park, kehadiranya menambah kebahagiaan dalam pernikahan mereka. Bayi kecil itu mendapatkan curahan kasih sayang berlimpah dari keduanya, mereka begitu menyayangi bayi itu dan tidak ingin berpisah jauh darinya. Akhirnya mereka memutuskan kamar yang seharusnya menjadi milik nyonya rumah yang selama ini tidak terpakai, diubah menjadi kamar bayi mungil mereka, begitulah seterusnya sampai 6 tahun setelah kelahiran bayi mungil itu, kamar itu menjadi miliknya.
Ya, pemilik sesungguhnya dari kamar itu bukanlah ibu Pruistine, akan tetapi pemilik kamar itu adalah Pruistine sendiri. Akan tetapi sejak kejadian 'entah apa itu' yang sulit sekali Edward dapatkan informasinya dari Peregrine, cukup membuatnya Edward gila karna begitu teguhnya Peregrine menutup mulutnya. Tetapi untuk saat ini Edward membiarkan Peregrine tutup mulut tentang hal itu. Suatu saat Edward akan tahu kejadian apa itu.
Sejak kejadian misterius yang menimpa Pruistine saat Ia berusia enam tahun , tak lama setelahnya mendiang Lord Stannage mengerahkan banyak sekali pekerja untuk membangun sebuah menara khusus di belakang kastilnya, dan setelah kastik itu selesai di bangun, mendiang Lord Stannage membawa putri kecil kesayangannya ke dalam menara itu. Memisahkan gadis kecil itu dari kamar kesayangannya.
Segera setelah menceritakan hal tersebut, Peregrine langsung mengundurkan diri keluar ruangan. Meninggalkan Edward seorang diri dengan berbagai macam pikirannya. Setelah pertimbangan yang masak, dan karna dorongan hatinya yang menginginkan memberikan yang terbaik untuk Pruistine nya, dengan sebuah kenekatan akhirnya Edward mengambil keputusan untuk menempatkan Pruistine kembali ke kamar itu.
Keputusan yang cukup menggemparkan seisi kastil, mengingat jika Pruistine kembali menempati kamar itu, itu berarti mereka tidur dalam kamar yang bersebelahan, dan ada pintu penghubung di tengah-tengah ruangan itu. Dengan status keduanya yang masih lajang, tentunya hal tersebut termasuk tidak pantas. Akan tetapi dengan kekuasaannya, Edward berhasil membuat tidak ada seorang pun yang menentangnya. Semua staf rumah tangganya, termasuk Peregrine dan Mary hanya bisa menuruti perintahnya, karna sekarang dialah Lord di rumah ini.
Keputusan yang di ambil Edward tampaknya sebuah keputusan yang sangat benar, terlihat dari kebahagiaan yang terpancar dari diri Pruistine saat menerima kabar itu. Pruistine yang menerima kabar itu dari Mary langsung menghambur keluar kastilnya dan mencari Edward sampai ke kamarnya. Ya, saat itu Edward sedang berada di kamarnya. Ia sedang merasakan kegundahan, apakah keputusannya yang di dorong oleh rasa ingin membahagiakan Pruistine itu sudah benar-benar sesuai?
Saat Edward mendengar ketukan keras dari arah pintu kamarnya, yang membuatnya sampai mengernyitkan matanya, Edward membuka pintu kamarnya dengan kebingungan. Kebingungannya bertambah saat Ia membuka pintu dan mendapati Pruistine langsung menubruknya, memeluknya dengan erat sambil menangis tersedu-sedu. Di sela-sela tangis harunya, Pruistine mengucapkan terimakasih berulang-ulang kepada Edward, membuat kebingungannya perlahan menyingkir di gantikan rasa syukur dan bahagia. Edward begitu bahagia karna keputusannya menempatkan Pruistine kembali ke kamar masa kecilnya ternyata tepat, Ia berhasil memberikan hal yang diam-diam telah lama Pruistine inginkan.
"Kenapa belum tidur, Edward?" sebuah suara lembut menyadarkan Edward dari lamunannya.
"Oh, kau terbangun?" jawab Edward terkejut, "maafkan aku."
Pruistine tersenyum, lalu Ia memegang tangan Edward yang tengah mengelus lembut kepalanya. Ia tahu selama seminggu ini, sejak dirinya pindah ke kamar ini. Setiap malam Edward pasti akan masuk ke kamarnya, dan untuk waktu yang cukup lama. Edward hanya duduk di ranjangnya dan mengelus lembut rambutnya. Terkadang bahkan Edward mengecup kening, pipi dan juga bibirnya. Entah kenapa perlakuan Edward tersebut begitu Pruistine sukai. Ia menyukai kasih sayang dan kenyamanan yang di berikan Edward kepadanya. Walaupun jika di fikirkan secara seksama, cara Edward memperlakukannya berbeda jauh dengan cara ayahnya memanjakannya. Perbedaan itu kini mulai Pruistine rasakan, membuat dirinya berdebar hangat di hati saat sedang bersama Edward. Entah apa yang terjadi kepada dirinya, Pruistine bingung harus bertanya kepada siapa.
"Kau tidak membangunkanku, aku memang belum tidur," bisik Pruistine lirih, masih menggenggam erat tangan Edward. Pruistine menempelkan tangan Edward yang berada dalam genggamannya ke dadanya. "Apakah kau merasakan debaran di dadaku, Edward? kenapa jantungku rasanya selalu seperti ini saat berada di dekatmu?" tanya Pruistine dengan sorot mata bingung. "Coba rasakanlah, kau bisa merasakan debarannya kan?"
Edward merasakannya, mengetahui hati Pruistine berdebar untuknya membuat dirinya begitu bahagia, "Itu tandanya kau mempunyai perasaan sayang kepadaku, Pruistine," jawab Edward. Ia belum berani membahas tentang rasa cinta kepada Pruistine, karna jujur saja Edward pun bingung bagaimana harus menjelaskannya.
Pelan-pelan, aku akan menjelaskannya pelan-pelan, atau mungkin nanti aku bisa meminta bantuan kepada seseorang untuk menjelaskan tentang hal ini kepada Pruistine. Pastinya harus seorang wanita yang membicarakan tentang hal seperti itu kepada gadis lugu ini.
Pruistine tersenyum, "Ya, aku memang sangat menyayangimu, Edward."
Tidak hanya menyayangiku, Sweet heart, kau juga mencintaiku, batin Edward dalam hatinya.
"Tidurlah, sudah terlalu larut untuk tetap terjaga, My dear," ucap Edeard akhirnya. "Maafkan aku yang datang mengunjungimu pada jam-jam seperti ini."
Saat Ia ingin melepaskan pegangan tangan Pruistine, Edward merasa Pruistine menahan tangannya."Tidak apa-apa, Edward," ucap Pruistine. "Aku senang saat kau selalu berada di sisiku, kau bahkan boleh mengunjungiku setiap malam," lanjut Pruistine dengan binar mata penuh harap.
Edward tersenyum, lalu Ia menggelengkan kepala, "Baiklah, Sweet heart, dengan senang hati aku akan selalu mengunjungimu setiap malam," seringai jahil tampak muncul di wajahnya. "Kunjunganku malam ini kurasa cukup sampai di sini, kau bisa menantikan kunjunganku lagi besok malam," janji Edward.
Saat sekali lagi Edward mencoba melepaskan genggaman tangan Pruistine, sekali lagi pula Pruistine menahannya. "Jangan pergi, Edward, maukah malam ini kau menemani tidurku?"
"Aapa?" Edward tergagap dengan pertanyaan Pruistine, " tidur bersamamu, My dear?"
Pruistine mengangguk, "Ya, kenapa Edward? Apakah kau tidak ingin tidur bersamaku?" tanya Pruistine dengan polosnya.
Tentu saja ingin, bodoh, bahkan lebih dari tidur. Jawab Edward dalam hati.
"Terkadang ayah dan ibuku menemaniku tidur, kami tidur seranjang bertiga," ucap Pruistine berbinar-binar, " ayolah, malam ini saja, tidurlah bersamaku, seperti ayah yang terkadang tidur menemaniku."
Edward tidak bisa berkata-kata, Ia hanya bisa menurut saja saat Pruistine menarik tangannya dan memaksanya merebahkan diri di sisi lain tempat tidurnya.
Pruistine tersenyum senang melihat Edward sudah berbaring di ranjang yang sama dengannya, Ia menelusup masuk ke dalam pelukan Edward dan merebahkan kepalanya di dada Edward. Entah mengapa, rasanya sangat menyenangkan sekali bisa tidur dalam pelukan Edward. Hal itu mengingatkannya kepada Ayahnya, akan tetapi ada sensasi aneh lain dari tubuhnya jika berdekatan dengan Edward. Ia menyukai perasaan ini, perasaan tidak ingin jauh dari Edward, perasaan tenang yang hinggap di hatinya. Dengan helaan napas senang, perlahan Pruistine tertidur dengan nyaman dalam pelukan Edward.
Melihat teraturnya helaan nafas dari Pruistine, Edward tersenyum miris. Well, selamat datang malam penyiksaan, batin Edward. Bagaimana bisa ada gadis sepolos ini, tidur dengan nyamannya dalam pelukan pria yang jelas-jelas ingin sekali menerkamnya. Tidak sadarkah Pruistine bahwa tingkah lakunya semakin menyulitkan Edward untuk tetap bertahan pada niat baiknya?
Tingkah lakumu membuatku ingin segera memilikimu hanya untuk diriku seorang, My Love, bisik Edward lirih di telinga Pruistine.
Menghela nafas Edward memutuskan untuk memaksakan diri memejamkan mata. Untuk saat ini, kedekatannya dengan Pruistine cukup hanya sebatas ini, Ia harus melangkah dengan hati-hati untuk bisa mendapatkan Pruistine. Toh tidak ada seorang saingan pun baginya saat ini. Belum ada seorang pria pun yang akan menjadi saingannya dalam waktu dekat, mengingat seumur hidupnya Pruistine tidak pernah keluar dari Cornwall.
Walaupun Edward yakin, begitu Pruistine Ia kenalkan ke dalam lingkup pergaulan masyarakat, hal yang pasti terjadi adalah akan datangnya berbondong-bondong pria yang ingin mendapatkan Pruistine. Pria yang pasti akan menjadi saingannya. Akan tetapi saat hal itu terjadi, sudah terlambat bagi mereka semua untuk mendapatkan pruistine. Karna tidak lama setelah itu, Edward akan mengklaim Pruistine nya sebagai miliknya.
Edward merasa puas dengan pemikirannya itu, Ia mengkategorikan bahwa posisinya saat ini sangatlah aman. Tanpa persaingan, rasanya ia bisa bergerak dengan perlahan dan menikmati kebersamaan selama kurang lebih sampai masa berkabung Pruistine selesai, saat masa berkabung Pruistine selesai Edward pastikan Pruistine sudah siap menerimanya sebagai seorang pria, bukan sebagai pengganti ayahnya seperti perlakuan Pruistine kepadanya saat ini. Dengan seringai senang Edward memejamkan matanya, larut dalam mimpi indahnya bersama Pruistine.
Dalam keheningan malam di Cornwall, kedua insan itu tidak menyadari bahwa berita akan kemunculan pertama kali Pruistine ke desa sudah menyebar hampir ke seluruh Inggris. Kabar berita akan kecantikan Pruistine bahkan membuat banyak orang penasaran. Kabar burung manakah yang benar?
Segera desas-desus akan diri Pruistine menjadi topik hangat semua masyarakat kelas atas yang mendengarnya. Banyak diantara mereka yang menunggu kemunculan gadis yang entah buruk rupa atau cantik menawan dengan emas kawin yang berlimpah. Banyak para gantlemam yang menunggu tangkapan emasnya ini keluar dari persembunyiannya. Tetapi mereka tidak berani terang-terangan menunjukkan minat, mereka sudah tau gadis itu berada dalam perlindungan Earl of Blackwater. Itu artinya mereka tidak boleh bertindak sembarangan jika tidak ingin menyesal.
Tbc.
------------------------------------------------------
Taraaaa...... soet update lagi nih sista-sista kesayangan.... setelah mager selama seminggu yak..hohohooo
Maaf banget kalau banyak typo yaaa, blm daku koreksi lagi.. cuss ini masih segar baru ngetik langsung daku publish ^.^' untuk memenuhi janji dulu yaaaa, yang penting sesuai janji mau upld paling cepat hari ini...hahahaiiii :D (padahal si ragu ini sesuai janji apa malah udah telat dari hari yang di janjikan)
Untuk yang masih setia menunggu lanjutan kisah Edward dan Pruistine, daku ucapkan makaaasiiiihhhhh banyak <3 <3 <3 melihat karya histfic pertamaku ini yang mendapat sambutan baik rasanya seneng bgt..
Sekali lagi ane ucapkan terimakasih untuk readers setia yang sudah sudi meluangkan waktunya membaca karyaku ini, terimakasih juga yang sudah vote dan komen..kalian semua penyemangatku... :)
Jangan lupa tinggalkan saran dan masukan untuk ku yaa sist say... ane terbuka dengan segala masukan
Sekain cuap-cuapnyaa...
Salam sayang dariku untuk semua...mmmuuuaaachhhh
Soetba
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro