Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Penyamun Hati

Juno berselonjor di teras depan rumahnya. Sementara gitar dalam pelukannya. Jarinya memetik senar dengan lihai. Salah satu yang menjadi daya tariknya adalah bermusik. Tapi dia berhenti saat melihat seorang perempuan di seberang rumahnya.

Rumah yang sudah lama kosong itu, kini ditempati seorang bidadari bersama kedua orang tuanya. Juno tersenyum tipis, rencana gila itu kembali terbeset di otaknya. 

Sissy sibuk ikut membantu menurunkan barang-barang dari mobil tetangga barunya. Sebagai warga kampung yang baik dan ramah harusnya dia juga ikut membantu. 

Tanpa banyak lagi perdebatan dalam batinnya. Dia beranjak dan berlari menuju seberang. Tapi, langkahnya terhenti saat dia berpapasan dengan Rea. Mata mereka bersirobok. Rea menuntun tangan Jeni, seperti adiknya sendiri. 

Jeni menatap Rea dan Juno bergantian. Mereka seperti sedang mengobrol tapi Jeni tidak mendengar apapun. Dari sorot mata mereka sudah jelas, Juno kesal karena Rea masih menganggapnya pacar. Sementara Rea sendiri kesal karena Juno kerap menduakan dan mengabaikannya.

Adik kecil Juno itu memang betah bermain lama-lama di rumah Rea. Padahal rumahnya cukup jauh jika ditempuh dengan jalan kaki. 

“Dadah kak Rea.” Jeni melambaikan tangan. “Besok main lagi, ya.” 

“Oke.” Rea membungkuk, kemudian membelai kepala Jeni. Saat dia menegakkan tubuhnya dia melihat Juno sedang membantu orang yang baru pindah. Melihat tingkah Juno yang seperti itu, dia sudah tahu tujuan Juno.

***

Gelegar petir menyambar. Desau angin bersahutan dengan hujan lebat yang sudah membasahi bumi. Sudah tiga hari berturut-turut hujan tak terelakkan. 

Juno hanya berdiam diri di rumah, setelah Inne menjauhinya. Kini dia sendiri. Meski Rea masih mengaku sebagai pacarnya. Tapi, baginya mereka sudah tidak ada hubungan apapun. Ludah yang sudah di buang tak mungkin dia telan kembali. 

Tahun sudah hampir habis. Satu minggu lagi mereka akan merayakan pergantian tahun. Mengerikan jika Juno merayakannya sendirian. Dia harus bisa bisa memacari Rima, gadis yang sudah hampir satu minggu menjadi tetangga barunya. 

Juno bosan dengan pertanyaan Jeni tentang Rea. Bahkan, dia memintanya untuk melakukan panggilan Video pada Rea, karena Jeni ingin sekali bertemu dengan boneka besarnya. 

Rea memang menggemaskan, dia selalu diam saat Jeni membubuhkan bedak di wajahnya hingga putih, meski berantakan tapi Rea tetap lucu. Rambut bob berponi diberi bando kelinci. 

Rea tak hentinya memandangi fotonya bersama Jeni. Sejujurnya Rea juga rindu pada anak itu. Tapi, tingkah Juno membuatnya malas untuk bertandang. 

***

Juno berhasil mendekati Rima. Kini mereka sedang duduk bersantai di teras rumah. Petikan gitar memesona Rima. Kepalanya berlenggak ke kanan dan ke kiri. 

“Sekarang bulan purnama ya?!” tanya Rima yang tak butuh jawaban Juno. Pertanyaan tapi merupakan sebuah pernyataan. 

Juno hanya mengangguk saja.

“Kamu pernah mendengar nenek bulan?” Kali ini ucapan Rima membutuhkan jawaban. 

Juno menoleh, pertanyaan macam apa. Dia mendengkus. Bibirnya mencebik.  

“Nenek bulan itu, selalu keluar di malam bulan purnama seperti saat ini.” 

Terlalu konyol untuk menanggapi ucapan Rima. Dia tidak pernah mempercayai hal semacam itu. 

“Jun, ini udah jam sembilan. Aku pulang ya.” 

“Lagunya belum selesai. Kamu tenang aja, orang tinggal lompat doang.”

“Kamu mau ngabisin berapa album? Lagu kamu nggak bakalan selesai orang kamu salah terus,” cibir Rima. Setelah puas meledek Juno, dia melenggang pergi menuju rumahnya. 

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Juno sudah melenggut. Jarinya sudah melemah untuk menggerakkan senar. 

“Kok udahan, Cu. Maennya?” Getaran yang dihasilkan dari suara seorang nenek membuat Juno menoleh. Dia termangu. Jantungnya mencelos. Yakin sekali Juno pernah melihat nenek tua berkaki tiga ini. 

“Cu ….” Entah sejak kapan si nenek itu duduk di sebelahnya. Juno bertanya-tanya, benarkah yang dikatakan Rima beberapa saat yang lalu? 

“Kamu siapa?” 

“Kenalin.” Nenek itu meraih tangan Juno. “Nenek bulan.” 

Juno terkikik. Dia yakin dia sedang mimpi. Dia pernah lihat nenek itu di mimpi sebelumnya. Dia segera meraba hidung, telinga dan perutnya dengan cepat. Syukurlah dia tidak berubah jadi babi seperti yang dikatakan Sissy.

Juno tertawa dengan keras. Merasa bangga karena kini dia bisa mengendalikan mimpinya sendiri. 

Nenek bulan meletakkan telunjuk di bibir Juno, agar cowok petakilan itu diam. “Kamu akan mendapat balasan atas apa yang kamu lakukan.” 

Bibir Juno mencebik. Kedua bahunya terangkat, jelas sekali dia sedang mengejek. 

“Cucu saya, sudah sakit hati oleh kelakuan kamu yang sering mempermainkan wanita.” 

Juno mendecih. “Cucu yang mana? Saya tidak pernah memacari cucu Nenek.” Wajah Juno terangkat, mengikuti seiring si nenek yang berdiri dengan susah payah.

Nenek itu menggelengkan kepala. Juno benar-benar tidak sopan. Bukan membantunya berdiri, malah mengejeknya. “Kamu sudah banyak menyamun hati perempuan, terutama cucu saya,” ucapnya.  “Maka saya akan mengutuk kamu!” Nenek tua itu mengetukkan tongkat ke tanah sebanyak tiga kali. 

Juno menatap ujung tongkat yang diketukkan ke tanah. Namun, setelah itu dia malah semakin mengencangkan tawanya. Betapa lucu mimpinya saat ini. Tidak semenyeramkan mimpi-mimpi sebelumnya. Bahkan dia begitu luwes menggerakkan tubuhnya. Yang lebih aneh dia bisa mendengar tawanya sendiri.

“Setiap kamu bangun pagi, kamu akan menjadi perempuan yang patah hati. Dan saat malam hari kamu akan menjadi diri kamu sendiri,” lanjut nenek itu. 

“Mustahil. Kutukan macam apa, Harusnya nenek kutuk saya jadi pangeran Arab, kek,” ledeknya sembari terbatuk.

“1000 kali kamu akan merasakan jatuh cinta dan 1000 kali pula, kamu akan merasakan patah hati. Namun, semua itu dapat kamu tangkal dengan cara melakukan 1000 kali kebaikan dalam 1000 hari.” 

Juno terus saja tertawa, bahkan dia tidak menyadari dengan kepergian si nenek itu. Tapi kalimat terakhir si nenek terus terngiang di telinganya. 

“Besok aku harus cerita sama Rima. Aku berhasil bertemu dengan nenek bulan yang dia maksud.”  Juno memegangi perutnya yang sakit akibat terlalu banyak tertawa. 

Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 24 : 00. 

Juno berdiri dan mencari keberadaan si nenek. Tak ada sedikitpun jejak yang ditinggalkan, berarti dia memang bermimpi.

***

Selain ayam yang sibuk membangunkan manusia di pagi hari. Burung pun ikut berkicau membangunkan Juno yang tertidur di depan teras rumahnya. Karena semalaman dia begadang, alhasil pagi ini dia sulit membuka mata. 

Ibu-ibu yang lewat di depan rumah Juno saling berbisik dan bergosip. Mereka mengumpulkan ibu-ibu yang lain. 

Tak berapa lama mereka berkumpul di depan rumah Juno. Tersenyum memperhatikan betapa cantik seorang perempuan yang tidur di depan teras rumah bermarmer hitam itu. 

Sissy dan Rima merasa penasaran dia segera memburu ibu-ibu yang bergerombol seperti lalat di depan rumah Juno. 

Mereka tercengang. Keluarga Juno benar-benar tega, membiarkan seorang perempuan tidur di teras rumah. Bagaimana kalau dia digondol kucing garong. 


 





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro