Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

𝐷𝑢𝑠𝑡𝑎 (𝘖𝘳𝘧𝘪𝘤𝘵)

Rembulan menutup dirinya kala itu. Kawanan awan kelabu menjadi tirai angkasa. Kejora pun tak nampak oleh kedua bola mata. Yang bisa ku lakukan hanya lah menatap angkasa yang akan menumpahkan air matanya.

Malam terasa sepi tanpa kehadirannya. Sosok berperawakan tinggi yang biasa mengisi hari, kini tinggal lah kenangan semata.

Masih ingat dalam benakku, kejadian yang merenggut jiwanya dari sang raga. Kejadian yang membuatku menyesal akan apa yang telah ku perbuat.

Berdusta.

Satu kata, namun dapat merusak jiwa. Menghancurkan segala keindahan dunia. Melenyapkan orang yang dicinta.

Kejadian itu, dimana kuucapkan satu kalimat yang mengoyak hatiku dan tentu hatinya.

"Maaf, aku tak bisa melanjutkan ini lagi."

Jujur saja, kata itu terlontar dari bibirku begitu saja. Hatiku yang sebenarnya berkata tak ingin. Namun berbanding terbalik dengan logikaku.

Ku ingat jelas air muka sosok itu. Kecewa, marah, dan sedih bercampur menjadi satu.

"Baiklah kalau itu mau mu, aku akan mengikutinya,"

"Tapi aku meminta satu permintaan terakhir." Seketika saja bibir sosok itu menempel pada bibirku.

Ciuman perpisahan.

Walau hanya sebentar, namun semua kenangan Indah bersamanya terlintas begitu saja dalam benakku. Mungkin pula dalam benaknya.

Cairan bening pun mengalir begitu saja dari kedua pelupuk mataku. Wajah kami sudah berjarak.

"Selamat tinggal, orang terkasih ku, Hellena Watson," gumam sosok itu.

Sosok itu pun membalikkan raganya, dan berjalan menjauhiku yang dibanjiri air mata.

"Selamat tinggal, William Anderson."

Ku tatap raga kokoh itu yang saat ini nampak rapuh. Ingin rasanya ku dekap raga itu dengan dekapan erat, seakan tak ingin ia pergi. Namun apa daya, diriku yang harus mengikuti ambisi Papa.

Ya, Papa. Orang yang menginginkanku menjadi pewaris perusahaannya. Dan tentu ia tak mengizinkan Putri semata wayang nya ini menikahi pria yang tidak setara dengan keluarganya.

Apartemen yang dulu dipenuhi gelak tawanya, amarahnya ataupun kesedihannya, kini hanya dipenuhi keheningan.

Rasa khawatir yang membuncah dalam jiwaku, membawaku pada balkon apartemen. Tuk melihat keadaan sosok yang telah ku dustai itu.

Jalanan siang itu tak seramai biasanya. Ku bersyukur karena tak banyak kendaraan yang lalu lalang. Diri ini hanya bisa melihatnya dari kejauhan dan mendoakan keselamatannya.

Kutatapi dia yang menyebrangi jalanan, dan kemudian memasuki kendaraan pribadinya.

"Syukurlah, dia pergi dengan selamat."

Aku pun menjatuhkan diri di atas balkon. Menangisi serta menyesali apa yang seharusnya tak kuucapkan.

Gertakan Papa yang membuatku melakukan ini. Tak ada pilihan lain. Walau sudah ku bujuk berkali-kali pun, keangkuhannya tetap berdiri pada tempatnya. Harga dirinya yang tinggi tak mau ia turunkan sedikit pun demi putrinya.

Tak lama, diriku mulai merasa tenang. Tentu dengan perasaan yang amat menyesal.

Ku langkahkan kakiku menuju ruang tengah. Entah apa yang ada dipikiranku, tetiba ku nyalakan televisi.

Ditengah ku mengganti channel, kutemukan breakingnews mengenai kecelakaan.

Awalnya ku merasa tak tertarik. Namun setelah melihat mobil serta plat nomor yang sangat ku kenali, air mata tak dapat ku bendung lagi.

Segera ku tekan nomor pada ponselku. Menunggu jawaban dari sang penerima.

"Nomor yang anda tuju, tidak dapat dihubungi--"

Kepanikan melanda diriku. Segeralah ku berlari menuju parkiran, tak lupa dengan kunci mobilku. Ku nyalakan mesin dan pergi menuju rumah sakit yang tersiar di televisi.

Langkah kaki cepat ku lakukan ketika tiba di sana. Ku tanya mengenai korban kecelakaan yang ada di televisi.

"Oh, pasien itu ada di IGD."

Diriku berlari menuju ke tempat itu. Namun, yang ku lihatnya sesosok yang tertutup oleh kain putih.

Ku dekati sosok itu, dan yang kulihat ialah Andrew Watson. Tak dapat ku tahan air mata itu.

Semua orang yang ku cintai pergi meninggalkan diriku. William, yang terpaksa harus pergi dari hidupku. Sekarang orang tuaku satu-satunya pun turut pergi dari hidupku.

Entah apa yang harus ku sesali. Mungkin saja karena pertengkaran pagi itu dengan Papa, yang memaksaku untuk memutuskan hubunganku dengan William. Kemudian dusta yang terlontar pada William.

Jika kuingat lagi semua hal itu, rasanya hanya menyesakkan hati. Ingin rasanya ku hubungi kembali mantanku itu, akan tetapi ia sudah memilih gadis lain tuk dijadikan pendamping hidupnya. Ku tatapi undangan pernikahan yang ku pegang saat ini.

Walau perasaan menyesal ini masih membekas, yang harus ku lakukan dan bisa ku lakukan hanyalah meneruskan perusahaan Papa yang terancam bangkrut.

Ya, aku hanya bisa melakukan itu.

-The End-

05/02/2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro