Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 22. Ego

Ketika satu fase yang cukup berat dan telah dipersiapkan cukup lama akhirnya terlewati, seharusnya hanya bahagia dan kesyukuran yang memenuhi hati.

Ya, begitulah seharusnya. Tapi entahlah, mungkin aku yang kurang bersyukur, atau pikiranku yang belum sepenuhnya lepas dari sidang skripsi tadi sehingga ketika sebuah pesan dari Ayya datang, aku justru sedikit meradang.

[Assalamualaikum. Mas Yusuf, Ayya di Madinah. Kangen sm Mas. Mas nyusul ya ke Dallah]

[Waalaikumussalam. Kamu ke Madinah dg siapa?]

[Sama Shafeeya dan Hafsa]

[Zainal dan Harun?]

[Iya pastilah dg mereka. Ali jg]

Ada cemburu yang perlahan merayapi hatiku.

Astaghfirullahaladziim. Bukankah Zainal sudah begitu baik dan ikhlas melepas semua, kenapa aku yang mendapatkan semua justru merasakan seperti ini padanya. Zainal memang pantas dicemburui. Kebaikannya, kesabarannya, ketawakalannya. Tapi tidak untuk hal ini.

[Ayya, kl kamu menganggap aku sbg suamimu, seharusnya kamu meminta izin lbh dulu padaku sebelum kamu keluar dari rumah orangtuamu]

[Tp Ayya kan pergi dg mahram, Mas. Ada kakak2, jg adik laki2 Ayya]

[Aku tau, tp aku yg seharusnya kamu mintai izin lbh dulu. Aku suamimu. Aku sudah mengambil alih tanggung jawab atasmu dr orangtuamu, dr keluargamu]

[Lalu Ayya hrs bagaimana?]

[Menurutmu?]

Ada sedikit rasa bersalah atas pesan terakhir yang kukirim. Tapi centang abu-abu terlanjur menjadi biru. Aku cuma bisa menyesali emosiku. Tapi entah kenapa, aku tak sedikit pun ingin mengirim pesan berikutnya yang berisi permintaan maaf. Yang memenuhi hati dan kepala saat ini adalah egoku. Ya, aku memang ingin menyelesaikan urusan ini dulu, minimal 70%-nya, agar setelahnya aku bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ayya tanpa didominasi urusan kampus.

Drrrt drrrt... Gawaiku bergetar. Sebuah panggilan masuk. Bukan dari Ayya, nama Pak Abdullah yang tertera di layarnya.

"Assalamualaikum Abi Abdullah."

"Waalaikumussalam. Masaa ul khair ya bunayya. Kaifa haluka?"
(Selamat malam, Anakku. Apa kabarmu?)

Masya Allah, hatiku serasa diguyur kesejukan mendengar panggilan Pak Abdullah yang penuh kelembutan untukku. Ya bunayya. Mendadak aku merasa seperti Nabi Ismail.

"Masaa un-nuur. Bikhair,Alhamdulillah."
(Selamat malam, kabar saya baik. Alhamdulillah.)

"Ana fil Madinah al aan. Hal sanaltaqi fil masjidun Nabi?"
(Aku di Madinah sekarang. Bisakah kita bertemu di masjid Nabi?)

"Thayyib. Intadzhir lahdzhah ya, Abi. Ana adzhabu al aan."
(Baik. Tunggu sebentar ya, Bapak. Saya pergi sekarang.)

"Na'am. Kun hadzran, Yusuf."
(Ya. Hati-hati, Yusuf.)

Tanpa pikir panjang segera kuiyakan tawaran Pak Abdullah untuk bertemu di Masjid Nabawi. Aku berharap bertemu dengan beliau bisa memberiku pencerahan atas emosiku yang sedikit tidak stabil saat ini, yang aku sendiri tak tahu kenapa.

Segera kucari taksi untuk membawaku ke Nabawi. Dan bergegas kutuju tempat yang sudah diinfokan Pak Abdullah melalui pesan singkat yang kuterima saat di atas kendaraan.

"Assalamualaikum," sapaku.

"Waalaikumussalam, Yusuf." Ia berdiri, menyambut uluran tanganku, lalu memelukku erat. Ditepuknya bahuku hingga aku merasakan sebuah interaksi yang hangat.

Kami duduk, ia tak melepas sedikit pun pandangannya dari wajahku.

"Ada apa? Kulihat wajahmu tak sebening biasanya."

Ah, Pak Abdullah memang sudah serasa seorang ayah. Dia bisa tahu hanya dari melihat wajahku.

"Saya sudah menikah."

"Masya Allah. Alhamdulillah. Siapakah perempuan beruntung itu?"

"Ruqayya. Saya yang beruntung bisa menikah dengannya."

"Masya Allah. Begitulah, Nak. Pena-pena telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah kering. Jika telah dituliskan-Nya untuk menjadi jodohmu, maka demikianlah yang akan terjadi."

"Lalu, apa yang membuatmu resah?" Ia bertanya lagi. Rupanya belum akan berubah topik jika pertanyaannya tentang ini belum beroleh jawabannya.

Kuceritakan semua yang mengganggu. Bahwa kehadiran Ayya di kota yang sama saat ini justru membuat pikiran dan perasaanku menjadi tak menentu.

"Entah, saya sendiri tak tau. Tapi sungguh, saya merasa kecewa. Meskipun saya mengerti niatnya adalah baik dan ingin menyenangkan saya. Hanya saja, saat ini saya sedang tak ingin diganggu, saya punya prioritas yang ingin saya selesaikan terlebih dahulu. Tak lama, hanya beberapa hari saja. Saya berharap dia bisa mengerti keadaan saya."

"Yusuf, anakku. Kamu seorang laki-laki, seorang suami. Kupikir, seharusnya kamu yang mengambil posisi untuk bisa lebih mengerti dan memahami keadaan istrimu. Bukan sebaliknya. Istrimu adalah hasil didikanmu. Kalian baru menikah beberapa hari, mungkin kau hanya perlu sedikit menurunkan egomu, untuk menyadari bahwa kau memang belum sempat mendidiknya."

"Astaghfirullahaladziim."

Sebuah tamparan serasa mendarat, bukan pada pipiku, tapi pada egoku. Betapa yang kulakukan pada Ayya sungguh memalukan.

"Temui dia sekarang juga. Besok pagi, temui aku lagi. Ajaklah istrimu, aku akan membawa kalian ke suatu tempat."

"Ke mana?"

"Istrimu menunggu. Pergilah, dan selesaikan urusanmu!"

"Baik. Terima kasih telah mengingatkan saya." Kucium tangannya dengan hormat, ia tertawa kecil sembari menepuk pundakku. Aku berlalu, membawa hati yang sekejap dipenuhi jutaan rindu.

"Ya Zawjatii, aku menujumu, untuk menggenapkan separuh rindu."

***

Adakah yang menunggu kelanjutan ceritanya Yusuf-Ayya?
Aih, sama... Saya pun menunggu. Menunggu feel datang lagi. Karena nggak mudah nulis beberapa cerita dg beberapa karakter tokoh yg berbeda-beda. Kadang nulis adegan si Yusuf yg orangnya serius, eh pakai bahasanya ala ala Azki yg cengengesan. Hahaha...

Yaudah, ini sedikit dulu ya. Anggap saja pemanasan. Insya Allah lanjutannya segera, gak harus nunggu hitungan bulan.

Oh ya, maafkan ya kalo penggunaan bahasa Arabnya mungkin rada kacau. Soalnya saya sendiri masih belajar, dan masih suka bingung dg tata bahasanya yg bagi saya agak sulit. Kalau ada yg jago bahasa Arab dan menemukan kesalahan/kejanggalan, tolong saya dikasih tau ya utk pembetulan ya.

Terima kasih,
💐💐💐

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro