Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Melayang

Hari ini Juno memilih pulang sendiri, dia tidak ingin di buntuti Eka. Sungguh Eka terlalu misterius. Bahkan jadiannya pun dengan Eka mengandung banyak misteri. Ada angin topan dari mana? Eka yang selalu dingin dan menampilkan wajah horor padanya, tiba-tiba mengaku telah menerima cintanya. 

“Selamat siang,” kata seorang wanita berambut panjang memakai Sweater rajut berwarna army. 

“Siang …,” ucap Juno terbata. Ada bidadari nyasar dari mana, kenapa bisa menampakan wujudnya pada Juno? 

“Saya Kinanti.” Gadis itu mengulurkan tangan. 

Kini Juno lebih hati-hati, takut kalau yang ini bidadari beneran. “Saya Juno.” Dia meraih tangan mulus itu. 

“Saya siswi pindahan dari Bandung, rencananya besok mulai masuk sekolah, tapi--” 

“Apa?” 

“Tolong tangan saya jangan diambil,” ucapnya. 

Hidung Juno tiba-tiba merekah. Matanya terbelalak. “Astaga.” Dia melempar tangan itu. Jantungnya hampir terambau. Setelah kejadian beberapa jam yang lalu di kantin, kini dia dikejutkan dengan tangan lepas dari pemiliknya. 

Kinanti tertawa puas. Tidak menakutkan, malah dia terlihat cantik. Gigi gingsulnya begitu manis bertengger di antara deretan gigi lainnya. 

Cepat-cepat Kinanti mengambil tangan itu.Rupanya tangan yang diraih Juno adalah tangan manekin yang sengaja Kinanti bawa untuk jaga-jaga kalau ada orang yang seperti Juno, salaman berlama-lama tanpa ada niat untuk melepas. 

“Pantas keras,” gumam Juno sembari memperhatikan tangannya. 

Kinanti meliriknya, tersenyum tipis melihat ekspresi terkejut dari wajah Juno.“Bisakah antar saya menemui kepala sekolah?” 

“Boleh,” ucap Juno masih belum tenang sepenuhnya, bukan karena tangan palsu, tapi karena sebagian jiwa pecundangnya mencuat karena hal-hal berbau horor. 

Dia mengayun tangan agar Kinanti berjalan lebih dulu. Sementara dirinya, berjalan memberi jarak di sebelah Kinanti. 

“Saya nggak gigit kok, Jun.” Kinanti menoleh ke sampingnya. 

Jantungnya berdegup, saat mendengar suara lembut Kinanti. 

“Iya deh.” Juno mendekat dan berjalan berdampingan di koridor sekolah. 

Juno memperhatikan cara berjalan Kinanti yang terbilang cepat, bahkan seperti melayang. 

“Juunn ….” Kinanti menoleh, dia heran kenapa Juno malah berhenti. “Kemana? Kanan apa kiri?” Kinanti menunjuk jalan ke kanan dan kirinya. 

“Iya.” Juno berlari ke sebelah kiri. 

“Oke.” Kinanti mengikuti derap langkah Juno. 

Suara lembut Kinanti membuat Juno tersenyum tipis. 

“Di sini.” Juno menunjuk ruang kepala sekolah. 

Kinanti mengangguk, dia mengayun kaki untuk masuk ke ruang kepala sekolah. Tapi kemudian menoleh, lupa belum mengucapkan terima kasih. “Jun, saya akan sangat berterima kasih, kalau kamu mau menunggu saya.” 

Juno mengernyit. Kenapa ada perempuan yang mau menjadi tawanan seperti Kinanti. Padahal mereka baru bertemu. 

Juno mengangguk, mengiyakan permintaan Kinanti. Siapa tahu Kinanti mau jadi korban selanjutnya. 

Semenatara Kinanti menyelesaikan semua pendaftarannya. Juno duduk, menunggu di kursi kayu panjang depan ruangan kepala sekolah. 

Dia memutuskan untuk tidak tertidur seperti waktu itu, agar di saat Kinanti menghilang, dia tahu bahwa itu nyata dan bukan mimpi. Berarti dugaannya melayang itu memang benar. Kinanti tidak berjalan tetapi melayang. 

Semenjak Eka mengaku telah menerima cintanya, Juno jadi banyak berhalusinasi. Apa semua teman-teman astral Eka menghampirinya? 

“Hayu, Jun.” Suara lembut itu kembali membelai telinganya. Dia menoleh dan tersenyum kering. Dugaannya salah, Kinanti tidak menghilang. 

Mereka kini berjalan di koridor sekolah menuju tempat parkir. Juno kembali memperhatikan cara berjalan Kinanti. “Kamu jalannya cepat sekali, seperti melayang. Jangan-jangan bisa teleportasi.” Kekonyolan Juno sangat terlihat saat dia memutuskan untuk menyampaikan kalimat tersebut pada Kinanti.

Gadis itu tertawa. Lesung pipinya terlihat jelas, menambah kesan manis saat Juno memandangnya. 

Dia mengangkat rok panjangnya. Juno tercengang saat kaki Kinanti tidak menapak di lantai, terhalang oleh beberapa buah roda kecil yang menempel pada sepatunya. 

Juno tertawa, suara tawanya keluar dari lubang hidung. 

“Kenapa pakai sepatu roda? Tapi pakai rok panjang.” 

“Nggak kenapa-kenapa.”

Juno menggelengkan kepala. “Rumah kamu di mana?” 

“Deket kok.” 

“Mau aku anter?” 

“Boleh.” Kinanti naik di belakang jok motor Juno. 

Juno memutar gas motor maticnya. “Kamu masuk kelas berapa?” tanya Juno dalam perjalanan. 

“Sebelas.” 

“Berarti kita sekelas dong. Besok kamu duduk bareng aku aja.”

Tak ada sahutan dari Kinanti. Juno ragu Kinanti ada dibelakangnya. Dia berhenti, kemudian menyiapkan jantung, takut jika dugaanya memang benar Kinanti bisa teleportasi. Dia menoleh perlahan dan sangat lambat. “Kan benar.” Jantungnya mencelos. “Dia nggak ada.” 

“Aku di sini, Jun.” 

“Astaga.” Dia terkejut melihat Kinanti sudah ada di sebelah motornya, kapan dia berpindah ke sana? 

“Makasih ya, Ini rumah aku,” ucapnya sembari menunjukan rumah berpagar besi berwarna hitam. 

Juno terdiam, kenapa perempuan di depannya ini seperti penyihir, gerakannya begitu cepat. Juno beranggapan, mungkin Itu alasannya dia pakai sepatu roda, karena jarak rumahnya dengan sekolah hanya 100 meter saja. 

“Okey, aku pulang. Sampai ketemu besok.” Juno memutar stangnya. 

“Hati-hati Jun. Tangan aku jangan di bawa,” ucapnya lagi sambil tertawa. 

Juno berdecak. Dia segera melempar tangan manekin yang menempel di saku jaketnya itu. 

Kinanti tak henti-hentinya tertawa, sembari mengambil tangan manekin yang teronggok di aspal. 

Juno melihat pada spion motornya. Dia merasa aneh melihat asap mengepul depan rumah Kinanti. Jelas itu bukan kebakaran. Jangan-jangan itu pertanda bahwa Kinanti memang bisa menghilang. 

Juno mengerem motornya. Dia segera menoleh untuk memastikan. 

Tapi, tiba-tiba bahunya turun, napasnya berembus lega. Ternyata petugas pembasmi nyamuk demam berdarah yang sedang melakukan fogging. Mesin fogging itu di pompa terus menerus sehingga menyemburkan racun serangga seperti asap yang menggembung di udara. 

Juno kembali menghidupkan motor dan memutar gas. Dia berharap Kinanti tidak seaneh Eka. 

***

Pagi ini Juno datang lebih awal. Dia akan meminta Ridho untuk pindah dari tempat duduknya, agar Kinanti bisa duduk di sebelahnya. 

Tiba-tiba Eka datang dan menyapa Juno dengan tatapan dingin, namun kini tidak membekukan Juno, karena hati Juno sudah hangat dengan adanya Kinanti yang baru saja datang. Dia melambaikan tangan pada Kinanti. “Hay.” 

Merasa diabaikan Eka berlalu tanpa suara. Sebelum Juno memutuskannya, Eka akan lebih dulu memutuskannya dengan cara pura-pura tidak terjadi apa-apa selama seminggu terakhir itu. 

Kalau bukan karena ide Sissy untuk mengerjai Juno, Eka tidak akan mau. Bukankah harga dirinya lebih tinggi daripada manusia lainnya.   

Eka menatap Juno yang terlihat begitu akrab dengan anak baru yang baru saja memperkenalkan dirinya di depan anak-anak lainnya. 

Perlahan pandangannya beralih ke Sissy. Tapi, Sissy hanya mencebikkan bibir sembari mengangkat bahunya. 

Sissy pun merasa heran. Kenapa Juno bisa dengan mudah akrab pada murid baru itu? Sahabat sekaligus tetangganya itu, tak menceritakan apapun, setelah dia menceritakan mimpinya tempo hari yang berujung ide konyol untuk mengerjainya. 

“Kamu nggak bawa tangan itu lagi, ‘kan?” tanya Juno pada gadis yang duduk di sebelahnya. 

“Kenapa? Kamu takut?” Kinanti mengelus tangan Juno yang sedang menulis dengan belaian tangan manekin itu lagi. 

“Ish.” Juno menepiskan tangannya. “Aku bukannya takut, tapi geli.”

Kinanti terkikik. 

***

Semakin hari Juno dan Kinanti semakin dekat, bahkan Juno lupa dia punya sahabat seperti Sissy. Dia terlalu asyik menjalani hari-harinya bersama Kinanti sebulan terakhir ini. 

Tapi, Juno lebih mementingkan kegilaannya. Dia memasukan Kinanti ke sebagai daftar selanjutnya dalam target seribu wanita itu.  

Hari ini Juno harus menyatakan cintanya pada gadis ceria itu. Terlalu dini untuk bilang cinta, kata hati Juno berbisik. 

“Kin, kita kan udah kenal satu bulan, gimana kalau kita pacaran aja?” Juno bukan Vicky Prasetyo sang gladiator cinta, yang selalu mengumbar kata-kata manis pada setiap wanita. Juno hanya pria blak-blakan yang sedang menantang dirinya sendiri untuk mendapatkan seribu wanita. Bukan agar dia menjadi sakti. Ini hanya agar dia terlihat keren di masa depan. 

Kinanti mengernyit. “Sebenarnya sih, nggak ada di kamus aku pacaran.” 

“Terus apa? Kamu mau langsung nikah?” Juno menaikan suara satu oktaf. 

“Bukan. Tapi, ya boleh sih.” Kinanti tidak yakin dengan jawabannya sendiri. Dia belum pernah pacaran. Sewaktu di Bandung dia menolak beberapa cowok dengan alasan ingin fokus belajar. Tapi, Juno berhasil meruntuhkan pendiriannya.

“Jadi, kamu mau?” tanya Juno memastikan, takut kalau-kalau lidah Kinanti hanya terpeleset. 

Kinanti mengangguk. 

“Makasih ya.” Juno meraih tangan Kinanti dan mengecup punggung tangannya. 

Di ambang pintu Sissy tertawa melihat Juno mengecup punggung tangan Kinanti yang sedang duduk di atas meja. 

“Anaknya, Bu?” Sissy mendekat. “Dikasih susu apa sih? Pinter banget udah bisa sun tangan,” lanjutnya sembari mengacak rambut mengkilap Juno karena pomade. Dia kembali tertawa. 

Kinanti pun ikut tertawa. “Susu kerbau,” ucapnya. 

“Pantes ya, bongsor.” 

Mereka kembali tertawa. Tak disangka adegan yang menurut Juno romantis malah dijadikan candaan oleh Sissy. Adegan mencium punggung tangan perempuan memang terlalu ambigu. 

Sissy curiga, Juno menjadikan Kinanti korbannya. Juno benar-benar tidak berpikir mungkin setelah putus hubungan mereka tidak akan seperti ini lagi. Selalu ada dinding pembatas antara seseorang dengan mantan pacarnya, meski tidak semua orang seperti itu. 

“Sy, mulai hari ini kita pacaran loh,” pamer Juno. 

“Oh, selamat deh,” ucap Sissy tidak suka. “Ya palingan cuman satu mingguan,” celetuknya. 

“Sissy,” desis Juno dengan mata terbuka lebar. 

Kinanti mengernyit. Menuntut penjelasan tapi urung dia ucapkan. 

Sissy menepuk bahu Kinanti menyemangati. “Usahakan jangan libatkan perasaan,” bisiknya. 

Juno geram. Bisa-bisa mulut Sissy benar-benar keceplosan, jika dibiarkan begitu saja. Juno segera menarik tangan perempuan comel itu. Dia benar-benar tidak ingin rencananya bocor pada Kinanti. “Mau aku bilang, kalau kamu cemburu?” 

“Dih.” Sissy mendelik Sembari melenggang pergi. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro