Chapter 1
Yihaww update lagi ^^
Mariii tekan bintang, lalu kasih komen sebanyak-banyaknya😍😍😍
#Playlist: Jaz - Dari Mata
•
•
Sani menghampiri Sweety dan Mila setelah kabur dari Angan. Dia duduk di samping Sweety, menyeruput jus jeruk sahabatnya sampai habis, lalu menginterupsi obrolan keduanya. Tiba-tiba dia gatal ingin bertanya.
"Beb." Sani menarik-narik ujung blouse Sweety.
"Apaan? Jangan kayak anak bocah deh narik-narik blouse," balas Sweety jutek.
"Ajarin gue jurus menghilang lo dong," pinta Sani polos.
Sweety tercengang. Dia ingin menoyor kepala Sani sekarang juga. "Lo pikir gue Naruto bisa menghilang segala. Suka aneh-aneh lo ya. Aduh, bikin gue darah tinggi aja."
Mila menyela, "Kenapa sih pertanyaan lo makin hari makin absurd?"
"Bukan gitu, Mil. Masalahnya gue baru sadar sekarang. Gue bilang sama orang itu lagi ghostingin dia," cerita Sani.
"Aduh, Gustiiiii! Kapan lo pinter sih? Ngapain lo ngomong?" Tangan Sweety sudah gatal ingin menoyor kepala Sani, tapi dia tahan supaya dosa tidak bertambah.
"Salah dia. Gue lagi ngupil, dia malah mendekat. Belum pernah gue peperin upil sih," ucap Sani santai.
"Bukannya unik? Lo lagi ngupil dia deketin. Kapan lagi ada laki-laki kayak gitu," kata Mila.
"Bentar. Laki-lakinya siapa dulu nih? Jujur?" tebak Sweety.
"Bukan. Ini mah om-om." Sani tidak mau menyebut nama. Sweety pasti tahu.
"Kak Angan?" tebak Sweety sekali lagi. Melihat Sani mengangguk, dia bertepuk tangan pelan. "Lo pakai susuk dukun mana nih? Kenapa Kak Angan nggak ilfeel liat lo ngupil? Hebat."
"Gue mah nggak perlu susuk, Beb. Gue udah secantik bidadari gini." Sani mengibas rambut pendeknya berulang kali sampai Mila kesal.
"Sani! Rambut lo ganggu tau!" Mila menahan tangan Sani sampai sahabatnya berhenti mengibas-ngibas rambut. "Lagian kalo lo mau menghindar jangan bocorin dong."
"Pokoknya kalo ketemu gue mau pura-pura nggak liat aja atau mau coba jurusnya Naruto." Sani berucap enteng seraya berdiri. "Bentar lagi kita masuk kelas, Dayang-dayangku. Ayo, cabut."
Sweety dan Mila ikut berdiri, tidak mau berkata apa-apa selain mengikuti Sani. Mereka mengikuti dari belakang, membiarkan Sani menjadi pembuka jalan seperti ketua geng.
Beberapa kali Sani menyapa teman-temannya dari berbagai fakultas yang berpapasan dengannya. Walaupun Sani rada-rada bolot—seperti kata semua orang—tetapi dia memiliki teman banyak. Dia pintar menyeimbangkan suasana dan berteman dengan siapa saja. Itulah kenapa lingkungan pertemanannya luas. Jika Sweety memperluas jaringan pertemanan dengan memacari senior-senior terkenal, maka Sani berteman karena memang berkenalan secara langsung. Tidak menggunakan jalan pintas.
"Lo nggak boleh ghosting gitu, San. Kalo nggak suka mending jujur," komentar Sweety saat mereka sedang berjalan menuju gedung fakultas hukum.
"Ngaca, Sweet. Dulu lo begitu," sela Mila.
"Tapi gue nggak ghosting. Sani mah kurang ajar." Sweety membela diri.
"Jujur mah di fakultas, Beb," sahut Sani.
"Maksud gue bukan Jujur gebetan lo, Sance! Ih... ngeselin banget!"
Sani nyengir. "Canda, Beb. Jangan ngamuk mulu nanti berubah jadi Ranger Pink."
"Omong-omong, Rasa sama siapa tuh?" Mila menyela sembari menunjuk kilat si penyiar radio setiap hari Kamis, yang tengah berbincang dengan seorang laki-laki. "Ganteng amat. Anak kampus sini?"
"Itu yang namanya Kak Angan, Mil. Kata Kak Angan, sahabat kita yang bolot ini lucu," beber Sweety.
"Sani dibilang lucu sama Kak Angan?" Mila terkejut. "Wow! Seumur hidup gue nggak pernah denger ada laki-laki bilang Sani lucu. Ini pertama kalinya."
Sani tidak mau berkomentar. Dia mau sok cantik saja, tetap jalan tanpa kabur-kaburan kayak tadi. Begitu berpapasan, dia hanya menatap pada Rasa. Dia menganggap Angan tidak ada.
"Wah... tiga serangkai," sapa Rasa, yang tiba-tiba berhenti demi menyapa tiga perempuan di depannya.
"Hai, Rasa." Mila menyapa balik.
"Kalian mau ke kelas ya?" tanya Rasa.
"Iya. Lo mau ke kantin?" jawab Sani menyela. "Sendirian aja?" Dia mengabaikan soal Angan yang berdiri di samping Rasa. Pokoknya dia menganggap Angan tidak kasatmata.
"Sendirian? Di samping gue ini sepupu—"
Sani menyela sebelum Rasa sempat menyelesaikan kalimatnya. "Oh, sendirian. Hati-hati ya. Banyak buaya darat berkeliaran di kantin."
Angan menahan tawa, tapi dia sudah senyam-senyum duluan melihat Sani mengabaikan keberadaannya. Dia memandangi Sani, tapi perempuan itu hanya melihat pada Rasa tanpa sedikitpun melirik ke arahnya.
"Lo mabok ya, San. Ini kan ada Kak Angan," ujar Sweety.
"Oh, kamu udah kenal sama Kak Angan?" tanya Rasa.
"Iya, soalnya—"
"Nggak ada siapa-siapa, Beb. Gue cuma liat Rasa," potong Sani dengan cepat.
"Jadi setelah kamu ghostingin saya, kamu terang-terangan bilang saya nggak ada?" Angan mulai buka suara.
Kalimat Angan berhasil mengejutkan Rasa. Lain halnya dengan Sweety dan Mila yang berharap segera minggat dari sana.
"Ada suara tapi kok nggak ada wujud yang ngomong, Beb?" Sani bertanya pada Sweety. Dia tetap tidak mengarahkan pandangan pada Angan. "Serem, Beb. Yuk, cabut."
Mila memberi kode melalui mata pada Rasa, membuat perempuan itu segera menyadari maksudnya. Untung saja Rasa peka. Pelan-pelan tanpa permisi mereka bertiga meninggalkan Sani dan Angan.
Sani hendak mengejar Sweety dan Mila, tapi pergelangan tangannya ditahan oleh Angan. "Aduh, siapa sih yang megang-megang pergelangan tangan. Bikin merinding ajojing aja. Tolong pergi jauh-jauh. Jangan ganggu saya." Dia berucap tanpa melihat Angan, melihat pada sekeliling yang ramai.
"Kamu tau nggak sih kalo kamu lucu?" goda Angan.
"Kalo itu sih saya tau." Sani mengatup mulutnya begitu sadar dia sudah melihat Angan. "Aduh, nggak liat. Siapa tuh yang ngomong." Dia kembali mengalihkan pandangan. Bodohnya dia malah kelepasan mulu.
Angan tertawa pelan, kemudian menarik tangannya dari pergelangan tangan Sani. "Ya udah, lanjutin ghosting yang kamu bilang. Saya tunggu kamu buka blokir. Sampai ketemu lagi, Sani. Semoga Tuhan dengar doa saya supaya kita rajin ketemu jadinya nggak perlu chatting-an."
Sani terpaksa melihat Angan saat mendengar ucapannya. Belum sempat mengatakan apa-apa Angan sudah pergi berlalu setelah melempar senyum sampai lesung pipi di sebelah kanan terlihat jelas. Sani diam sebentar selama beberapa menit. Berpikir dan berpikir.
Kemudian, dia berteriak, "Om, Om!"
Angan menoleh ke belakang. "Kamu manggil saya?" Lalu, berjalan pelan menghampiri Sani.
"Maksud kalimat terakhirnya apa sih, Om? Saya bingung. Ngomongnya pelan-pelan dong. Udah tau saya bolot," gerutu Sani.
Angan terkekeh pelan. Aduh, dia gemas sendiri. Kok bisa-bisanya dia gemas begini? Padahal dia tidak mudah gemas sama seseorang. Sani pengecualian yang tidak terduga.
"Saya bilang semoga Tuhan dengar doa saya supaya kita rajin ketemu jadinya nggak perlu chatting-an." Angan berucap pelan supaya Sani paham kata per kata yang dia katakan.
"Emangnya Om doa apa sama Tuhan?" Sani mempertanyakan hal yang jelas-jelas sudah diberitahu.
Angan mendekati telinga Sani, satu tangannya agak menutupi bagian pinggir mulutnya, lalu berbisik, "Berdoa supaya kamu mau kencan sama saya."
Sani tetaplah Sani. "Hah? Om bilang apa? Nggak denger."
Bukannya kesal, Angan malah tertawa. Aneh sih, kalau dipikir-pikir Angan tidak suka perempuan lola alias loading lama atau agak menyerempet kayak Sani. Entah kenapa dia malah menemukan sisi lucu dalam diri Sani.
"Saya berdoa supaya kamu mau kencan sama saya. Masih kurang jelas?" Angan memberi penekanan dalam tiap kalimatnya.
Baru akan Sani menjawab, tiba-tiba ada suara yang berteriak memanggilnya. "Sani!"
Sani mengalihkan pandangan, melihat Jujur melambaikan tangan. "Aduh, Bebeb," gumamnya pelan. Kemudian, dia melihat pada Angan. "Om, maapin nih. Doanya saya nggak aminin. Saya mau balik ghosting lagi. Dadaaaah, Om!"
Sani berlari cepat dengan senyum lebar menghiasi wajah, meninggalkan Angan sendirian.
Di belakang sana Angan melihat Sani tersenyum lebar saat menatap laki-laki lain. Menatap penuh damba seolah-olah sosok itu adalah belahan jiwanya.
"Gue juga mau disenyumin kayak gitu. Gimana ya caranya?" Angan bermonolog sendiri sambil tetap melihat keakraban Sani yang terlihat berbeda.
🎵🎵🎵
Malam ini Sani mengenakan tulle mini dress warna hitam lengkap dengan stoking dan sepatu berhak tinggi warna hitam. Gaya berpakaian ini dipilih sepupunya, Sugar Jayantaka, ketika mengajaknya menghadiri pesta ulang tahun temannya.
Sani kurang nyaman dengan bagian dadanya yang beberapa kali nyaris melorot karena tidak ada tali penahan dan sebatas menempel di tubuh saja. Berulang kali dia menarik bagian atas dress supaya tidak turun.
"Kenapa aku mesti pakai dress seheboh ini sih, Kak? Berasa datang ke nikahan anak raja aja," tanya Sani.
"Soalnya banyak artis yang datang. Aku sengaja ngajak kamu biar bisa kenalin sama mereka. Lumayan kan seandainya kamu pacaran sama Ruben dari Overtime. Katanya suka sama anak band," jawab Sugar enteng.
"Duh, Kak Ruben kan udah tua. Aku suka yang seumuran, Kak."
"Ada Yoga dari Five Prince tuh yang seumuran sama kamu."
"Mukanya terlalu baby face. Aku dikira tantenya nanti. Masa muka seimut aku dibilang tante-tante, Kak."
"Buset deh, pede banget." Sugar terkekeh geli. "Kamu sama Mint tuh pedenya sejagat raya. Kagum sih karena kalian bisa pede."
Sani tersenyum bangga. "Ini cheesecake keliatan enak. Mau cicipin, Kak?" Kemudian, dia mengambil cheesecake di depan mata.
"Nggak deh. Oh, ya, aku mau kasih kado dulu. Mau ikutan nggak?"
Sani menggeleng. "Kak Sugar aja. Aku tunggu sini."
"Oke, deh. Bentar ya. Nanti aku balik lagi. Kalo kamu bosan, keliling aja kedipin artis. Siapa tau nyantol," canda Sugar, yang kemudian segera berlalu meninggalkan Sani sendirian.
Sani mengunyah cheesecake sambil mengedarkan pandangan melihat sekitar. Pesta ulang tahunnya meriah. Artis-artis papan atas berseliweran di depan mata dia. Seharusnya dia bawa kertas jadi bisa minta tanda tangan sama artis yang ada.
"Ini cheesecake-nya enak. Mau gue bawa pulang boleh nggak ya?" Sani bermonolog sendiri.
"Kamu suka cheesecake?" Suara itu berhasil mengejutkan Sani. Hampir saja piringnya lepas kalau tidak dipegang kuat.
"Astagong! Sapa sih?" Sani celingak-celinguk, tapi tidak menemukan siapa-siapa.
"Nengok ke belakang deh," kata suara itu.
Sani menoleh ke belakang, mendapati Angan tersenyum ramah padanya. "O-Om Angan?" sapanya tidak percaya.
"Hai, Sani. Ternyata doa saya dikabulkan," balas Angan masih dengan mempertahankan senyumnya.
"Om ngapain di sini?"
"Ngepel lantai."
"Ngapain ngepel lantai? Bukannya udah ada cleaning service?"
Angan ingin tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Sani. Sayangnya dia sedang berada di tempat ramai. Takut dikira gila. Soalnya ucapan Sani tidak ada yang lucu, tapi dia malah gemas.
"Saya bantuin cleaning service lah," balas Angan jahil.
"Bantuin pakai jas?" Sani menatap bingung. Sejurus kemudian dia baru sadar. "Bentar, Om mah bukan bantuin cleaning service. Pasti temannya yang ulang tahun, kan?"
"Akhirnya kamu ngeh juga." Angan terkekeh pelan. "Bukan teman saya, tapi teman sepupu saya. Saya cuma nemenin aja."
"Oh, jadinya cuma nemenin. Saya juga sih nemenin sepupu." Sani kemudian bergumam pelan. "Om Angan belum nanya ngapain gue di sini. Main kasih tau aja."
Sepelan-pelannya, Angan bisa dengar karena volume suara Sani tidak pelan banget. Dia tertawa kecil. Aduh, dia beneran sudah gila karena Sani.
"Kamu udah bisa liat saya seutuhnya nih? Nggak merasa saya gaib lagi?"
Sani lupa soal itu. Seharusnya dia tidak merespons semua pertanyaan Angan. "Saya lupa. Jadi anggap aja udah nggak gaib lagi, Om."
Tanpa malu, Sani menaikkan bagian atas dress miliknya yang terasa akan melorot. Angan mengalihkan pandangan waktu Sani melakukan itu karena tidak mau dikira mengintip. Kemudian, Angan melepas jas miliknya dan menutupi bagian pundak Sani.
"Kalo kamu nggak nyaman, benerin dress di dalam kamar mandi. Jangan kayak tadi," kata Angan mengingatkan.
"Aduh, maap, Om. Saya kesel banget dress ini tuh kayak mau melorot." Sani ingin merapikan lagi, tapi ingat kata-kata Angan tadi. Pada saat ingin mengancingi jasnya, Angan sudah melakukan lebih dulu. "Makasih, Om."
"Sama-sama, Sani. Jangan dilepas sampai kamu merasa nyaman."
"Apanya yang nyaman, Om?"
"Apanya hayo?" goda Angan.
"Apa apa apanya dong. Apanya dong. Dang ding dong. Dang ding dong." Sani bersenandung, menyanyikan lagu entah milik siapa karena dia lupa.
Sementara itu, Angan tertawa geli sampai terpaksa menutup mulutnya karena takut terlalu keras.
"Kok ketawa, Om? Saya kan nggak ngelawak," tanya Sani heran.
"Aduh, Sani. Kamu lucu banget. Pacaran sama saya, yuk?"
🎵🎵🎵
Jangan lupa vote dan komen semuanya😘😘😘🤗😂
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Ini dress yang dipakai Sani tuh contohnya gini😂🤣 kalau melorot ya babay😂🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro