Bab 3 : Percobaan
Ellen dan Ethan menjalani kehidupannya di rumah Oma Dini seperti biasa. Jika Ellen bertanya, Ethan merasa betah dan nyaman tinggal di rumah ini. Ellen memang tidak menceritakan kejadian horor tentang kuntilanak yang ada di kamarnya, khawatir jika Ethan akan merasa takut. Ellen sudah cukup bahagia jika Ethan sudah bisa menjalani kehidupan barunya di rumah ini.
Bagi Ellen, tinggal di rumah Oma Dini tidak membuatnya nyaman. Kuntilanak yang ada di kamarnya sering menampakkan diri, membuat Ellen tertekan. Bukan hanya itu, ia sering sekali mengalami mimpi buruk. Ellen berpikir kalau setan tidak melepaskannya walaupun dalam alam tidurnya, sepertinya kuntilanak itu senang menghantuinya.
Ellen lebih sering ada di kampusnya. Ia memang berusaha tidak berlama-lama ada di rumah, apalagi Oma Dini pun jarang sekali ada di rumah karena kesibukannya berbisnis. Biasanya Ellen pergi pagi-pagi sekali dan pulang lagi sudah malam, jadi sesampainya di rumah ia langsung tidur karena kelelahan.
Di kampus, Ellen mengenal seorang cowok yang membuatnya nyaman. Samuel, cowok yang dikenalnya dalam suatu kepanitiaan seminar. Walaupun berbeda angkatan tapi Samuel membuatnya menemukan seorang dewasa yang bisa membimbingnya dan yang lebih tepatnya menjadi tempat curhatnya alias curahan hatinya yang memang terasa kosong.
Seperti sore ini setelah selesai kelas, Samuel menjemput Ellen untuk diajaknya makan malam.
"Sam, kita mau makan di mana nih?" tanya Ellen saat sudah berada di dalam mobil Samuel.
"Malam ini kan istimewa, sekali-kali aku ajak ke tempat yang oke ya," kata Samuel sambil senyum-senyum.
"Ih sukanya rahasia-rahasiaan," sungut Ellen sambil melirik Samuel gemas.
Tak lama perjalanan, Samuel menghentikan mobilnya di sebuah kafe yang tampak eksklusif. Samuel langsung mengajak Ellen untuk masuk ke dalam dan memilih tempat duduk agak di pojok. Setelah memesan menu yang ada, Ellen mengamati suasana kafe.
Kafe yang tertata indah dengan hiasan lampu membuat suasananya menjadi romantis. Pemandangan dari tempat duduk Ellen pun menyajikan pemandangan lampu-lampu kota yang mulai menyala seiring gelapnya hari.
Namun, pemandangan itu seketika membuat Ellen syok. Hanya sekelebat, ia melihat sosok kuntilanak yang biasanya menampakkan dirinya di rumah. Namun kini kenapa kuntilanak itu mengikutinya hingga ke sini?
"Ellen? Kamu kenapa?" tanya Samuel heran bercampur khawatir.
"Eh enggak kok, Sam. Aku nggak apa-apa," ucap Ellen setelah bisa menguasai diri. Walaupun kuntilanak itu sering memperlihatkan diri, namun entah kenapa Ellen sama sekali tidak bisa terbiasa. Jika ingin jujur, ia sangat ketakutan. Ia merasa kuntilanak itu hendak menuntut sesuatu darinya.
Untungnya, tak lama kemudian makanan dan minuman pesanan mereka datang sehingga perhatian Samuel teralihkan dan tidak banyak bertanya mengenai kejadian barusan.
"Ehm makanannya lezat," puji Ellen saat mencicipi udang goreng mentega pesanannya.
"Makanya kamu aku ajak ke sini." Senyum bahagia nampak dari raut wajah Samuel, bisa menyenangkan hati Ellen.
Selesai menikmati makan malam, Samuel mulai ingin mengungkapkan isi hatinya.
"Ellen, bolehkah aku berterus terang padamu?" tanya Samuel ragu-ragu.
"Kamu ini kayak sama siapa aja, Sam. Ayo katakan, sebenarnya ada apa?" tanya Ellen penasaran.
"Ellen, dalam hatiku selalu ada kamu. Aku cinta dan sayang banget sama kamu. Maukah kamu jadi kekasihku?" Samuel menatap dalam mata Ellen, mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya.
Ellen merasa sangat bahagia karena selama ini pun ia merasakan hal yang sama pada Samuel.
"Terimakasih, Sam. Aku mau menjadi kekasihmu, aku juga sangat banget sama kamu," ungkap Ellen tersenyum bahagia.
Senyum Samuel mengembang, rasanya saat ini ia ingin memeluk Ellen, namun ia urungkan niatnya karena mereka masih ada di kafe yang banyak pengunjung. Sebagai gantinya, ia hanya mencium tangan Ellen dengan mesra.
Ellen dan Samuel masih mengobrol untuk mengenang saat-saat mereka bersama hingga akhirnya Ellen menceritakan kegundahannya selama ini karena ia sering dihantui sesosok kuntilanak. Bahkan kuntilanak itu sepertinya mulai mengikutinya ke kafe ini.
"Ellen, kamu tahu kan kalau aku bisa melihat mereka yang tak terlihat?" tanya Samuel.
"Iya aku tahu. Tapi apa kamu lihat tadi waktu kuntilanak itu ada di sebelah sana?" tanya Ellen balik.
"Tadi aku nggak lihat sih. Tapi setahuku, jika kuntilanak itu terus menghantuimu, mungkin ia ingin berkomunikasi denganmu," ucap Samuel yang seketika membuat mata Ellen membelalak ngeri.
"Apa?! Enggak ah, gila aja. Aku nggak mau!" Ellen sudah merasa ngeri dengan apa yang Samuel katakan.
"Tapi kan kuntilanak itu sudah lama memperlihatkan dirinya sama kamu dan kamu nggak juga merespon. Apa aku aja yang mencoba bertanya padanya tentang apa kemauannya selama ini?" Samuel memberikan ide paling rasional karena Ellen terlihat sama sekali tidak mau berurusan dengan kuntilanak itu.
"Tapi Sam, aku takut. Bagaimana kalau dia minta yang aneh-aneh?" Dahi Ellen berkerut, ia takut sekaligus juga khawatir.
"Kita kan harus coba, Ellen. Apa kamu mau, seumur hidup bakal dihantui terus sama dia?" tanya Samuel agar Ellen mau membuka hatinya. Samuel hanya ingin agar Ellen bebas dari kuntilanak itu dan bisa melanjutkan hidup dengan tenang.
"Ih amit-amit deh!" sungut Ellen kesal.
"Makanya kita coba tanya langsung aja," kata Samuel tenang.
Samuel memang seorang indigo. Baginya melihat sosok-sosok hantu, sudah menjadi hal yang lumrah baginya. Karena semenjak kecil, ia bisa melihat hantu-hantu itu.
L Awalnya ia tidak memahami bahwa mereka adalah hantu, hingga seiring bertambahnya usia, ia baru menyadari ternyata ia berbeda alam dengan mereka.
"Sam, kami tahu bagaimana caranya untuk berkomunikasi dengan kuntilanak itu?" tanya Ellen dengan enggan. Ia masih belum siap jika harus berhadapan dengan sosok kuntilanak itu lagi.
"Yah kan tinggal kita panggil aja terus ditanyai apa maunya. Itu doang," ucap Samuel santai.
"Ih gampang banget ya kamu bicara," sahut Ellen tak habis pikir.
"Bagaimana kalau malam ini aja kita coba. Bagaimana menurutmu?" tanya Samuel lagi.
"Ah terserah kamu ajalah. Tapi aku nggak mau ikut-ikutan ya."
"Lah nggak ikut gimana? Kan panggilnya di kamarmu?"
"Kamarku? Berarti selama ini dia tinggal sama aku di kamarku?!" Ellen terkejut mendengar fakta ini. Ia menjadi tambah takut.
"Ah terserah kamu. Pokoknya nanti bilang sama dia, suruh dia cari tempat tinggal lain dan jangan memperlihatkan dirinya padaku. Oke?!" pinta Ellen memerintah.
"Akan aku usahakan. Yuk kita berangkat, mumpung belum terlalu malam. Nanti nggak enak sama Oma kamu," ajak Samuel yang langsung berdiri dan mengajak Ellen.
Sesampainya di rumah Oma Dini, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Ellen mencari Ethan yang ternyata sudah tidur. Saat bertanya pada Bik Ratih ternyata Oma Dini tidak pulang malam ini karena ada pekerjaan mendadak di luar kota.
Ellen langsung mengajak Samuel ke kamarnya. Ia hanya ingin segera menyelesaikan urusan kuntilanak ini yang sangat menganggu ketentraman hidupnya.
Samuel berdiri di dekat jendela balkon karena Ellen mengatakan jika disanalah biasanya ia melihat sosok kuntilanak itu.
Samuel mencoba memanggil kuntilanak itu, namun ia tidak juga mau menampakkan dirinya. Samuel mencoba berbagai cara namun tampaknya belum berhasil.
"Ellen, coba kamu panggil!. Siapa tahu dia mau nongol," pinta Samuel santai.
"Ih enggak ah. Nanti dia malah di sini terus gimana?"
"Katanya mau urusan cepat selesai. Kayaknya sih dia hanya mau berkomunikasi sama kamu," kata Samuel lagi. Ia memang sudah sedikit banyak tahu tentang seluk beluk hantu.
"Duh gimana ya?" Ellen masih ragu-ragu, antara takut tapi juga ingin bebas dari kuntilanak itu.
Setelah beberapa lama, Ellen memutuskan jika ia memang belum berani menghadapi sosok kuntilanak yang terus menghantuinya.
"Sam, kayaknya aku belum berani," ucap Ellen sedikit menyesal.
Samuel mendekati Ellen dan memeluknya.
"Nggak apa-apa, Ellen. Aku nggak maksa kamu kok, mungkin memang belum waktunya. Kamu memang harus menguatkan diri dulu. Kalau kamu sudah merasa berani, kita coba lagi. Oke?!" Samuel membelai rambut Ellen, menenangkannya.
"Iya, Sam. Makasih ya," ucap Ellen lega.
Tanpa mereka sadari, sepasang mata dengan sorot berwarna merah menatap lekat keduanya, mengamati dengan pandangan yang sulit diartikan. Sepasang mata milik kuntilanak dibalik jendela balkon.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro