Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 10b


"Rainer? Kebetulan sekali kita ketemu di sini."

Pendar mengangkat kepala dan melihat seorang perempuan cantik berambut pendek menyapa Rainer. Perempuan itu tersenyum manis dan saat menatap Pendar, keningnya mengernyit.

"Siapa gadis kecil ini? Ponakanmu? Wah-wah, cara makannya luar biasa."

Dengan perlahan, Pendar menghentikan makannya dan meletakkan iga kembali ke atas piring.

"Andrea, apa kabar?" sapa Rainer ramah.

Andrea mengusap rambut pendeknya. "Kabar baik, Rainer. Kamu akrab sama Alek ternyata."

"Cukup akrab."

"Pantas saja, dia juga mengundangmu datang. Boleh aku duduk sama kalian di sini?"

Rainer belum sempat menolak saat Andrea tanpa sungkan menarik kursi di sebelah Rainer dan mendudukinya. Perempuan berambut pendek itu memanggil pelayan dan meminta piring serta gelasnya dipindahkan ke mejanya yang baru.

Andrea menatap Pendar dan mengangguk kecil. "Terusin makannya. Steak tomahawk di sini memang enak. Aku hanya nggak mau repot, makanya makan yang biasa. Geli dan jijik juga kalau bumbu kena tangan."

"Pakai sarung tangan, jari nggak kena bumbu," sanggah Rainer.

"Sama aja, judulnya kotor. Tapi, aku senang lihat orang-orang makan dengan cara itu. Termasuk ponakanmu ini."

Pendar terdiam, menatap iga yang berbalut daging tebal. Ia tergoda untuk menghabiskan tapi kata-kata Andrea tentang kotor dan jijik, membuatnya mengurungkan niat. Ia tidak habis pikir, ada perempuan yang duduk di meja mereka tanpa diundang dan mengkritik cara makan orang lain.

"Andrea, aku dan Pendar sedang menikmati makan malam pribadi. Semoga kamu bisa mengerti."

Perkataan Rainer disambut anggukan kepala oleh Andrea. "Tentu saja aku ngerti, Rainer. Makanya aku bergabung, karena di mejaku terlalu banyak orang. Terlebih mereka minum anggur jadi berisik. Eh, tadi siapa namamu?" Andrea bertanya pada Pendar.

"Pendar."

"Nama yang unik, dan cantik. Sesuai sama kamu. Udah kerja belum?"

Pendar mengangguk. "Sudah, freelance sambil kuliah."

"Ah, bagus itu. Jadi perempuan memang harus tangguh. Jangan bergantung pada laki-laki."

Pendar bertukar pandang dengan Rainer. Keduanya menghela napas bersamaan. Makan malam yang tadinya berjalan santai dan menyenangkan, berubah muram. Bagaimana tidak, Andrea terus menerus melontarkan kritikan. Diawali dengan cara makan steak dari tulang iganya langsung, dilanjut dengan mengomentari para pelayan yang dianggapnya bergerak sangat lamban.

"Aku nggak tahu, Alek menberi training orang-orang ini atau nggak. Harusnya, cara kerja dibuat lebih gesit. Kalau terus begini pelayanannya, restoran akan berat bersaing dengan yang lain."

Rainer berdehem, menatap Andrea tajam. "Maaf, Andrea. Tapi, kami datang untuk menikmati steak, bukan untuk mengkritik."

Andrea melambaikan tangan. "Kamu ngomong gitu pasti karena nggak enak sama Alek. Nggak usah kuatir, kalau dia tahu kamu calon suamiku, Alek nggak akan berani macam-macam."

Pendar yang sedari tadi terdiam, menatap keheranan pada Rainer. Ia tidak salah dengar, perempuan berambut pendek itu mengaku sebagai calon istri Rainer. Kenapa Rainer tidak pernah mengatakan sebelumnya kalau sudah punya kekasih baru?

Rainer menangkan pandangan heran Pendar dan tersenyum tenang. Mengetuk permukaan meja dengan buku-buku jarinya, ia berkata tegas.

"Andrea, kita belum sepakat soal pernikahan. Jangan sembarangan mengklaim kalau aku suamimu."

Andrea tersenyum, menggigit roti gandumnya dengan tenang. "Kita memang belum sepakat soalm pernikahan. Kamu harusnya nggak lupa sama yang aku bilang bukan? Aku akan menunggumu dan memberimu waktu berpikir. Pernikahan kita sama seperti menyatukan dua perusahaan. Bayangkan, berapa banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan kalau kita menikah."

Rainer menggeleng. "Kamu juga harus ingat, kalau aku pernah mengatakan akan menikahi perempuan yang aku cintai. Sebuah pernikahan kontrak, bukankah ide bagus."

Dengan berani Andrea mengusap lengan Rainer, mengabaikan Pendar yang terdiam. Perempuan itu bersikap seolah tidak ada orang lain yang mendengar percakapan mereka.

"Cinta bisa datang seiring berjalannya waktu, Rainer. Lagi pula, di jaman seperti ini kamu masih percaya cinta? Please, kita bukan anak abege lagi."

Rainer menggeleng. "Buatku, pernikahan tetap hal yang sakral. Kamu tahu bukan aku sudah pernah gagal sekali?"

Andrea mengangguk, dengan senyum yang diharapkan terlihat bijaksana. "Memang, justru itu yang kedua kalau bisa kamu nggak perlu pakai hati." Ia mendekat pada Rainer dan berbisik. "Kita menikah, hanya status. Tapi, bagaimana tingkahmu di luar, aku nggak peduli. Asalkan kamu main rapi."

"Itu sebuah logika yang sangat dingin dan aneh. Mungkin buatmu, menghasilkan uang untuk perusahaan sangat penting tapi belum tentu buatku. Terutama kalau harus mengorbankan perasaan."

"Rainer, kita bukan anak-anak. Bisa nggak berpikir dengan kepala dingin?"

"Bahkan orang dewasa pun membicarakan kehidupan sekaras dengan hati, Andrea. Apa gunanya hidup kalau tidak memakai hati?"

Pendar meneguk air minum, duduk dengan tidak enak hati karena terjebak dalam pembicaraan penting antara dua orang dewasa. Rainer yang mengistimewakan cinta, dan Andrea yang mengedapkan bisnis. Pendar tidak tahu bagaimana jadinya kalau semisalnya mereka menikah. Rumah tangga bagaimana yang akan mereka jalani.

Andrea menatap Rainer lalu mengalihkan pandangan pada Pendar. "Siapa namamu tadi, Pendar?"

Pendar mengangguk. "Iya."

"Kamu punya kekasih?"

Pendar mengedip bingung. "A-aku?"

"Iya, kamu. Sudah pernah jatuh cinta?"'

Pendar menatap Rainer sesaat sebelum menjawab sambil tersenyum. "Sudah."

"Bisa dimengerti. Kamu cantik, muda, dan sexy. Pasti banyak laki-laki yang menyukaimu. Lalu, orang seperti apa yang kamu pilih? Yang sesuai dengan hatimu, misalnya dia muda, tampan, tapi kere, atau yang sesuai dengan logika. Misalnya tua, nggak tampan, tapi kaya raya dan bisa memenuhi kebutuhanmu."

Pendar menghela napas panjang, kebingungan karena fokus dua orang kini tertuju padanya. Apa hubungannya antara perasaannya dengan rencana pernikahan mereka? Memangnya apa pengaruhnya bagi mereka tentang laki-laki pilihannya?

Pendar berdehem, meneguk lagi air minumnya. "Aku pernah jatuh cinta dulu, dan cenderung masa bodo. Bisa jadi karena masih terlalu muda, bisa dibilang sangat cuek dan berani menerobos aturan. Sekarang dipikir lagi, itu seperti tindakan yang bodoh."

Suara Pendar melemah, di bawah tatapan Rainer yang tidak terbaca. Raut wajah laki-laki itu mengeras. Ia berharap Rainer tidak tersinggung dengan kata-katany, karena memang saat dulu ia sangat impulsif.

Terdengar tawa lirih dan Andrea mengangguk sambil mengacungkan dua jempol. "Pendar gadis hebat, bisa mengoreksi kesalahan masa lalu agar tidak terulang di masa depan. Cinta memang sesuatu yang bodoh dan membutakan. Aku harapa kamu sudah belajar untuk mengendalikan perasaan bodoh itu. Tolong, bicara sama Om kamu ini? Minta dia berpikir logis kalau di umur kami, kenyataan yang terpenting. Bukan hal sepele soal cinta."

Seperti datangnya yang tiba-tiba, Andrea pun pergi setelah melontarkan peringatan tentang akusisi dan pernikahan. Meninggalkan Rainer yang mendengkus kesal, dan Pendar yang menunduk bingung. Pendar tidak mengerti, kenapa orang-orang kaya mudah membicarakan pernikahan seolah itu hanya tentang makanan. Diam-diam ia mencuri pandang pada Rainer, ingin melihat bagaimana reaksi laki-laki itu saat ada seorang perempuan melontarkan lamaran pernikahan. Rainer menangkap pandangannya dan tersenyum.

"Masih mau pesan yang lain?"

Pendar menggeleng. "Nggak, udah kenyang."

Rainer menatap iga yang masih setengah utuh di atas piring panjang dan mendesah. "Sayang sekali, iganya nggak habis. Sekarang mau dimakan juga udah dingin, nggak enak."

Saat mereka memutuskan untuk pulang, pemilik restoran datang menyapa. Alek, laki-laki berusia 35 tahun yang ceria dan hangat.

"Maaf, dari tadi aku sibuk, nggak sempat nemenin kalian."

Rainer menepuk pundak Alek. "Boss, restoran kamu keren banget. Steaknya benar-benar enak."

Alek tergelak. "Terima kasih. Aku siap datang ke rumahmu kalau ada acara khusus." Mata Alek tertuju pada Pendar. "Pernikahan misalnya. Ngomong-ngomong siapa gadis cantik ini?"

"Oh, namanya Pendar. Dia ini, istimewa."

Cara Rainer menerangkan soal status Pendar membuat Alek tercengang. Tanpa malu-malu Alek menatap Pendar dengan pandangan ingin tahu.

"Gadis cantik yang istimewa. Jarang sekali aku dengar Rainer memuji seorang gadis, malah bisa dikatakan tidak pernah. Semoga kita bisa bertemu lagi di lain waktu, Pendar."

Pendar tersenyum dan menganggukkan kepala saat pamitan dengan pemilik restoran. Ia menyukai sikap ramah laki-laki itu dan sepertinya hubungan persahabatanhya dengan Rainer cukup erat.

Menyandarkan tubuh pada kursi mobil, Pendar merasa malam ini sangat enak. Terlepas dari steaknya yang memang enak, malam ini dua kali ia mendengar soal pernikahan. Dari Andrea dan juga Alek. Melirik Rainer yang duduk di belakang kemudi, ia mendesah. Umur Rainer memang tidak muda lagi, pantas saja kalau orang-orang tes menerus membicarakan pernikahan dengannya. Tapi, bukankah jaman sekarang memilih untuk melajang juga bukan sesuatu yang buruk.

"Om, boleh tanya sesuatu?"

Rainer melirik. "Iya, Pendar. Ada apa?"

"Agak pribadi. Om boleh nggak jawab kalau merasa keberatan."

"Tanya apa? Aku usahakan untuk jawab."

Pendar menggigit bibir, menekan rasa ingin tahunya lalu menghela napas panjang. "Kenapa Om dulu bercerai?"

**

Marsel: Atmosfir cerita ini lama-lama jadi serius.

Sella: Hooh, nggak ada lucu-lucunya kalau kita nggak muncul.

Deswinta: Emang kita hanya tim penggembira. Kalian aja yang nggak sadar!

Alek: Sebagai pemilik restoran dan orang yang terbiasa melihat banyak hal, aku yakin ada yang istimewa antara Pendar dan Rainer.

Andrea: Rainer itu tampan, sayang sekali sikapnya tentang cinta dan pernikahan sangat berlebihan.

Pendar: Aku dulu memang bodoh soal cinta, jenis kebodohan yang bahkan tidak bisa berubah sampai sekarang.

Rainer: Memangnya siapa yang nggak bodoh saat jatuh cinta? Bukankah semua manusia normal mengalaminya?

Mike: Bab ini aku nggak muncul.

Leoni: Aku juga nggak muncul. Nasib karakter pendukung. Semoga penulis memberiku pasangan, minimal ada satu bab extra part untukku.

.

.

.

.Di Karyakarsa sudah bab 25

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro