Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9.} Bulu Tangkis

Gadis bersepeda merah muda itu baru saja memarkirkan sepedanya. Hujan rintik-rintik mengiringi langkahnya menuju ruang kelas. Betapa bahagianya Wendy saat hujan turun di pagi hari.

Sampai di ruang kelas, Wendy sudah bersiap dengan posisi senyaman mungkin untuk tidur. Tak peduli dengan rambut, atau pakaian sekolahnya yang lumayan untuk membuat tubuhnya menggigil.

Sampai-sampai Wendy tak sadar ada yang mengikutinya dari parkiran sekolah. Jeffery menghentikan langkahnya sejenak di depan kelas Wendy. Terlihat jelas dari jendela bahwa gadis itu mulai memasuki alam mimpi.

Wajahnya yang ia miringkan, terlihat jelas. Mata yang lembut dengan bulu mata lentik, bibir berbentuk mawar, dan kulit bersih Wendy mampu memikat Jeffery dalam beberapa menit. Tak sadar, Jeffery ternyata telah mengembangkan senyumnya.

"Kasih handuk nggak, ya?" pikir Jeffery sambil memegang sebuah handuk yang masih ia sembunyikan di dalam tas. Setelah berpikir kembali, akhirnya Jeffery mengurungkan niatnya.

"Apaan sih lo, Jef! Pakek mau ngasih handuk segala. Emang lo seberapa deket ama Wendy?" gertak Jeffery kepada dirinya sendiri dan diakhiri dengan ia menampar pipinya sendiri. Lalu melanjutkan perjalanannya menuju ke ruang kelas.

Masih dari ambang pintu kelasnya. Jeffery sudah melihat seorang gadis yang melakukan hal sama dengan Wendy.

"Jiu juga tidur?" batin Jeffery sembari melanjutkan langkahnya untuk meletakkan tas di bangkunya.

Hujan tak menghalangi kegiatan pembelajaran. Seperti saat ini, jam pertama di kelas Jeffery diisi dengan pelajaran olahraga. Sedangkan di kelas Wendy, guru IPA yang seharusnya masuk hari ini mengambil izin karena suatu alasan. Entah apa alasan itu, karena kelasnya hanya diberi tahu sebatas gurunya mengambil izin.

Banyak dari anak kelas Wemdy yang berkumpul untuk melihat permainan bulu tangkis dari kelas Jeffery di lapangan indoor saat ini. Tak terkecuali dengan Wendy. Rasanya benar-benar semangat saat melihat Jeffery memainkan permainan ini.

Sorak-sorai khususnya suara anak gadis memenuhi lapangan. Wendy melihat sosok Jiu berdiri berseberangan dengan tempatnya saat ini. Kurang lebih setengah jam permainan diselesaikan. Melihat Jeffery, Hendery, dan Joan duduk beristirahat. Dengan memberanikan diri, Wendy menemui Jeffery.

"Joy, gue mau ke sana dulu," pamit Wendy kepada Joy sambil menunjuk tempat Jeffery dan dua kawannya itu. Belum sempat Joy menjawab, Wendy sudah berlari meninggalkan Joy.

"Hati-hati jatuh, Wen!" Baru saja Joy berteriak mengingatkan. Tubuh Wendy sudah tersungkur karena kakinya terbelit dengan tali sepatunya sendiri.

"Aduh!" teriak Wendy tepat saat wajahnya mencium lantai lapangan. Sontak semua murid yang ada di situ tak terkecuali dengan Jeffery, Hendery, dan Joan juga langsung memusatkan perhatiannya kepada Wendy.

Segera Wendy bangun dan tersenyum malu sambil memegangi sikunya yang terasa sidkit sakit. Joy segera berlari untuk menolong Wendy.

"Wen ... kan gue udah bilang jangan lari! Ngeyel banget, sih!" omel Joy sambil membersihkan rok bagian depan Wendy.

"Iya maaf," ucap Wendy dengan menunjukkan puppy eyes-nya.

"Udah! Lari lagi sana, biar nanti jatoh lagi!" sindir Joy.

Bukannya merajuk karena dimarahi oleh Joy. Wendy malah memeluk. Joy dan berucap, "Makasih! Buat perhatiannya."

Joy tersenyum membalas Wendy. Tak lama, Wendy segera melanjutkan langkahnya.

"Hai, Jef," sapa Wendy.

"Kita ganti baju dulu ya, Jep," izin Joan sambil menepuk bahu Jeffery yang duduk di sebelahnya.

"Sukses, Wen!" ucap Hendery dengan senyum jahil dan kedioan mata genit yang ia layangkan kepada Wendy.

Wendy duduk di sebelah Jeffery, Wendy tak membawa makanan atau minum. Karena ia tahu Jeffery sudah membawa minum dan makanan sendiri.

Jeffery kaget dengan tingkah Wendy yang sudah normal seperti biasnaya. Lalu kemarin? Sudahlah, yang laku hanyalah masa lalu. Jeffery hanya akan berpikir positif bahwa Wendy tak marah atau menghindarinya.

"Lo tadi bukannya tidur?" tanya Jeffery yang berusaha membuka percakapan dan menghindari keadaan canggung dengan Wendy.

"Kok kamu tau? Aih ... ketauan lagi kalau lagi merhatiin aku," goda Wendy dengan wajahnya yang sudah merona. Bahkam Jeffery sudah kalah telak, dia tak tahu harus menjawab apa.

"Kenapa tidur?"

"Suka aja, kalau hujan itu udah hukum alam buat digandengin sama yang namanya tidur. Kamu nggak pernah nyoba?"

"Nggak," jawab Jeffery singkat.

Sebenarnya masih ada banyak kalimat yang ingin ia ucapkan. Tapi itu hanya dapat tersimpan di dalam pikiran Jeffery. "Gue nggak suka hujan! Lo lihat, 'kan sepatu gue kotor gara-gara cipratan tanah? Raanya lembab, dingin, nggak bebas mau ke mana-mana!"

"Terus kamu sukanya apa?" tanya Wendy. Baru saja Jeffery terlihat akan membuka mulut, Wendy segera melanjutkan ucapannya. "Bentar aku tau. Kamu sukanya aku, 'kan? Ngomong aja atuh, nggak usah gengsi."

Tingkat kepercayaan diri yang tidak ada tandingan memang.

"Gue suka musim panas."

Jeffery melihat baju seragam Wendy yang masih sedikit kotor karena insiden terjatuhnya tadi. Itu mengingatkan Jeffery tentang handuk yang akan ia berikan kepada Wendy pagi tadi. Segera Jeffery mengambil handuk yang telah ia pakai dan memberikannya kepada Wendy.

"Buat apa?" tanya Wendy bingung.

"Cuciin."

"Oke, besok gue kembaliin," jawab Wendy girang aambil memeluk handuk halus pemberian Jeffery.

"Nggak usah." Wendy diam sejenak memahami ala yang sedang Jeffery ucapkan.

"Bilang aja kalau mau ngasih aku handuk," ungkap Wendy yang wajahnya sudah merona dan sesekali menepuk punggung Jeffery.

Kebahagiaan sementara itu berakhir saat Jiu yang baru saja usai mengganti baju datang menghampiri Wendy dan Jeffery.

"Jef, gue bawain makanan." Jiu mengulurkan sebuah kotak makanan dan sengaja duduk di antara Jeffery dan Wendy untuk memisah jarak di antara mereka.

Wendy yang sadar akan tingkah Jiu. Ia memilih untuk beranjak dari duduknya sembari membawa handuk pemberian Jeffery. Tapi, tiba-tiba tangan Jiu menarik handuk tersebut.

"Apa?" tanya Wendy yang masih memperkuat genggaman terhadap handuk tersebut.

Tidak ada jawaban dari Jiu. Dengan sekali hentak, Wendy berhasil menarik handuk seluruhnya dari tarikan Jiu. Ia mengakhirinya dengan senyum kemenangan dan segera berjalan kembali ke dalam kelasnya.

Tepat, saat Jiu mendatangi Jeffery. Hendery dan Joan keluar dari ruang ganti dan melihat langsung interaksi antara Jeffery, Wendy, dan Jiu membuat mereka kaget. Bukan hanya Hendery tetapi juga Joan.

Saat Wendy sudah beranjak keluar, mereka berdua mendatangi Jeffery dan Jiu. Tatapan mata Hendery menunjukkan betapa marahnya ia saat ini. Hendery tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dari kemarin. Berbeda dengan Joan yang menunjukkan raut muka bertanya-tanya.

"Jef, ganti baju gih. Biasanya lo yang paling nggak nyaman kalau banyak keringet. Jangan-jangan lo suka sama si Wendy?" ucap Joan.

"Apa hubungannya gue belom ganti baju sama suka Wendy?" elak Jeffery.

"Gini, ya. Karena tadi Wendy ngedatengin lo. Terus lo jadi lupa buat ganti baju karena pengen lama-lama berduaan sama si Wendy," jelas Joan panjang lebar.

"Ngaco!" balas Jeffery dengan menunjukkan mata malasnya.

"Cie ... salting," goda Joan.

Tanpa sepatah kata pun. Hendery menatap Jeffery dan Jiu tajam lalu berjalan keluar tanpa memperdulikan apa pun. Melihat itu, Joan segera menyusul langkah Hendery dan menyuruh Jeffery untuk segera berganti pakaian.

Jiu yang sedaru tadi berada di situ hanya menjadi penyimak obrolan mereka. Mulutnya sudah kelu untuk sekedar mengucap sebuah kata. Karena ia menyadari kemarahan Hendery yang belum pernah Jiu lihat sebelumnya.

"Jangan lupa dimakan ya, Jef," pinta Jiu manis dengan senyum yang mengembang saat mendapati Jeffery berdiri.

Jeffery meninggalkan Jiu begitu saja dan berjalan menuju ruang ganti.

"Gue nggak akan ngebuang makanan dari lo Ji. Karena Wendy yang nyuruh gue buat selalu makan makanan dari lo," lirih Jeffery yang saat ini berdiri di depan tempat sampah sambil memegang kotak makan dari Jiu. Jeffery memasukkan makanan itu ke dalam tasnya dan segera berganti pakaian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro