Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

KSP : Bagian 14

Kutukan Sang Penulis
Bab 14 : Terjebak
*
*

Keesokan paginya Hoshi langsung menceritakan hasil penyelidikan Annisa kepada Belinda, ia juga memberitahu bahwa gadis berhijab itu akan membantu mereka dalam menyelidiki kasus ini. Untuk itulah, kedua remaja itu berangkat ke sekolah bersama.

"Aku masih belum dihubungi Alexis. Apa dia beneran marah, ya?"

"Mungkin dia takut kali, takut dicurigain. Gue bilang juga apa? Hanya karena lo ngerasa nggak enak ke dia, bukan berarti lo harus ngasih tahu hal itu ke dia! Udah bagus kalau bukan dia pelakunya, kalau ternyata dia gimana? Makin pinter dia sembunyi."

"Jadi kamu masih curiga ke dia?"

Hoshi berhenti, menatap Belinda jengah. "Lo nangkep maksud gue nggak, sih? Sepupu gue pernah bilang, kalau mau mengetahui fakta di balik kasus kriminal, kita nggak boleh mempercayai siapa pun, termasuk temen. Bahkan lo sekalipun."

"Itu artinya aku juga nggak harus percaya ke kamu."

"Ya, memang. Lebih baik begitu," ucap Hoshi, kemudian berjalan melewati Belinda.

"Tapi bagaimana bisa kita kerjasama tanpa saling percaya?"

"Saling percaya itu pilihan, itulah sebabnya sebelum mempercayai seseorang lo harus melalui fase yang benar-benar sulit. Kalau lo udah memutuskan percaya ke seseorang, artinya lo sudah siap menerima segala konsekuensi. Entah lo akan berakhir mendapat teman sejati atau pengkhianatan." Belinda mengamini kalimat itu dalam hati.

*

Alexis masih terus menghindari Belinda, gadis itu tak berbicara sepanjang hari bahkan tak menegur sapa seperti biasanya. Belinda mengabaikan itu, seperti perkataan Hoshi mungkin saja itu pilihan Alexis untuk sementara. Lalu ketika gadis itu hendak beranjak pergi, Belinda lebih dahulu melemparkan pertanyaan.

"Mau langsung pulang?" tany Belinda, membuat Alexis sempat menghentikan langkahnya lalu mengangguk.

Sementara itu Alexis menahan diri untuk tidak menjawab pertanyaan Belinda, gadis itu bergegas pergi dari kelasnya. Hari ini ia akan membuktikan sendiri kecurigaannya dan membuat Belinda mempercayainya. Tindakan ini memang cukup nekat, tetapi Alexis merasa harus mencari tahu sendiri tentang apa yang ia curigai.

Untuk itulah, Alexis berbohong kepada Belinda. Kenyataannya gadis itu berdiam diri di toilet, menunggu semua orang keluar dari sekolah itu lalu pergi menuju ruang kesenian.

Seiring dengan langkahnya yang menuju ruang kesenian, jantung Alexis berpacu. Beberapa kali tersirat niat untuk berbalik, namun berusaha ia kalahkan. Lalu setelah sampai di depan pintu ruangan itu, Alexis menarik napas panjang. Ia merogoh saku kemejanya mengeluarkan kunci ruangan itu. Keningnya berkerut, ketika menyadari ruangan itu tak dikunci.

Alexis membuka pintu, cahaya dari luar masuk dan menerangi sebagian ruangan itu. Selangkah kakinya melangkahi pintu, ia langsung mencium bau tak sedap dan menyengat. Terasa begitu mengganggu hidungnya, membuat bulu kuduknya meremang.

"Halo?" Suara Alexis menggema. Gadis itu menyalakan senter dari ponselnya.

Ruangan kesenian yang cukup luas, diisi oleh patung-patung berwarna putih yang berjejer di atas meja kemudian menyusul kerajinan lainnya, serta lukisan dan juga kursi-kursi tanpa sandaran yang disusun rapi di satu sudut. Alexis masuk lebih dalam mencoba mencari lukisannya ketika yakin tak ada orang lain di sana.

Sibuk mencari lukisan di setiap papan kanvas yang ada di sana, Sama-sama Alexis mendengar napas dan rintihan lemah tak jauh darinya. Gadis itu menengok ke arah meja besar yang biasanya ditempati guru pembina keseniannya, yaitu Bu Yola. Perasaan tak enak menguasainya, dengan cepat Alexis menuju meja itu dan melihat sebuah pemandangan yang sangat mengerikan.

"Bu Yola!" seru Alexis panik melihat guru berambut pendek itu tergeletak dengan pisau yang menancap di perutnya.

Alexis bisa merasakan napas lemah Bu Yola, sehingga dengan tangan gemetar Alexis memegang pisau yang ada di perut Bu Yola, di luar dugaan ternyata pisau itu sudah hampir bisa dilepaskan. Mungkin saja Bu Yola melepaskannya sendiri.

"Bu, Bu Yola bisa dengar saya?" tanya Alexis sembari menekan luka di perut Bu Yola dengan tangannya. "Bu?"

Bu Yola membuka matanya dengan sayu, Alexis bisa membaca gelengan pelan guru itu, mulutnya terbuka seakan ingin mengatakan sesuatu. Alexis mendekatkan telinganya untuk mendengar.

"K-keluar."

Setelah itu, Bu Yola tak sadarkan diri. Tubuhnya terkulai lemah membuat Alexis benar-benar panik. Gadis itu berdiri masih sambil memegang pisau, perlahan otaknya mencerna apa yang sudah terjadi dan apa yang baru saja ia lakukan?

Gadis itu menjatuhkan pisau dari tangannya, mengusap-usapkan darah di tangannya dan menangis ketakutan

"B-bukan aku, bukan aku!" pekiknya frustasi, sembari terus mengusap darah itu ke seragam sekolah yang ia kenakan.

"Siapa yang akan mempercayaimu sekarang?" Sahutan pelan itu membuatnya terkejut dan baru menyadari bahwa ia tak hanya sendirian di ruangan ini.

"Lo lihat 'kan? G-gue ... gue nggak ngapa-ngapain dia!" serunya dengan nada frustasi. "Gue dijebak, gue dijebak!"

"Terimalah," jawab orang itu. Topi hitam yang ia gunakan, sukses menyembunyikan sebagian wajahnya. Sementara lekukan tubuhnya terbalut hoodie hitam kebesaran yang membuatnya sulit dikenali.

"Nggak! Nggak! Lo siapa?" Gadis itu berteriak penuh ketakutan dan memundurkan langkah.

"Aku? Orang yang memberikan peran ini untukmu. Jadilah gembala yang sedang melakukan pengeorbanan! Jika kamu merusaknya, maka aku akan menghapusmu dari dunia ini! " katanya dengan seringi mengerikan.

Kalimat itu menjadi akhir yang tak bisa diubah. Seharusnya ia percaya kepada Belinda. Seharusnya ia mengikuti perkataan Belinda. Belinda benar! Seseorang sedang bermain-main di hidup mereka.

Gadis itu menangis, merasakan ketakutan yang sangat dalam. Dia terjebak!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro