Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

KSP : Bagian 10

Kutukan sang penulis
Bab 10 : Pertemuan
*
*
*

Hoshi, Belinda dan Alexis akhirnya mengadakan pertemuan di rumah Hoshi, sebagai satu-satunya cowok diantara mereka. Pertama kali hal yang membuat Alexis takjub adalah fakta bahwa Belinda dan Hoshi adalah tetangga.

"Lo kenapa nggak bilang kalian tetangga?" tanya Alexis dengan nada tak terima.

Belinda mengibaskan tangannya. "Nggak penting."

"Pentinglah! Coba bayangin kalian kenapa bisa-bisanya jadi tetangga? Kebetulan yang sangat kebetulan."

"Sebenarnya nggak kebetulan banget," sahut Hoshi sambil membawakan jus jeruk untuk mereka bertiga. "Ini rumah gue dulunya, emang lama nggak ditinggalin aja. Berhubung nyokap pindah tugas jadi kami juga ikutan pindah."

"Terus nyokap lo di mana?"

"Belum pulang atau nggak pulang? Nggak tahu lah, gue terbiasa sendiri."

"Maaf, Hos, tapi nyokap lo kerja apa ya? Maklum kita walau sekelas, gue mana pernah tahu tentang lo," kata Alexis berusaha seminim mungkin menyembunyikan nada keponya. Diam-diam Belinda berharap Hoshi menjawab pertanyaan Alexis itu. Pasalnya ia juga belum pernah bertemu ibu Hoshi.

"Pegawai BIN."

Belinda terbatuk, ia menepuk-nepuk dadanya. Di saat bersamaan ia merasa takjub dengan pekerjaan ibu Hoshi. "Pegawai apa agen?"

Hoshi melirik Belinda sejenak, lalu melemparkan pandangan ke Alexis yang tak kalah takjubnya. "Ya, pokonya kerja di BIN aja udah."

Alexis menutup mulutnya, lalu berbisik ke Belinda. "Fix, nyokapnya agen BIN, makanya dirahasiakan."

"Gue bisa denger," ucap Hoshi, mendecak. "Agen BIN sepupu gue, nyokap emang kerja juga di sana tapi gue nggak bisa ngasih info detail ke orang lain."

"Sepupu lo? Wah, gila, pantesan lo rada-rada misterius ya orangnya. Emang dari kecil dikelilingi anggota BIN." Hoshi memutar matanya mendengar itu.

"Skip aja deh, sekarang kita nggak ada waktu ngomongin itu. Sekarang waktunya kita bahas pertengkaran tadi siang di sekolah." Hoshi kini menatap Alexis dengan serius. "Jadi, Lex, lo bener ketemu Fani hari itu?"

Gadis itu mengembuskan napas berat dan mengangguk. "Iya, sih gue emang ketemu Fani dan gue hari itu memang pulang lebih telat dari biasanya."

"Kamu punya alibi nggak kira-kira? Seperti orang yang bisa menguatkan kesaksian kamu, minimal ada gitu pembuktian bahwa kamu nggak berasa dengan Fani di jam atau di waktu ketika dia dibunuh."

"Luna," ucap Alexis dengan sedikit ragu. "Sebenarnya gue heran ke dia, kenapa dia nyerang gue dengan kata-kata jahat kayak tadi siang, padahal dia juga tahu gue ke ruang kesenian mau ngambil alat lukis aja kok."

"Lo ketemu Fani di ruang kesenian?"

Alexis menganggukkan pertanyaan Hoshi itu, kemudian menambahkan, "Pas gue keluar dari ruangan itu, gue liat dia juga menuju ke ruang kesenian jadinya gue buru-buru pergi karena emang kami sempat berdebat sebelumnya."

"Jadi maksud lo, Luna tahu itu gimana?"

"Ya, karena gue juga ketemu Luna di Koridor, gue juga nunjukin alat lukis yang gue bawa."

Hoshi termenung sebentar, lalu cowok itu mengangkat kepala untuk menatap Belinda yang juga sama menatapnya. Mengenai Luna, sebenarnya ada hal yang membuat Hoshi tak menyukai gadis yang sangat terkenal di sekolahnya itu. Ada beberapa kejadian yang membuatnya skeptis.

Pertama, Hoshi tahu betul bagaimana cara gadis itu memanipulasi pikiran orang sehingga mengelompokkan siswa yang layak berteman dengannya atau yang tidak layak, dalam artian akan dikucilkan.

Kedua, fakta menarik dari sekolahnya adalah para siswa terbagi menjadi golongan-golongan yang terbentuk begitu saja. Sekali lagi, itu semua ada campur tangan Luna di dalamnya. Golongan pertama merupakan golongan teratas yang mana diisi orang-orang terdekat Luna, siswa lainnya berlomba-lomba untuk itu, termasuk untuk saling menjatuhkan satu sama lain.

Sebab itulah, Hoshi membenci pertemanan. Menjadi golongan terakhir, yaitu orang-orang low profile tak seburuk itu. Lalu sebenarnya Alexis termasuk golongan pertama, gadis berponi ini termasuk orang yang sangat menjunjung tinggi Luna, membangga-banggakan gadis itu.

Lantas, mengapa Luna tiba-tiba saja bersikap frontal kepada Alexis?

"Lo punya salah ke Luna?" tanya Hoshi.

Alexis, gadis berponi itu terdiam sembari berpikir. "Kayaknya nggak deh. Kami lagi baik-baik aja kok."

"Lo tahu gimana Luna 'kan? Walaupun lo emang kagum banget ke dia, jangan nutup mata kalau dia juga orang yang paling berpengaruh di lingkungan sekolah. Orang lagi baik-baik aja bisa diadu domba sama dia."

Alexis membisu dengan pikirannya sendiri. Padahal ia sangat menyukai Luna. Sulit baginya untuk berpikir hal yang sama dengan Hoshi, menurutnya Luna adalah gadis sempurna dengan segudang bakat dan juga kecerdasan di atas rata-rata.

"Gue tahu apa yang lo pikirkan," cetus Hoshi dengan nada nyolot, membuat pikiran Alexis langsung buyar.

"Maksud kamu apa, Hoshi? Emangnya Luna kenapa?" Sebagai satu-satunya orang yang paling asing dengan situasi di sekolah, tentu saja Belinda kebingungan.

"Luna ibarat pemegang tahta tertinggi pergaulan di sekolah." Alexis menarik napas dan mengembuskannya perlahan dengan berat. "Sejak pertama kali di sekolah ini, Luna sudah menarik perhatian banyak orang. Wajahnya cantik, tinggi semampai, apalagi kulitnya yang putih banget sama rambut blonde iconic itu, lambat laun orang-orang semakin banyak yang berlomba untuk jadi temannya."

"Bukan hanya itu, rupanya yang lumayan itu ditambah lagi dengan prestasi gemilang, latar belakang keluarga yang kaya raya dan juga bakat di berbagai bidang. Imbasnya, bukan hanya para siswa, tapi juga guru seakan turut menjilat agar menarik perhatian dari keluarganya yang kaya raya itu," sambung Hoshi.

Belinda sampai terheran-heran, seakan ia sedang mendengar karakter novel yang sempurna itu keluar dari dalam buku dan hidup di depan matanya.

"Lambat laun, semua orang yang berlomba dan menjilat perlakuan Luna itu, menormalisasi semua tingkahnya. Termasuk membully, orang-orang yang berhasil menjadi temannya otomatis punya semacam 'nama' untuk ikutan berhak menjatuhkan golongan yang lainnya, yaitu orang-orang biasa."

"Dan lo tahu apa puncak yang paling komedi dari permainannya itu?" Hoshi menatap Belinda dengan smirik. "Orang yang dekat dengannya hari ini, bisa menjadi orang yang dibully keesokan harinya. Begitupun sebaliknya."

Alexis mengembuskan napas panjang. "Itulah alasan gue kenapa pengen banget lo juga ikut eskul kesenian. Seenggaknya, lo jangan berada di golongan yang akan jadi target bully. Minimal banget kita ada di posisi aman."

Belinda menyandarkan tubuhnya ke sofa, memijat pangkal hidungnya yang mendadak nyeri. "Jadi maksud kalian, apa yang terjadi di sekolah ini juga kemungkinan punya hubungan dengan Luna?"

"We never know, bisa saja. Orang-orang menggila demi untuk mendapatkan tempat paling atas, bersanding dengan orang yang dapat menjatuhkan yang lainnya."

"Kalau begitu, bagaimana dengan Helene sebelumnya? Dia berada di golongan mana?"

Hoshi tersenyum lagi, seakan hal ini adalah sesuatu yang menarik. "Golongan pertama, setidaknya itulah yang kita tahu sebelum dia meninggal."

Alexis mengusap pundak Belinda yang kini terlihat tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Sabar ya, Bel. Lo baru beberapa hari di sekolah ini, tapi lo pasti akan segera merasakan apa yang kita omongin. Wajar lo bingung, semua ini memang terdengar nggak masuk akal."

"Dan juga gila," lanjut Hoshi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro