29.} HenJi
Usai masing-masing dari mereka membersihkan diri dan berganti baju, Hendery dan Jiu hanya duduk di sofa sambil berbicara ringan.
"Kamu nggak sekolah ... Der?" tanya Jiu canggung saat menyebut nama asli Hendery.
"Nggak, aku bolos mau nemenin kamu. Dery kangen tau. Kenapa manggilnya jadi canggung gitu?" timpal Dery sambil terkekeh melihat wajah Jiu yang nampak begitu canggung setelah menyebut namanya.
"Ya, mau dipanggil gimana? Orang udah putus," gerutu Jiu sembari mengerucutkan bibirnya yang membuat Jiu terlihat begitu menggemasakan di mata Hendery.
Dengan jahil, Hendery mencubit pipi Jiu hingga memerah. Tentu Hendery mendapat ocehan dari Jiu setelahnya.
"By," panggil Hendery jahil.
"Hm," sahut Jiu tanpa sadar.
Gelak tawa Hendery menyadarkan Jiu akan ucapan yang baru saja keluar dari mulutnya.
"Cie, katanya udah putus, tapi dipanggil By masih nyaut," goda Hendery.
"Apaan, sih By," balas Jiu.
Mereka berpandangan satu sama lain dan tak lama tawa mereka berdua pecah. Secepat kilat, Hendery memeluk tubuh Jiu yang ada di sampingnya.
"By, pinjem handphone dong," pinta Jiu sambil melepaskan pelukan Hendery.
"Punya handphone sendiri minjem punya orang lain. Nggak ah," tolak Hendery.
"Aku nggak bawa hanphone, Dery!"
"Siapa suruh sok mau bunuh diri. Makan aja masih disuapin," sindir Hendery sembari menyerahkan ponselnya kepada Jiu. Cengiran Jiu terbit manis saat mendapati Hendery meminjamkan ponsel kepadanya.
"By," panggil Hendery.
"Hm."
"Kenapa sampek mau terjun bebas semalem? Untung aja kamu rajin olahraga, jadi energimu nggak susah buat kembali," celetuk Hendery.
"Aku mau dijodohin sama Joan. Ya, aku nggak maulah, By."
"Jadi alasan kamu mutusin aku itu? Joan anak baik kok, aku ikhlas Ji kalau kamu memang mau sama Joan," balas Hendery serius.
Jiu meletakkan ponsel Hendery yang ia pakai untuk menonton video di Youtube sedari tadi.
"Aku terpaksa bilang gitu sama kamu. Tapi, menurutku Joan bukan anak yang kayak kamu bilang," sanggah Jiu.
"Terus, kamu sama Jeffery?" tanya Hendery hati-hati.
"Udah deh, By jangan bahas itu lagi! Paham?!" Entah kenapa tiba-tiba nada bicara Jiu meninggi. Hendery tentu terkejut mendapati jawaban seperti itu. Dengan cepat, Jiu menyadari bahwa ia tiba-tiba tersulut emosi. Jiu tak ingin membuat Hendery salah paham dan sebagainya.
Segera ia peluk Hendery dan berbisik, "Maaf, aku nggak sengaja. Jangan diulangi lagi, ya."
"Mau denger alasan pertama aku nembak kamu nggak?" Dengan cepat, Hendery mengalihkan pembahasan.
Inilah Hendery yang Jiu suka. Selalu dapat membuat suasana hatinya membaik bagaimana pun keadaannya.
"Mau nggak ya?" goda Jiu yang diakhiri dengan kekehannya.
"Entah Jiu mau dengerin atau nggak, Hendery bakalan tetep cerita," bela Hendery.
"Jadi, waktu aku pertama kali lihat kamu itu yang ada di pikiranku kamu itu cantik tapi judes. Dulu waktu kita belum kenal kamu terkenal judes lho, By. Tapi, buat aku yang penting cantik jadi yaudah pepet terus. Apalagi kamu jomlo waktu itu hehe."
"Itu waktu aku ngerasain trauma di fase terberat, Der. Teru tiba-tiba lo dateng bikin gue bisa semangat buat hidup lagi," batin Jiu menyahuti cerita Hendery.
"Tapi selain itu, aku tau kalau kamu anaknya orang kaya. Saat itu aku lagi ngembangin bakatky buat nulis lagu. Susah buat jadi song writer terkenal. Apalagi dengan keadaan ekonomi keluargaku yang nggak semakmur sekarang. Aku dulu nggak punya apa-apa selain nulis dengan kertas, pulpen, dan handphone. Jadi, kesempatan buat deketin kamu aku juga awalnya mikir kalau deket sama kamu mungkin aku bisa minta bantuan secara materi."
"Tapi, Allah berkehendak lain. Allah ngasih keluargaku rezeki dan jabatan yang lebih dari sebelumnya. Allah juga ngasih aku bonus yaitu cinta kamu, By. Berawal dari cinta yang menurutku dengan niat yang salah. Kini berakhir aku beneran suka sama kamu," pungkas Hendery.
"Bukan cuma suka dan cinta. Tapi, kamu udah jadi budak cinta," goda Jiu.
"Masih mau sama aku nggak kalau udah denger cerita aslinya?" tanya Hendery.
"Ya nggaklah," jawab Jiu cepat.
Hendery benar-benar terkejut mendengar jawaban dari Jiu. Apakah ini benar jawaban yang jujur dari Jiu?
"Maunya nikah kalau sama kamu," lanjut Jiu dnegan terkekeh.
"Mana handphone-ku," rajuk Hendery sembari mengambil ponselnya yang berada di genggaman Jiu.
"Cie ngambek," balas Jiu dengan mencubit kedua pipi Hendery hingga memerah.
***
Sedangkan di sekolah, Jeffery hanya berdua dengan Joan. Bel sekolah baru saja berbunyi.
"Habis ini jenguk si Jiu ya, Jo," ajak Jeffery.
"Oke. Tapi ke sana lo nggak bawa apaan gitu? Seenggaknya bawa buah buat Jiu atau apa, ya," saran Joan yang malah terkesan seperti berbicara sendiri.
"Ya udah nanti di jalan mampir nyari buah," sahut Jeffery sambil berjalan ke luar kelas untuk menuju area parkir.
"Wendy nggak ikut?" tanya Joan.
"Wendy kerja."
"Tau banget kayak calon sumai aja," balas Joan.
"Suami bukan sumai. Iya, nanti gue nikah sama Wendy. Tunggu aja."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro