Gemmoooyyy
Satu minggu sudah Kinanti menjalin hubungan dengan Juno, selama satu minggu itu dia terus memikirkan maksud perkataan Sissy.
Dia menatap cowok di sebelahnya, selama seminggu ini Juno tidak bertingkah aneh-aneh. Berarti apa yang dikatakan Juno memang benar Sissy hanya cemburu.
Setiap hari Kinanti selalu membawakan bekal makanan untuk Juno. Dan itu berhasil menghemat uang jajan Juno.
Kadang, Kinanti bawa dua kotak nasi goreng. Satu untuknya, satu untuk Juno. Jika tidak sempat membuat nasi goreng Kinanti hanya membawa roti dua bungkus roti.
Juno selalu mengatakan nasi goreng Kinanti enak, meski kadang terlalu asin atau bahkan hambar karena kurang bumbu. Tapi Juno tetap menghabiskannya. Kinanti suka, itu artinya Juno menghargai apapun yang dia bawa.
Jika nasi goreng sedikit mengganggu lidahnya, Juno hanya berkomentar, “Nasi gorengnya enak, tapi ini over salt.” Juno tidak pernah mengatakan asin. Alih-alih kesal pipi Kinanti bersemu merah karena malu.
Saat nasi goreng yang Kinanti bawa terasa hambar, Juno juga tak mengatakan itu, dia malah membawa kedua kotak nasi itu ke kantin. “Kita makan di kantin, minta saus sama bu Rumi.”
Kinanti manggut saja. Entah kenapa baginya Juno terlihat lucu sejak pertemuan pertama mereka.
“Maaf kak, minta sausnya.” Adik kelas Juno berambut sebahu, pipinya bulat begitupun matanya, tapi hidungnya kecil dan bibirnya tebal sensasional. Dia mengambil saus di atas meja Juno. Kemudian anak itu mengembalikan saus itu kembali ke tempatnya. “Makasih kak,” ucapnya.
Juno mengangguk. Dia merasa gemas. Gadis itu lucu sekali seperti boneka LOL milik adiknya. Kalau Juno bawa gadis itu ke rumah pasti adiknya akan lompat kegirangan karena ‘boneka LOL punya kak Juno bisa hidup’. Juno tersenyum sendiri membayangkan itu.
Kinanti kesal melihat Juno memperhatikan adik kelasnya, hingga senyum-senyum sendiri. “Jun?”
“Jujun?” Kinanti berdecak. “Ih maneh mah cunihin.” Tangannya melayang mengambil kotak nasi goreng itu dan menumpahkannya tepat di kepala Juno, bukan cuma satu kotak milik Juno, bahkan nasi goreng miliknya pun di tumpahkan.
Juno tidak mengerti apa yang dikatakan Kinanti padanya. Kenapa dia tiba-tiba marah. Kini tubuhnya bermandikan nasi goreng berbau amis dari telur yang dicampurkan ke dalam nasi goreng itu, minyak goreng menggantikan peluh di kepala dan keningnya. Kinanti berhasil membuat Juno malu.
“Kinkin?” teriak Juno memanggil Kinanti yang sudah pergi meninggalkannya.
Kinanti mengentakkan kaki. Kali ini yang dikatakan Sissy memang benar. Dia menyesal tidak mengindahkan perkataan Sissy untuk tidak melibatkan perasaan saat menjalin hubungan dengan Juno. Bahkan, hubungan mereka hanya bertahan satu minggu dua hari.
Kinanti meminta Ridho untuk menukar tempat duduk mereka. Dia tidak ingin lagi duduk dan semeja dengan Juno.
***
Juno tak peduli. Karena dia sudah menemukan target selanjutnya. Dia puas karena dia berhasil mempunyai tiga mantan dalam jangka waktu dua bulan saja.
Juno menempelkan foto Kinanti di lembar kedelapan, dalam bukunya yang dinamai 1000 mantan. Sudah ada foto Mira sebagai penghuni keenam buku tersebut. Dia melewati foto Eka yang berada di lipatan ketujuh. Baginya foto Eka terlalu horor untuk di lihat. Di lembar pertama ada Sissy, lembar kedua hingga lembar ke lima di isi oleh para gadis di desanya.
Dia tersenyum bangga, tak lupa dia selalu mengapresiasi dirinya sendiri, karena bisa melepaskan perempuan dengan mudah. Bahkan dia tidak mendapat sumpah serapah apapun dari mereka. Berarti sejauh ini dia aman.
Juno mencegat gadis LOL itu, agar tidak masuk ke kelas dan mau mengobrol sebentar dengannya. “Hay,” sapanya.
Gadis itu hanya mengangguk. Senyumnya tipis sekali, bahkan hampir tidak terlihat. Dia sangat polos, apa Juno yakin akan menjadikannya pacar?
“Nama kamu siapa?” Juno menyandarkan siku di tembok. Telapak tangannya menahan kepala.
“Rea, Kak.”
“Bagus sekali namanya, cocok dengan kamu yang cantik.”
Lagi-lagi Rea hanya menanggapinya dengan senyuman. “Permisi kak.” Dia melenggang pergi meninggalkan Juno di depan kelasnya.
Saat Rea sudah duduk di tempatnya, dia memanjangkan lehernya seperti jerapah. Dia melihat ke jendela. Juno melambaikan tangan, senyumnya tersungging ramah pada Rea.
Rea hanya tertunduk malu. Semburat merah jambu mewarnai pipi bulatnya.
Juno merasa gemas ingin dia mencubit pipi itu. Dia pikir orang mirip boneka atau boneka mirip orang itu hanya bohong. Kini dia percaya setelah melihatnya sendiri.
Pulang sekolah Juno harus mendapatkan nomor telepon Rea, bagaimanapun caranya. Meski Rea sempat menolak, akhirnya dia memberikan nomornya dengan sukarela. Karena alasan Juno yang menyebutkan bahwa adiknya--Jeni--ingin sekali bertemu dengan Rea boneka cantik di sekolah Juno.
Tak masuk akal. Harusnya Rea tak mempercayai Juno begitu saja. Apa buktinya jika Jeni ingin bertemu dengannya? Apa Juno punya foto Rea yang bisa dipamerkan pada Jeni?
Juno melompat kegirangan. Tubuh, hati dan otaknya memberi respons yang berbeda. Juno seperti dikendalikan oleh tiga orang. Otak lebih dominan merespon dan mengendalikan gerak tubuhnya. Tapi, hati menunjukkan sisi kemanusiaannya. Anak sepolos Rea akan jadi tumbal berikutnya.
“Kakak anter pulang, mau ya?” Juno tersenyum tipis.
Sementara pipi Rea menggembung menahan senyumnya.
“Awas nanti pipinya meletus,” seloroh Juno.
Akhirnya pipi Rea meletus juga karena senyumnya terurai.
“Tuh kan meletus.” Juno terkikik.
Juno memakaikan helm di kepala Rea. “Maaf,” ucapnya.
semburat merah jambu terus meronai pipinya. Baru kali ini ada cowok yang memperlakukannya semanis ini.
“Ayo naik.”
Rea masih terdiam.
“Rumah kamu di mana?”
Tak menjawab Rea langsung naik ke atas motor Juno.
Juno hanya menggelengkan kepala. Setiap cewek yang dia dekati mempunyai karakter yang berbeda-beda. Tapi, menurutnya Rea yang paling manis.
Motor melaju dengan kecepatan sedang. Angin menerbangkan poni Rea, helm batok yang dipakainya tidak begitu efektif melindungi rambutnya dari sentuhan angin itu.
Rea turun saat Juno menghentikan motornya di depan sebuah rumah. Dia mengedarkan pandangannya. Jelas ini bukan rumahnya. “ Kok kita ke sini?” Dia mengernyit.
“Soalnya kamu nggak jawab waktu kak Juno tanya rumah kamu di mana.”
“Rumah aku dekat makam kak. Setelah kampung ini.”
“Oh … udah tanggung. Kamu masuk dulu deh, aku kenalin sama Jeni.”
Rea mengangguk patuh.
Juno memanggil adiknya, berulang kali. Tapi, Jeni belum juga keluar. Dia menarik tangan Rea untuk masuk dan menemui Jeni.
Anak usia 5 tahun itu sedang tidur memeluk boneka LOL sembari mengisap jempolnya sendiri. Padahal Juno sudah membayangkan bagaimana ekspresi Jeni saat melihat Rea.
Akhirnya Juno menunda rasa gemasnya. Dia mengantar Rea untuk pulang ke rumahnya. Rea tak berbicara sepatah katapun, dia lebih pendiam dari Mira. Terkadang dia mengangguk terkadang menggeleng.
Motor kembali melaju. Tak butuh satu tahun untuk sampai ke rumah Rea. Karena hanya 365 meter saja dari rumah Juno.
Setelah mengucapkan terima kasih Rea masuk ke dalam rumahnya. Meski malu-malu Rea mengiyakan saja saat Juno mengatakan besok akan menjemputnya untuk berangkat bersama.
Juno menggigit bibir bawahnya. Dia merasa gemas karena warna merah muda tak mau jauh-jauh dari pipi bulat Rea.
***
Sudah hampir 10 menit, ponsel menempel di telinga Juno. Usahanya mendekati Rea benar-benar gigih. Dugaannya ternyata salah, Rea tidak sependiam Mira. Setelah akrab ternyata Rea cukup menyenangkan. Dan itu berhasil membuatnya ingin memacari Rea.
Rea keluar tergopoh-gopoh dari rumahnya. “Ayo kak.”
Juno melajukan motornya. “Rea kamu mau nggak jadi pacar kak Juno?” tanyanya bersahutan dengan suara motor dan angin. Juno tak punya kata-kata manis selain itu. Tak ada waktu untuk mempelajarinya. Hidupnya terlalu sibuk dengan angka 1000.
Rea tak menjawab. Mau tak mau Juno berhenti dan menoleh. “Rea, jadi pacar kak Juno ya?”
Rea mengangguk lucu. Ada sesuatu yang menarik hati Rea dari Juno. Dan Rea berjanji akan menjadi pacar yang baik.
Juno tersenyum. Dia menarik tangan Rea untuk melingkar di perutnya. “ Biar nggak jatuh,” katanya. Meski Jelas-jelas Rea sudah jatuh ke dalam perangkapnya. Tapi, dia tidak rela jika Rea jatuh menyentuh aspal.
Juno membuat teman-teman Rea iri. Karena Rea bisa mendapat pacar semanis Juno. Meski bukan gladiator cinta. Tapi, bagi mereka Juno selalu membuat baper karena memperlakukan Rea seperti itu.
Mengantar Rea ke kelasnya. Mengusap puncak kepala Rea sembari berujar, “ Belajar yang bener.” Sorakan demi sorakan dari teman-teman Rea membuat Juno bangga. Dia menunggu hingga Rea duduk di tempatnya kemudian melambaikan tangan saat gadis itu menengoknya dari jendela.
Juno berjalan sembari memasukan tangannya ke saku celana. Semakin hari dia merasa semakin bangga pada dirinya sendiri.
Meski Sissy sudah berulang kali katakan, “Jangan sombong, Jun.”
Juno selalu menyangkal, dia tak pernah sombong, hanya merasa bangga. Jika sombong mungkin saat ini dia sudah lupa pada Sissy.
Sissy menggelengkan kepala. Ternyata angka seribu mengganggu kewarasan Juno.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro