First! 🌱L I A🌱
Satu!
Mengikuti rutinitas khalayak, bertemu dengan banyak orang; kepalaku pusing. Aku sukanya menyendiri saja. Berkutat dengan handphone hingga kepalaku sakit, mataku jadi blur; it's my favorite. Hem, jangan ditiru, Guys! Lia orangnya bar-bar. Suka melakukan apa pun itu, selagi nggak merugikan salah seribu dari seribu orang yang Lia temui.
Jum'at sore, saat musim panas menjangkit kota, matahari tetap setia pada tugasnya. Lia cuma bisa berjalan; berharap semua akan baik-baik saja. Doakan Lia, ya.
Aku menelepon seseorang di handphone-ku. Dia di mana sih? Masa nggak nampak juga dari tadi?
"Permisi," sahut seseorang dari belakangku.
"Ah, iya." Aku sahut balik orang itu.
"Maaf, ya, mengganggu." Dia menjemput sesuatu dari dalam tasnya. Tangannya memasuki saku kecil di tas miliknya.
"Tahu tempat ini, nggak?" Ia menunjukkan kepadaku sebuah kertas mini yang bertuliskan, 'Cerita Kita Saat Sore'.
Aku mematung jelas. Orang ini sangat aneh.
"Kamu gila, ya?" Aku bermaksud untuk bertanya. Apa orang yang berada di hadapanku ini orang yang baru keluar dari Rumah Sakit Jiwa?
Orang itu hanya melongo melihatku. Membuatku ingin mencakar mukanya.
"Maaf, aku sibuk." Aku berlalu dari hadapannya sejauh mata memandang. Apaan sih? Masa aku bertemu dengan orang gila di hari pertama aku memasuki kota yang katanya indah ini. Omong kosong!
"Lara!" seruku histeris saat melihat teman yang aku cari dari tadi.
"Eleh, ke mana aja?" tanyanya bak orang khawatir.
"Keliling." Aku hanya bisa menjawab singkat. Sebenarnya aku kesal. Sangat kesal.
"Kenapa?" Sekarang Lara sedang mengambil tas yang berada di tanganku sedari tadi.
"Aku ketemu orang gila!" Entahlah, aku ingin marah saja.
"Sudah-sudah. Ayolah sini." Lara melangkah ke sebuah rumah di ujung kota yang indah ini. Memegang gagang pintu dan akhirnya terpampang nyata rumah yang sangat rapi.
Ia tak pernah berubah, masih seperti dahulu. Orang yang rapi dan tenang.
🦅🦅🦅
Aku telah berada di salah satu kota. Baru kutemui dan aku temukan juga orang gila berseragam rapi. Aku masih mengingat dengan rinci hal lucu itu. Bagaimana bisa ada orang asing menyodorkan sebuah kertas bertuliskan bacaan yang aneh?
Sekarang aku berada di sebuah kamar berukuran persegi dengan tempat tidur yang benar-benar nyaman. Mengelilingi kota dengan angkutan umum yang panas dan ada bunyi musik yang membuat kepalaku pusing, jujur saja kepalaku masih nyut-nyutan sampai detik ini. Aku butuh air.
Air ... air ... where are you?
Ada sebuah buku di atas meja. Oh, iya, kalian masih ngeh kan kalau aku lagi di mana? Lia berada di rumah Lara. Dan ... mungkin ini buku Lara? Ini privasi atau bagaimana?
Bukunya berwarna pink. Sejenis buku harian.
Sebenarnya aku sama sekali tidak peduli. Biarkan saja. Mengganggu privasi orang lain itu dilarang.
It's my pleasure!
Aku butuh air.
Lara ada di lantai bawah. Nah, bisa disimpulkan bahwa aku ada di lantai atas. Lara baik banget. Dari kecil pertemanan kami, sampai sekarang sifatnya tak pernah berubah.
"Lia?" Lara berdiri dan hendak menghampiriku. Langsung saja aku berkata, "Stop!" Soalnya aku mau ke bawah; menghampiri Lara. Biar aku saja.
"Lay, I need water!"seruku sambil menghitung anak tangga. To be honest, aku suka memanggil Lara dengan sebutan, 'Lay'.
"Oh, tunggu." Saat anak tangga ke-dua puluh, Lara meninggalkanku.
Hem!
Sudah biasa.
Sofa di depan televisi adalah sasaranku saat ini. Untuk ukuran tubuhku, aku nggak gendut kok. Kurus.
Kurus bukan berarti ideal.
Aku kurus.
Dan ... tidak ideal.
Ya, apa pun itu, kita harus pandai bersyukur. Jadilah diri sendiri.
Lara membawa minuman berwarna merah muda di dalam segelas bening berukuran singset.
"Eh?" Aku menyahut tiba-tiba. Sekarang segelas minuman itu ada di hadapanku.
"Minum." Lara mendaratkan bokongnya di sebelahku.
"I need water." Sebisanya aku memberikan pernyataan yang sopan.
"Itu." Ia menunjuk gelas di hadapanku. Lalu beralih mengambil remote televisi yang terletak di atas meja.
"Aku sudah ngucapin terima kasih dalam hati." Aku meminum minuman merah muda tersebut.
"Sama-sama."
"Manis."
"Kayak aku?" Lara menunjuk wajahnya.
"No."
Hem! Lara itu sebenarnya cantik. Namun, aku nggak mau buat dia tinggi hati sama kecantikannya. Kamu cantik kok, Lara.
"Gimana? Siap kuliah di sini? Besok sudah mulai kuliah."
"Mungkin."
"Jangan mungkin-mungkin aja. Hatimu sudah sembuh belum?"
"Aku itu masih kepikiran sama orang aneh yang tadi aku temui. Sumpah, ya, ngakak sambil jungkir balik sih aku siap!"
"Apa sih? Nggak jelas."
"Gini ... gitu."
"Oke."
Lara berniat meninggalkanku. Ia mengambil langkah untuk ke luar rumah.
"Eh, mau ke mana?"
"Mau nyiremin bunga-bunga. Mau ngekor aku juga?"
Aku tertawa keras. Sebenarnya, nggak ada yang lucu.
Besok kuliah. Mengingat itu membuat tawaku menjadi berhenti.
"Lay."
"Nun?"
"Aku berharap dinding pertahananku tetap kokoh hingga nanti."
Lara mendengus. Lalu mendelikkan matanya.
"Aku siap untuk menontonnya."
❣To be continue❣
Jadilah diri sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro