Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 15

Akhirnya update lagi😍😍😍

Menyambut kembalinya Angan dan Sani , bisa nggak nih seribu komen?

Yokk vote dulu baru komen sebanyak-banyaknya🤗🤗🤗😘❤️

*Coba tulis inisial huruf cinta pertama kalian di sini ^^

#Playlist: Ten 2 Five - I Will Fly

Seperti biasa, setelah selesai jam kuliah Sani mendatangi lapangan bola voli dan menonton laki-laki berwajah rupawan bak dewa Yunani mengisi lapangan tersebut. Para laki-laki sedang tanding voli.

"Lo demen amat deh ke sini," kata Sweety.

"Banyak cogan, Sist," balas Sani santai.

"Cogan di rumah nggak cukup?" sela Mila.

"Itu mah spesial. Kalo cogan di sini kan satu untuk semua kayak slogan apa tuh." Sani berucap santai sambil tersenyum saat seorang laki-laki di lapangan melempar kerlingan genit padanya.

"Sance emang pecinta cogan-cogan di muka bumi." Sweety mengamati lapangan. Dia tidak akan menolak juga disuguhi pemandangan indah.

"Omong-omong, gue ragu sama Pak Tebing. Seandainya batal nikah gimana?" sela Mila.

"Hah? Kenapa?" tanya Sweety kaget.

"Siapa yang batal nikah, Beb?" respons Sani sambil melihat Mila. "Tetangga lo ada yang batal nikah?"

Sweety berdecak. "Aduh, Saniiiiiiii! Mila yang nanya seandainya dia batal nikah gimana."

"Mila mana, Beb?" tanya Sani polos.

"Ya, Tuhan... Milalang Barani. Ini manusianya depan mata lo!" balas Sweety sewot. Setiap bicara dengan Sani selalu saja darah tinggi.

"Oh, Mila ini." Sani manggut-manggut. Sedetik kemudian dia baru paham sama apa yang dibicarakan. "Bentar, bentar. Kenapa batal nikah, Beb?"

"Dasar lo. Telat banget." Sweety menepuk keningnya.

Mila mengangkat bahu.

"Kok omongan gue jadi nyata sih, Beb?" lanjut Sani.

"Heh! Mulut lo." Sweety memukul lengan Sani supaya diam. Dia memelototi sahabatnya. "Abaikan aja nih kutu. Kenapa lo mikir begitu, Mil?" tanyanya.

"Nggak tau. Terus Ombak chat lagi," ucap Mila.

"Gue pikir Ombak bercanda waktu bilang mau deketin lo lagi," beber Sani.

Sweety menatap Sani dengan tatapan ingin tahu. "Dia bilang gitu? Kenapa nggak ngomong apa-apa? Lo mah diem aja."

"Gue pikir canda doang, Beb."

Sweety melirik Mila, lalu mengusap pundaknya. "Siapapun yang lo pilih, gue akan mendukung. Mau Pak Tebing atau Ombak kek. Asal lo bahagia, gue kawal."

"Ngapain dikawal, Beb. Mila kan nggak ke mana-mana," celetuk Sani.

"Ish! Lo mah selalu ngeselin." Sweety memukul lengan Sani berulang kali karena kesal. Setiap momen serius mendadak jadi lawakan yang bikin kesal.

Mila tertawa. Sani dan Sweety langsung melihat sahabatnya yang super tinggi itu.

"Beb, sehat?" tanya Sani. "Kok mendadak kayak kunti ketawa tiba-tiba."

Mila berdiri dari tempat duduknya, lalu memeluk Sani dan Sweety dengan erat. "I love you both! Kalian perempuan luar biasa. Tanpa kalian hidup gue bakal lurus-lurus aja nih."

"Lurus mah kakaknya Indah, Mil," sahut Sani.

"Sani! Diem nggak lo!" omel Sweety.

Suara tawa Mila semakin keras memenuhi telinga kedua sahabatnya. Baik Sani maupun Sweety ikut tertawa bahagia meskipun tidak tahu apa yang mereka tertawakan.

Di saat mereka bertiga sedang berpelukan layaknya teletubbies, ada suara dehaman yang menginterupsi. Sontak, ketiganya menarik diri dan menoleh ke arah sumber suara.

"Hai," sapa laki-laki itu ramah.

"Oh, hai," balas Sweety.

"Uhm... saya boleh minta nomor kamu?" Laki-laki itu menyodorkan ponselnya pada Sani.

Sani tercengang. Karena tidak percaya, dia celingak-celinguk. Ponsel yang disodorkan mengarah padanya bukan Sweety atau Mila. Dengan cepat Sani menunjuk dirinya sendiri. "Saya?" tanya Sani ragu.

"Iya, kamu. Boleh nggak?" tanya laki-laki itu.

Sani mengamati kembali wajah tampan blasteran itu. Dia ingat. Laki-laki itu mengerlingkan mata padanya tadi.

"Duh, maaf ya. Saya nggak bisa kasih. Takut dimarahin bodyguard," tolak Sani halus.

"Kamu punya bodyguard? Kenapa harus diomelin?" tanya laki-laki itu.

"Maksudnya tuh suaminya. Lo nggak liat cincin di jari manisnya?" serobot Sweety.

Laki-laki itu menurunkan pandangan pada jari manis Sani. Setelah sudah menyadarinya, dia buru-buru menarik ponselnya. "Ya ampun... maaf. Saya nggak bermaksud. Permisi." Kemudian, laki-laki itu pergi secepat angin berembus.

"Susuk lo berpindah atau baru lo transfer ke gue ya, Sweet?" Sani menyenggol bahu Sweety. Tiba-tiba merasa keren karena dimintai nomor telepon. "Gue berasa jadi pemenang kontes ratu kecantikan sejagat raya."

"Keliatannya sih mulai nular, San. Lebih sering deketan aja sama Sweety," celetuk Mila bercanda.

"Duh, Mil. Tolong deh, cukup satu aja orang rada-rada kayak Sani. Lo jangan ikutan," kata Sweety.

"Kepsi sih, Beb?" Sani mencubit pipi Sweety dari samping.

"Kepsi apaan sih?" tanya Sweety.

"Itu maksud gue kenapa sih." Sani menjelaskan.

"Bahasa planet Sanitary?" sambung Mila.

Sani nyengir. "Yongki."

Sweety dan Mila geleng-geleng kepala. Mereka pikir setelah Sani menikah dengan Angan semua akan berubah. Ternyata mereka salah. Sani tetaplah Sani. Tidak akan berubah walau Angan yang bucin itu sudah menjadi suaminya Sani.

"Omong-omong, gue merasa––"

"Sani." Suara bariton itu menganggu obrolan. Alhasil Sani dan kedua sahabatnya menoleh.

"Eh, Ampas!" sapa Sani balik.

"Parah bener nama Pras jadi ampas. Dosa lo." Pras menyodorkan paper bag kepada Sani. "Ini oleh-oleh dari Beijing. Nyokap baru balik dari sana."

"Waduh... ada angin apa nih lo kasih gue oleh-oleh? Angin-anginan?" balas Sani seraya mengambil paper bag yang disodorkan padanya.

"Angin cinta, San. Kencan sama gue, yuk?"

"Siapa yang kencan sama lo?" tanya Sani belum paham.

"Lo dong, San. Gue mau ngajak kencan nih," kata Pras.

"Sani udah nikah," celetuk Sweety. Kebetulan dia tidak kenal siapa Pras ini. Sepertinya dari jurusan lain, kenalan Sani.

"Yah... lo udah nikah, San?" tanya Pras tak percaya.

"Udah sama anak sultan."

"Sultan mana? Gileee nggak bilang-bilang. Gue sedih dengernya." Pras memasang wajah sedih dan memelas.

Sani tidak memedulikan Pras. Dia hanya peduli pada isi dari paper bag yang sedang dilihat olehnya. Ada banyak makanan dan beberapa barang yang diberikan Pras. Karena dia terlalu fokus, Pras merasa kesal dan pergi begitu saja.

"Ke mana tuh bocah?" tanya Sani sambil mengedarkan pandangan.

"Lo fokus sama oleh-oleh sih. Dia cabut lah," jawab Sweety.

"Oh, ya udah. Lumayan nih, Beb. Gue dapat banyak makanan. Kalian kudu coba."

Sweety dan Mila geleng-geleng kepala untuk kedua kalinya. Satu hal yang paling jelas adalah; Sani tidak mudah peka. Berbeda dengan Sweety dan Mila yang pekanya selangit, maka kepekaan Sani akan perasaan seseorang di bawah rata-rata. Kalau sedang nyambung Sani baru sadar sama perasaan itu.

"Ini enak, Beb." Sani mengunyah permen yang dibawakan Pras sebelumnya, lalu menyodorkan masing-masing permennya pada Sweety dan Mila.

Sweety berdecak. "Bahaya. Untung aja Kak Angan bisa meyakinkan lo ya. Kalo nggak, masih nggak peka deh lo."

Sani yang terlalu fokus mengunyah permen sambil memandangi lapangan voli tidak mendengar yang dikatakan Sweety. "Lo bilang apa, Popok?"

Sweety menjawab, dengan nada gemas, "Nggak. Ada kucing lewat tadi."

"Lewat mana, Beb? Nggak ada di depan gue," tanya Sani polos.

"Tau ah."

🎵🎵🎵

Hari ini Angan tidak ada jadwal ke pengadilan. Dia datang menemui Anatomi di kantin kampus. Ada pula Cloud yang ikut bergabung di meja yang sama dengan mereka.

"Dosen-dosen muda yang baru masuk siapa aja, An? Industri jadi dosen tetap nggak?" tanya Cloud memulai obrolan baru.

"Ada banyak. Iya, Industri jadi dosen tetap di sini gantiin Pak Jono," jawab Anatomi.

"Banyak dosen muda ya? Gue baru tau," sela Angan.

"Banyak. Ganteng-ganteng dan cantik-cantik. Berasa taman bunga karena banyaknya orang cakep," kata Cloud.

"Berarti bisa masuk dalam jajaran dosen cakep versi Universitas Cinta Hati." Angan tidak bisa membayangkan seberapa banyak kumpulan orang-orang kece tersebut.

"Lo gabung aja jadi dosen di sini, Angan," usul Cloud.

"Mana mau. Bayaran dia jadi lawyer tuh dollar. Pasti dia milih bela klien daripada ngajar," serobot Anatomi membeberkan.

"Bener juga sih." Cloud menyeruput jus jeruknya. "Tapi Tuhan nggak adil banget ya. Mukanya Angan udah ganteng, otaknya selancar mesin penghitung uang, kekayaan pribadinya banyak, dan lain sebagainya. Mantan-mantannya mana secakep bidadari semua."

"Bisa aja, Kak Cloud." Angan tertawa pelan.

"Eh, An. Itu bukan sih dosen barunya?" Cloud memberi kode melalui mata saat melihat dua orang perempuan cantik yang baru saja memasuki kantin.

"Iya. Bu Jamaika dosen baru fakultas Teknik, sedangkan Bu Spora dosen baru fakultas Psikologi," jelas Anatomi. Pandangannya kembali pada ponsel, tidak tertarik melihat dua dosen baru karena bosan.

"Spora mah gue kenal. Dia sepupunya Payaya," sambung Angan.

"Sepupunya? Baru tau Payaya punya sepupu cakep-cakep," komentar Cloud.

"Banyak tau, Kak. Sepupunya Payaya yang perempuan tuh mukanya kayak dewi Yunani semua. Muka blasteran gitu. Soalnya ibunya mereka rata-rata campuran bule." Angan mengambil ponselnya, mengamati pesan yang belum dibalas oleh sang istri. "Sweety lagi sama Sani nggak sih, Tom? Gue chat Sani nggak dibales-bales."

"Sani lagi ngobrol tuh." Cloud menunjuk secara terang-terangan Sani yang berbincang dengan seseorang. Namun, tidak sendirian. Ada pula Sweety dan Mila di belakangnya.

"Ngapain Sweety berdiri di situ? Kenapa nggak ke sini duluan?" Anatomi berucap dengan nada cemburu.

"Laki-lakinya ganteng gitu. Buat cuci mata lah," ujar Cloud memanas-manasi.

"Sani ngapain sih? Kok lama amat ngobrol sama tuh orang," protes Angan tak kalah cemburu.

"Gue bilang itu laki-laki ganteng. Siapa juga yang nggak tertarik." Cloud masih memanas-manasi. Padahal belum melihat rupa laki-laki itu karena hanya terlihat dari samping saja. "Ya, kalo gue jadi perempuan juga betah lama-lama ngobrol sama yang ganteng. Apalagi lebih ganteng dari suami," lanjut Cloud.

"Lo bisa diem nggak sih, Cloud? Gue sembur nih," omel Anatomi.

"Buset... galak." Cloud tertawa geli. Ternyata seru juga menggoda suami-suami yang bucinnya sudah setingkat sama bulan. "Gue mah bicara fakta, Bro. Kita lihat aja nih muka laki-lakinya. Pasti gantengnya kebangetan," lanjutnya masih belum puas menggoda Anatomi dan Angan.

Angan menggebrak meja cukup keras hingga membuat Anatomi dan Cloud kaget. Bahkan orang di meja sebelah ikut kaget dan latah karena tindakan tak terduga itu.

"Bener-bener nih. Siapa sih tuh orang?" Angan berdiri dari tempat duduknya, bersiap menghampiri istrinya. "Sumpah ya... ngobrol selama itu ngobrolin apaan?"

"Nanyain nomor hape kali," celetuk Cloud, masih edisi memanasi.

Tiba-tiba laki-laki yang tengah berbincang dengan Sani menyudahi percakapan dan melambaikan tangan. Tak lama setelah itu Sani, Sweety, dan Mila mulai berjalan mendekat. Angan yang kala itu hendak menghampiri mendadak mengurungkan niat.

"Gue bilang juga apa. Lakinya ganteng," kata Cloud.

"Bokap gue maunya apa sih nerima dosen seganteng itu. Mau bikin gue cemburu mulu apa ya?" gerutu Anatomi.

Angan menoleh. "Dosen? Bukan dosen fakultas hukum, kan?" Hatinya ketar-ketir mendengar ucapan Anatomi. Kalau benar, bahaya juga. Istrinya senang sama laki-laki rupawan. "Please... mudah-mudahan bukan."

"Bukan. Dosen fakultas psikologi." Anatomi memberitahu.

"Psikologi? Gila, cakep amat! Bokap lo jangan milih yang cakep-cakep mulu dong. Sani doyan banget liatin laki-laki ganteng. Makanya dia sering nongkrong di lapangan voli buat cuci mata. Bahaya nih." Angan duduk kembali ke tempatnya. Melihat Sani melambaikan tangan padanya membuat rasa cemburunya hilang sedikit demi sedikit.

Cloud tertawa geli. Dia mendapat hiburan yang menyenangkan. Lumayan, bisa jadi bahan gosip bareng Tebing karena Mila ikut memerhatikan dosen baru itu.

Sani, Sweety, dan Mila duduk di meja sebelah kiri yang bersebelahan dengan meja Angan dan kawan-kawan. Mereka tidak mungkin duduk bersama. Selain karena mejanya hanya cukup menampung empat orang, malu juga menjadi tontonan.

"Hai, Om Angan," sapa Sani sambil tersenyum manis. "Siang, Pak Ana dan Pak Cloud."

"Siang juga, Sani," balas Cloud dan Anatomi bersamaan.

Baru Angan akan bertanya, dia melihat Sani berbincang dengan Sweety dan Mila.

"Itu dosen ya, Mil? Ganteng amat mirip jodoh gue yang terpendam," mulai Sani.

"Kayaknya sih dosen. Mukanya sempurna banget ya," balas Mila.

"Pusing deh liat yang ganteng-ganteng. Kece banget. Gayanya keren. Duh, mana percaya dia dosen," sambung Sweety.

Angan dan Anatomi yang mendengar obrolan penuh pujian itu berdeham bersama. Mereka menatap pasangan masing-masing dengan tangan bersedekap di dada.

"Wah... gue nggak ikutan. Itu komentar langsung dari para istri," kata Cloud sembari mengangkat kedua tangan sekilas, lalu kembali menyeruput minumannya.

"Jadi saya nggak ganteng nih?" tanya Angan pada istrinya.

"Ganteng, Om. Tapi gantengan yang tadi ngobrol sama saya," jawab Sani jujur.

"Kok lo malah jujur." Sweety menendang kaki Sani dari bawah meja.

"Jujur mah di kelasnya, Beb." Sani tidak paham maksud kode tendangan barusan.

"Duh, Gusti... nih anak kelewatan." Sweety menepuk keningnya.

"Wah... parah. Masa gantengan yang tadi." Angan tidak memungkiri wajah dosen baru itu memang tampan luar biasa. Bahkan sebelum dikasih tahu Anatomi kalau laki-laki itu dosen, dia malah berpikir laki-laki itu adalah model atau aktor. "Ya udahlah, saya ngambek." Dia mengerucutkan bibir, masih tetap bersedekap di dada.

Anatomi dan Cloud agaknya terkejut menyaksikan sikap Angan. Berbeda dengan reaksi Sweety dan Mila yang menahan tawa karena merasa lucu.

"Manyun-manyun gitu mirip soang, Om," ucap Sani.

"Ngambek," kata Angan.

"Idih... mirip Pak Ana aja tukang ngambek," ledek Sani.

Anatomi pun langsung menoleh. "Siapa yang bilang saya tukang ngambek?"

"Popok, Pak. Siapa lagi?"

Kali ini Anatomi menatap Sweety dengan tajam. "Kamu bilang sama Sani dan Mila begitu?"

Sweety menendang kaki Sani berulang kali karena kesal. Dia menggeleng seolah menyanggah. "Nggak tuh."

"Masa sih?" tanya Anatomi tak percaya.

"Beneran, Pak."

Selagi Anatomi dan Sweety berdebat, maka Sani memeluk lengan Angan secara diam-diam. Dia menusuk-nusuk pipi suaminya dengan jari telunjuknya.

"Jangan ngambek dong, Om. Nanti makin imut," goda Sani.

Angan selalu saja kalah. Paling tidak bisa dirayu sedikit sama Sani. Meskipun hanya ingin pura-pura, tetap saja dia tidak bisa. Ujung-ujungnya kebucinan yang mandarah daging semakin tinggi.

"Ututu... suamiku tercinta ucul banget," goda Sani sekali lagi, masih melakukan cara yang sama.

"Aduh, Sani... jangan bikin saya mau guling-guling deh. Kamu nih bisa banget," sahut Angan akhirnya. Dia menahan tangan istrinya dan mengecup jari telunjuk yang menusuk pipinya.

Sani terkekeh pelan. "Cie... Mas Angan nggak ngambek lagi."

"Ya, Tuhan... cobaan macam apa ini." Angan mengusap dadanya. Detak jantungnya tidak karuan. Pipinya merah padam. "Batal deh mau cemburu. Kamu emang bisa banget bikin hati cenat-cenut."

"Inget sinetron, Om. You know me so well..." Sani bersenandung, membuat Angan tertawa geli.

"Kalian senyam-senyum. Tuh Sweety sama Anatomi debat tiada akhir," usik Cloud.

Sani dan Angan melihat pada kedua orang itu. Sani baru ingat dengan apa yang dia lakukan sebelumnya.

"Om, kita kabur aja, yuk!" bisik Sani ke telinga suaminya. Angan mengangguk.

Keduanya sepakat bangun dari tempat duduk. Mereka berpamitan secepat mungkin mencoba melarikan diri dari situasi panas yang sulit dihentikan. Ketika Sani sudah melangkah pergi, dia mendengar teriakan kencang dari belakang.

"Sani kutu! Bener-bener lo ya. Malah kabur lagi!" 

🎵🎵🎵

Jangan lupa vote dan komen kalian😘😘😘🤗❤️

Follow IG & Twitter: anothermissjo

Mau lihat dosen-dosen kecenya nggak? Nanti aku buat perkenalan di lembar baru wkwk

Angan waktu merhatiin dosen baru ngobrol sama Sani:

"Masih gue pantau nih. Belum gue selepet."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro