Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 18a

Pendar merasa seperti dejavu, duduk bersama Rainer dan perempuan lain. Ia teringat Sofia yang melontarkan penghinaan serta ancaman untuknya. Ia tidak tahu, bagaimana pandangan Celine padanya. Apakah perempuan cantik itu merasa terganggu dengan kehadirannya atau tidak? Apakah Celine memandangnya sama seperti Sofia serta Adrea? Perempuan-perempuan di sekitar Rainer, sering kali membuat Pendar merasa tidak percaya diri.

Ia pernah bertemu Celine, dulu sekali di hari pernikahan perempuan itu dengan Rainer. Meskipun Rainer mengatakan kalau pernikahan mereka berjalan hanya dua tahun karena memang tidak cocok satu sama lain, tetap saja ia merasa bersalah. Apakah Celine tahu kalau di hari itu, ia menemui Rainer di kamar rias dan menyatakan cinta?

"Pendar, mau makan apa?"

Pertanyaaan Rainer membuat Pendar tersentak. "Apa saja, Om."

Celine melongo. "Tunggu, kamu panggil Rainer apa? Om?"

Pendar mengangguk malu. "Iya."

Tanpa diduga, Celine tergelak. Tawa renyah keluar dari bibir perempuan itu dan membuat Pendar heran. Rainer memandang mantan istrinya dengan senyum tersungging.

"Tadi, pas Pendar baru datang dan manggil 'Om' aku pikir salah dengar. Ternyata beneran manggil, om. Kok bisa, sih? Maksudku, kalian udah dekat. Masa manggil gitu?"

Pertanyaan Celine dijawab Rainer dengan gedikan di bahu. "Mau gimana lagi? Pendar terbiasa gitu. Kalau dia disuruh manggil kakak atau abang, pasti nggak biasa."

Celine menatap Pendar lalu mengedipkan sebelah mata. "Kenapa nggak manggil sayang aja."

Melihat Pendar duduk salah tingkah, Rainer berdehem. "Celine, kami saling manggil sayang ada waktu tertentu, kenapa kamu kepo sekali."

"Soalnya kalian lucu banget. Pacaran tapi manggil kayak om sama p nakan."

Rainer memesan banyak makanan untuk mereka bertiga. Celine yang awalnya datang karena ingin bertemu seorang teman, akhirnya melupakan tujuannya dan ikut makan bersama mereka. Obrolan banyak didominasi oleh Celine. Perempuan itu bercerita tentang bisnis, kerja sama, dan hal-hal yang berkaitan dengan perusahaan. Rainer menanggapi dengan santai sambil memakan udang yang dikupas oleh Pendar.

"Ngomong-ngomong, kenapa pernikahanmu mundur terus? Bukannya undangan sudah disebar?" Rainer menyela ucapan Celine.

Celine mengangkat bahu. "Feris dan aku, ingin cari waktu yang benar-benar pas untuk menikah."

"Kalian bertengkar?"

"Nggak juga. Hanya ... sedang intropeksi. Feris itu gila kerja."

"Bukannya kamu juga?"

"Memang, karena itu aku nggak yakin kalau hubungan kami akan berhasil. Maksudku, pernikahan kami nanti."

Pendar menatap dalam diam bagaimana raut wajah Celine berubah. Awalnya sangat ceria dan bercerita dengan menggebu-gebu, lalu menjadi murung. Ia pernah mendengar dari Rainer kalau Celine memang akan menikah, tidak menyangka ternyata ada masalah yang membuat pernikahannya diundur.

Pendar membantu Rainer mengupas udang, sedangkan kekasihnya itu memotong kepiting dan mencongkel dagingnya, diletakkan di atas piring dan ia memakan semuanya. Mereka secara alami saling melayani, tidak tersadar satu sama lain.

"Celine, Feris laki-laki yang baik."

"I know, but ...." Celine mendesah dramatis. "Bagaimana kalau pernikahan kami kelak tidak berhasil, seperti kita dulu? Bagaimana kalau seminggu setelah menikah, aku sadar kalau hatiku terbagi, atau mungkin meragu."

Rainer menatap jemarinya. "Kita lanjut nanti, aku cuci tangan dulu."

Meninggalkan Pendar bersama Celine, Rainer bangkit dari kursi dan bergegas menuju toilet. Celine mengawasi Pendar yang sedari tadi terdiam. Diam-diam merasa kagum karena gadis itu terlihat cukup tenang saat mendapati kekasihnya bicara dengan mantan istri. Tidak banyak gadis yang mampu menahan rasa cemburu dan ego, tapi sepertinya Pendar mampu.

"Pendar, bagaimana rasanya punya impian masa kecil yang terwujud?"

Pendar mengangkat wajah. "Maksudnya, Kak?"

"Kamu dan Rainer, bukankah dari dulu kamu mencintainya?"

Pendar mengangguk. "Memang."

"Kalian terpisah begitu lama, sekarang bertemu lagi. Bagaimana perasaanmu? Bahagia? Harusnya, iya, karena laki-laki setia seperti Rainer susah ditemukan."

Pendar mengulum senyum, tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Ia memang bahagai karena Rainer kini menjadi miliknya. Tapi, tidak mungkin ia mengatakan isi hatinya keras-keras. Itu sama saja seperti menghancurkan perasaan sang mantan istri. Meyakinkan Celine, kalau ia benar-benar berharap mereka bercerai. Padahal, itu hanya keinginan sesat di masa kecilnya.

Celine meletakkan sendoknya. Ia sudah menghabiskan ikan bakar berikut lalapan. Mengelap mulut dengan tis lalu meraih air minum dan meneguk perlahan. Matanya memindai sosok gadis yang duduk di seberangnya. Sangat cantik, dengan tubuh tinggi dan molek seperti boneka. Wajar kalau Rainer tergila-gila dengan Pendar dari dulu dan rela menunggu bertahun-tahun.

"Pendar, kamu mencintai Rainer?"

Pertanyaan Celine membuat Pendar tertegun.

"Jawab aja, nggak usah malu-malu."

Mengeluarkan seluruh keberanian, Pendar mengangguk sambil tersenyum. "Sangat cinta."

Celine tersenyum puas. "Bagus, itu jawaban yang tegas. Satu yang kamu harus tahu, Pendar. Sosok seperti Rainer sangat popular di kalangan para perempuan cantk. Aku mendengar ada beberapa perempuan kaya yang mengincarnya. Pendar, kamu harus kuat. Untuk bisa berada di samping Rainer, kamu harus kuat dengan badai yang bisa menerjang setiap saat. Akan banyak cobaan, entah itu dari perusahaan maupun dari perempuan yang menginginkan Rainer. Kamu harus siap. Setelah menghancurkan pernikahan kami, semestinya kamu bisa membuat mantan suamiku bahagia."

Pendar tidak tahu apa yang ia rasakan. Campuran rasa malu dan juga sesal. Ia ingin mengucapkan permintaan maaf pada Celine tapi takut justru akan melukai hatinya.

"Terima kasih, Kak." Pendar berujar lembut.

Celine tersenyum."Jangan berterima kasih. Aku hanya memperingatkanmu. Kamu mungkin menang melawanku, tapi belum tentu dengan perempuan lain. Kalau ingin hubungan kalian awet, kamu harus berusaha lebih keras. Saranku, jangan terlalu lembek menghadapi mereka. Kalau mereka menyakitimu, pukul balik dengan lebih keras. Biar mereka kapok!"

Pendar menggigit bibir, saran dari Celine terlalu besar untuk dilakukannya. Bagaimana mungkin ia bisa melawan Andrea dan Sofia yang punya segalanya dari pada dirinya? Di mata mereka, ia hanya anak muda yang tidak punya apa-apa. Sedangkan mereka para perempuan dewasa yang mandiri. Rasanya, tanpa diminta pun ia sudah bersikap lebih tahu diri.

"Pendar, kenapa?" tanya Celine.

Pendar menggeleng dan tersenyum kecil. "Mereka terlalu kuat. Maksudku, Kak. Mereka punya segalanya yang aku nggak."

Celine menggoyang telunjuknya. "Salah! Mereka tidak punya sesuatu yang kamu miliki. Cinta Rainer. Mereka boleh jadi jungkir balik buat dapetin perhatian Rainer tapi aku yakin kalau kamu pemenangnya. Jangan rendah diri. Kamu cantik dan masih muda. Itu modal besar untuk dapetin hati Rainer."

Rasanya seperti punya seorang kakak, Pendar tidak menyangka kalau Celine begitu baik dan mendukungnya sepenuh hati. Perempuan itu sama sekali tidak dendam padanya, meskipun secara tidak langsung ia sudah merusak rumah tangga mereka. Celine bahkan mengatakan dari awal sudah tahu kalau Rainer mencitai Pendar.

"Kami menikah hanya sebatas status, tapi hati kami masing-masing milik orang lain. Rainer milikmu dan aku milik orang lain juga. Setelah bercerai, aku menjalin hubungan beberapa kali dengan laki-laki dan Rainer, memilih untuk menunggumu. Itu sebuah kesetiaan yang tidak ternilai."

Sepulang dari restoran, Pendar tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya. Bicara dengan Celine membuka banyak hal tentag Rainer yang selama ini tidak diketahuinya. Ia melirik sang kekasih yang sedang berada di balik kemudi. Memenuhi dorongan hatinya, ia mengusap lengan Raner yang kokoh.

"Om, kalau aku selesai magang, kita bisa langsung menikah."

Mobil berhenti tiba-tiba, Rainer memaki saat melihat di depan mereka ada motor yang melintas cepat dengan sembarangan. Pendar terbelalak, begitu pula Rainer.

"Pendar, kamu tadi melamarku?" tanya Rainer saat kendaraan kembali melaju.

Pendar tersenyum. "Iya, aku nglamar,Om. Puas?"

"Wow, apa yang bikin kamu berubah pikiran? Perasaan mau nikah setelah wisuda?"

"Hahaha. Aku mendadak sadar, kalau kamu terlalu tampan dan keren utuk dibiarin menduda terlalu lama."

Rainer tergelak di balik kemudi. "Maksudmu, kasihan aku jadi duda jompo, ya?"

"Yah, anggap saja begitu."

Mereka terdiam, dengan padangan Rainer tertuju pada jalanan. Hatinya membuncah bahagia. Ia tidak tahu apa yang membuat Pendar berubah pikiran, tapi menduga ada campur tangan Celine dalam keputusan gadis itu. Rainer mengingatkan diri sendiri untuk berterima kasih pada Celine saat bertemu nanti.

**

Cerita ini sedang open PO, bersamaan dengan cerita panas After One Night Stand. Dapatkan dua cerita dalam satu buku dengan harga spesial dan edisi hard cover.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro