13.} Laboratorium IPA
Hari Selasa yang mungkin terasa biasa saja tau bahkan membahagiakan karena minggu lalu baru saja usai menjalankan ujian semester bagi siswa siswi lain. Kecuali dengan Wendy. Pagi yang menurutnya sama seperti kemarin terulang lagi. Bahkan ini lebih membuatnya marah daripada kemarin.
Saat Wendy keluar dari bilik kamar kecil khusus perempuan. Ternyata dirinya sudah ditunggu oleh Jiu. Jiu hanya sendirian, entah kemana perginya dua orang gadis yang selalu mengawalnya itu. Tangan Wendy dicekal oleh Jiu. Tubuh Wendy yang awalnya membelakangi bilik kecil dan menghadap ke watafel yang ada di depannya, kini beralih menjadi sebaliknya. Tubuh Wendy sudah terkunci membentur wastafel dan berhadapan dengan Jiu.
"Kenapa, Ji?" Anehnya Wendy tidak takut sama sekali atau mungkin dia tidak peka apa yang akan terjadi kepada dirinya setelah ini. Wendy hanya memasang wajah polos dan berbalik akan menghidupkan keran air untuk membasuh tangannya.
Dengan segera, Jiu membalikkan badan Wendy kembali menghadap kepadanya. Jiu melangkah maju mempersempit jarak antara dirinya dan Wendy.
"Kenapa sih lo selalu ngedahuluin gue, Wen?" tanya Jiu lembut sambil menyibakkan rambut Wendy ke belakang telinganya.
"Maksudnya?"
"Kenapa lo suka sama Jeffery, Wen? Gue yang lebih butuh Jeffery daripada lo! Lo cuma menuhin rasa suka lo ke Jeffery! Tapi gue, gue lebih dari itu Wen!"
Wendy berkacak pinggang dan melangkahkan kakinya maju satu langkah. "Kenapa marah?"
"Tolong akhiri hubungan lo sama Jeffery sekarang juga!"
"Punya hak apa kamu nyuruh aku?" tantang Wendy.
"Lo nggak tau apa tujuan gue ngedeketin Jeffery, Wen! Jadi tolong. Gue tau yang lebih butuh Jeffery itu gue bukan lo!" ancam Jiu.
"Berarti kamu ngedeketin Jeffery bukan murni karena kamu cinta? Kamu punya niat lain?" Wendy menunjukkan senyum miringnya tak takut sama sekali.
"Sekali lagi lo ngebantah omongan gue. Lo bakalan tau konsekuensinya, Wen!" Jiu membalas senyum miring Wendy.
"Udah Ji ngomongnya? Minggir bentar lagi kelas masuk," tanya Wendy sambil mendorong bahu kanan Jiu dan berlalu pergi meninggalkan Jiu yang masih berdiri di dalam sana.
"Tunggu aja, Wen," desis Jiu dengan mempertahankan senyum miringnya.
***
Saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Bu Hety memasuki kelas Wendy yang saat itu mendapat pelajaran IPA fisika dari Bu Indah. Setelah mengucap permisi, Bu Hety segera mendatangi Bu Indah dan sepertinya sedang membicarakan sesuatu yang mendesak.
"Anak-anak, Ibu minta perhatiannya sebentar," ucap Bu Hety lantang yang sukses membuat semua murid yang ada di situ menghentikan aktivitasnya untuk mencatat materi dari Bu Indah.
"Saya dan Bu Indah akan melakukan razia dan menegecek tas kalian satu per satu," lanjutnya.
Tentu seketika kelas yang awalnya senyap seperti tsk berpenghuni. Kini beralih menjadi sebuah pasar baru. Dua orang guru itu segera melakukan tugasnya mulai dari bangku terdepan. Wendy dan Joy duduk di barisan ketiga dari depan.
Wendy dan Joy hanya bersikap wajar dan tenang. Karena mereka tak membawa atau menyimpan sesuatu yang dilarang.
Saat Bu Hety membuka tas Wendy. Terlihat beliau membelalakkan matanya. Tangan kanannya merogoh saku dan mengeluarkan ponsel miliknya. Bu Hety mendapat sebuah telepon genggam yang sama persis dengan foto yang ada di ponselnya dengan yang ia temukan di dalam tas Wendy.
"Kamu dapat dari mana ini, Nak?" tanya Bu Hety sambil menunjukkan ponsel yang diberi casing berwarma merah muda itu.
"I-itu handphone siapa, Bu?" tany Wendy balik dengan suara gugup.
"Ibu dapat dari tas kamu lho, Wen."
"Tapi saya beneran nggak tau itu milik siapa, Bu." Seketika percakapan Wendy dan Bu Hety membuat semua penghuni kelas memusatkan perhatian mereka kepada dua orang itu.
Bu Hety tidak membalas ucapan Wendy. Beliau melanjutkan pemeriksaan tas Wendy. Terlihat Bu Hety menghelas napasnya kasar.
"Wendy sekarang ikut Ibu ke ruang BK. Tas dan handphone ini saya bawa!" perintah Bu Hety lantang.
Mau bagaima lagi? Wendy mau tak mau harus mengikuti Bu Hety menuju ruang BK.
"Gue tau lo nggak ngellakuin itu, Wen. Lo tenang ya di sana jawab jujur aja," pesan Joy yang terlihat begitu khawatir kepada Wendy.
Wendy menepuk bahu Joy pelan dan tersenyum manis. Lalu ia dengan segera mengikuti langkah Bu Hety yang sudah sampai di ambang pintu kelasnya.
Wendy duduk di samping Jiu yang sudah ada di sana sebelum Wendy datang dan berhadapan dengan guru yang membawanya kemari.
Bu Hety menaruh handphone dengan casing metah muda itu di atas meja dan mengambil sebuah gambar dari dalam tas Wendy. Seketika saat Wendy melihat foto yang Bu Hety keluarkan dari tasnya ia tentu tak percaya dengan apa yang bru saja ia lihat di depannya saat ini.
"Bu, ini? Saya nggak pernah bawa foto porno seperti ini ke sekolah. Bahkan saya nggak pernah lihat semacam ini di ponsel saya," bela Wendy dengan menunjuk foto yang ada di depannya.
"Terus yang bawa foto ini ke sekolah siapa? Saya dapat ini juga dari dalam tas kamu."
"Ini bisa aja, 'kan Bu ada anak kelas atau dari kelas lain sengaja naruh ini di dalam tas saya," jelas Wendy.
Bu Indah datang ke dalam ruang BK. Beliau mengatakan setelah menanyai satu per satu anggota kelas Wendy, tidak ada yang menaruh ponsel maupun foto itu ke dalam tas Wendy.
"Wendy kamu tau ini handphone siapa?" tany Bu Hety.
Handphone ini seperti tak asing dalam ingatan Wendy. Ia merasa pernah melihat sekilas dan itu ada di tangan Jiu. Apa lagi sekarang Jiu juga aneh, kenapa ia bisa berada di ruang ini bersama dengan Wendy?
"Mungkin ponsel Jiu, Bu?"
"Jiu, ini ponselmu Nak?"
"Iya, Bu." Jiu menamgangguk.
"Jadi benar, kamu yang ngambil Wen?" tanya Bu Hety.
"Saya beneran nggak tau kalau ponsel Jiu tiba-tiba ada di tas saya Bu. Saya memang tidak sekaya teman-teman lainnya. Tapi saya tidak akan pernah mengambil barang yang bukan milik saya, Bu," jawab Wendy panjang lebar.
"Jujur aja nggak apa-apa Wen. Ibu juga nggak ngeluarin foto ini di kelas kamu, 'kan tadi? Ibu tahu itu akan membuat kamu malu. Jadi Ibu menunjukkannya di sini," timpal Bu Hety.
"Ini ponsel kamu, Ji. Wendy cuma akan dapat sekor untuk perbuatannya kali ini. Tahu, 'kan jika sekor kamu mencapai angka seratus akan dikeluarkan daei sekolah? Kemarin kamu terlambat datang upacara dengan mengenakan baju kotor, siangnya kamu pakai baju terlalu ketat walau nggak ada guru yang manggil kamu ke sini tapi saya tahu. Lalu sekarang? Kamu berulah lagi. Ada apa Wen?"
Wendy sudah tak sanggup lagi untuk menjawab ucapan Bu Hety. Ia juga tak memiliki bukti kuat untuk menunjukkan bahwa dirinya tak bersalah. Wendy hanya bisa diam dan menyimpan amarahanya dalam-dalam.
Bu Hety menulis sekor Wendy ke dalam buku catatan bersama dengan anak-anak yang suka melanggar peraturan sekolah lainnya.
"Total sekor kamu sekarang udah ada empat puluh lima, Wen. Ini ponsel kamu Ji, ini tas Wendy, dan foto ini lebih baik dibakar saja." Bu Hety mengembalikan ponsel Jiu.
Pertemuan mereka bertiga berakhir di sini. Wendy juga sudah mematuhi perintah Bu Hety untuk meminta maaf kepada Jiu. Ini adalah contoh nyata permintaan maaf yang tidak seharusnya.
Sudah dapat ditebak bukan, siapa yang menaruh itu semua di tas Wendy? Mereka menaruh dua barang itu saat kelas Wendy sedang melakukan pengamatan di laboratorium IPA.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro