Gadis Horor
Juno berjalan di koridor sekolah bersama dengan Mira. Setiap Juno merapatkan bahu ke Mira, gadis itu memilih menjauh. Juno mengangkat tangan dan mencium ketiaknya sendiri. Jelas tidak bau, tapi kenapa Mira selalu bergeser dari tempatnya setiap Juno mendekat?
Bahkan, Mira terlalu pendiam bagi Juno, tidak seperti Sissy yang cerewet. Hingga Juno merasa pacaran dengan Mira begitu membosankan.
Seorang gadis tertawa mengalahkan tawa ratu horor Suzana. Namun, saat Juno lewat, gadis itu seketika hening, bahkan lebih hening dari tempat pemakaman umum.
“Angker,” ucap Juno merinding.
Gadis dan kedua sahabatnya itu saling lirik, menyadari Juno sedang menyindir mereka.
Sejak saat itu Juno menjuluki Eka si gadis Horor. Eka sangat mirip dengan sosok the sacred Riana, pesulap indonesia beraliran bizarre illusionist yang dikenal memiliki keahlian telekinesis, ciri khasnya adalah rambut berponi yang selalu menutupi sebagian wajahnya, bahkan lehernya begitu kaku saat menoleh. Tak lupa dia selalu membawa boneka sebagai temannya beraksi yang diberi nama Riani.
Namun, bukan boneka Eki yang dibawa Eka, melainkan cermin kecil berbentuk bulat dengan gagang panjang sebagai pegangannya.
Diam-diam dia selalu mengintip Juno dari cerminnya. Juno memang duduk satu jajar dengan bangku Eka, sehingga memudahkannya untuk mengintip Juno dari pantulan cermin.
Setiap Juno berhasil memergokinya, wajah Eka seketika berubah horor, membuat Juno merasa penasaran.
Jam istirahat, Juno tak membiarkan Mira keluar. Dia duduk di sebelahnya.
"Mir, aku mau kita udahan," ucap Juno tiba-tiba.
“Kenapa?” Mira menuntut alasan.
“Kita tuh nggak cocok.”
“Klise. Baru juga seminggu udah bilang nggak cocok.” Mira mendorong tubuh Juno hingga tersungkur. Setelah itu Mira mendiamkannya. Jangan coba-coba mempermainkan perempuan seperti Mira, meski pendiam Mira berani membela dirinya sendiri.
***
Juno mengambil cermin kecil milik Eka yang tertinggal di atas bangku. Sebelum dia mengembalikan cermin itu pada sang pemilik ratu mirror, yang tak bisa hidup tanpa bercermin tidak sepertinya yang terlalu percaya diri tanpa pernah bercermin. Juno menuliskan sesuatu di belakang cermin bulat itu. Eka, pacaran yuk!
Eka terkejut saat melihat cap ceker ayam yang dibuat Juno tertera di belakang cermin kesayangannya. “Asem. Mana ini spidol permanent lagi," ucapnya dengan ekspresi datar persis seperti the sacred Riana sedang bicara, lehernya bergoyang patah-patah seperti biduan dangdut.
Dia pikir wajah horor Eka mau menerimanya begitu saja. Perempuan juga ingin laki-laki yang mau berkorban.
Bukan Juno kalau menyerah begitu saja. Dia meletakan kertas berbentuk love di atas meja Eka dengan tulisan dan kata-kata yang sama. "Eka pacaran yuk."
Juno selalu suka dengan ekspresi yang ditunjukkan Eka setiap menerima surat darinya. Meski membuatnya merinding, tapi itu malah membuat Juno merasa gemas sendiri.
Eka memicingkan mata dan menatap cermin yang dimiringkan ke arah Juno. Cowok petakilan itu tahu Eka sedang mengintipnya. Entah kenapa Juno merasa semakin penasaran.
Ting ….
Ringtone pesan Whatsapp terdengar berdenting dengan keras seperti suara sendok yang dipukulkan ke piring hingga setelahnya terdengar suara ‘pyar’ akibat piring yang sengaja dilempar dengan keras hingga pecah.
“Bener-bener cewek aneh,” gumam Juno.
Penuh misteri. Itulah Eka. Seminggu dalam waktu seminggu Juno harus berhasil memacari Eka.
Juno memperhatikan Eka yang sedang senyum-senyum sendiri, sementara jempolnya sibuk menari di atas layar ponsel.
“Eka ....,” panggil Juno.
Dengan cepat Eka menghapus senyum itu dari wajahnya. Dia menatap Juno dengan tatapan dingin, sedingin kutub utara.
Juno tak malu untuk melambaikan tangan, meski sudah mendapat tatapan yang membekukan dari Eka.
Muka datar Eka segera berpaling dan melanjutkan mengetik pesan di ponselnya.
Juno mengusap wajahnya ampun-ampunan atas sikap menggemaskan Eka.
Sissy yang duduk di belakang Juno pun, merasa aneh melihat tingkah cowok pecicilan itu sedang mesem-mesem sendiri sembari memperhatikan Eka yang duduk di seberangnya.
***
Sudah hampir satu minggu Juno mengusik ketenangan Eka. Membuat Eka terbiasa, bahkan terasa hampa saat Juno tidak mengganggunya.
Tidak ada kata lelah untuk Juno mengganggu Eka, tapi saat ini dia akan mencoba jual mahal seperti apa yang telah dikatakan Sissy.
Setiap Juno pura-pura jual mahal. Eka selalu mengintipnya di balik cermin. Hal itu justru membuat pertahanan Juno runtuh.
“Memang pada dasarnya kamu cowok gampangan sih, mau ditahan-tahan juga susah,” celetuk Sissy di belakangnya.
Juno hanya mengamini saja, tanpa mendengar dengan jelas.
Setelah semua siswa pulang, Juno sengaja mengikuti langkah Eka. Kini mereka seperti dalam video klip menghapus jejakmu dari peterpan sebelum berubah nama menjadi Noah.
Eka meloncat dan berputar. Juno pun mengikuti gerakannya tanpa ada yang terlewat. Eka berjongkok dan tangannya menyentuh aspal begitupun dengan Juno.
Saat Eka sudah bosan dia berhenti dan duduk sembari menunggu bis. Juno melakukan hal yang sama, tapi kemudian dia sadar dia sudah berada jauh dari sekolah. Motornya pun tertinggal di sekolah.
“Eka,” panggilnya. Juno menggeser bokong dan mendekati Eka. Tapi Eka memilih beringsut hingga jatuh dari tempat duduknya.
Sikap kelaki-lakian Juno muncul. Dia segera berdiri dan mengulurkan tangan pada Eka. Tak baik seorang pria membiarkan perempuan terjatuh.
Eka tak langsung meraih tangan Juno, seperti biasa dia malah menatap dingin tangan itu.
Juno berjongkok. “Eka, apa aku harus jadi genderuwo dulu, biar kamu mau pacaran sama aku?”
Eka hampir membuang bola matanya dan melemparkannya pada Juno. “Tidak Juno, harga diriku lebih tinggi dari manusia,” ucap Eka dengan nada datar dan berhasil membuat Juno merinding. Apalagi setelah itu dia tertawa dengan keras seperti kuntilanak.
Juno berlari kencang hingga lelah, tapi dia tak kemana-mana, karena Eka menahan kerah bajunya, sembari tertawa menakutkan.
Juno mencoba memutar leher, untuk melihat siapa yang menahan kerah bajunya. Tapi, sulit. lehernya berat seperti tertahan beban tabung gas elpiji tiga kilo.
Sissy dan semua temannya tertawa, melihat Juno yang tertidur di jam kedua pelajaran sekolah. Pak Guru mencoba membangunkan dengan menarik kerah bajunya. Bukannya bangun Juno malah terbatuk-batuk dan berteriak ketakutan.
***
Juno yakin sebenarnya dia mimpi menembak Eka. Tapi, kenapa saat ini gadis bermata bulat itu menempel terus padanya. Hingga dia meragukan mimpinya sendiri.
Jangan-jangan dugaan Juno memang benar, Eka adalah titisan Suzanna, atau siluman ular?
“Kenapa ular?” Juno menggelengkan kepala. Mencoba membuang jauh dugaan konyolnya.
Kemana pun Juno pergi Eka selalu menggelayuti lengannya. Bukankah itu yang dia inginkan, menjadikan Eka sebagai pacarnya?
Di kantin sekolah pun Eka tak mau jauh dari Juno.
Apa Juno benar-benar sudah berubah menjadi genderuwo. Sehingga Eka mau menerimanya?
Dia berdehem. Kemudian menatap Eka dan mendekat, dagunya terangkat, tangannya menelisik rambut Eka, dia yakin terselip satu paku di antara ribuan kutu di kepala Eka.
“Cieeeee ….” Sissy datang membawa satu mangkuk bakso, kemudian mendaratkan bokongnya di atas kursi di depan mereka.
Juno mengalihkan pandangannya pada Sissy. Cukup lama hingga Sissy merasa ada yang aneh dengan sahabat sablengnya itu.
“Apa?” tanya Sissy usai menelan satu butir bakso berukuran kecil tanpa dikunyah.
Juno mendekat dan berbisik, “Emang aku udah jadian sama Eka?”
“Kok kamu nanya aku?! Sissy malah melemparkan pertanyaan yang membuat pertanyaan Juno menggantung begitu saja.
Saat ini Juno seperti mengambang di udara. Apa dia benar-benar telah berubah? jadi werewolf mungkin. “Aku nggak yakin, aku jadian sama Eka?” Juno melirik Eka dengan ujung matanya. Gadis belo itu sedang asyik memakan bakso.
“Ya udah sih, yang penting target seribu wanita kamu tercapai,” bisik Sissy.
Juno malah lupa dengan tujuannya untuk mempunyai seribu wanita. Apa karena mimpi itu?
Juno menatap Sissy dan Eka bergantian. Hatinya berbisik, kaki mereka sama-sama menapak di lantai, air mukanya juga sama-sama mengandung darah, tidak pucat pasi. Terus apa, kenapa tiap aku bersama Eka, hawanya selalu merinding?
“Cuma perasaan kamu aja, Juno,” Ucap Eka tanpa benapas, tanpa berkedip dan tanpa ada intonasi.
Mendadak, tenggorokan Juno menjadi kerontang. Susah payah dia membasahinya.
Eka mencicil tawanya saat jakun Juno naik turun. “Hi, hi, hi, hi.” Sebelum akhirnya cicilan tawanya lunas. “Hihihihi ….”
Bulu kuduk Juno meremang, dia segera berlari dan masuk ke dalam kelas. Jantungnya berdebar kencang, hingga peluh membasahi keningnya. Dia yakin Eka bukan manusia.
Sementara Eka dan Sissy tertawa puas melihat Juno berlari ketakutan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro