Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12.} Sial!

Empat bulan telah berlalu. Ujian semester juga baru saja usai minggu lalu. Harinya masih sama, Wendy yang bekerja dan mengejar cintanya. Jeffery dan dua kawannya yang tak terpisahkan dan juga Jiu yang bersaing merebutkan hati Jeffery dengan Wendy.

Cprat!

"Awh!" teriak Wendy terkejut.

Hati yang ia tata pagi ini dengan sangat baik, hancur begitu saja. Sebuah kubangan air hujan terlihat jelas di sampingnya. Bukan karena Wendy kurang teliti saat memilih jalan, melainkan ada sebuah mobil yang melintas tepat di atas kubangan tersebut hingga air yang ada di situ menyiprat mengenai pakaian Wendy.

Terlihat sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di depan Wendy yang juga menghentikan sepedanya. Seorang gadis berpakaian sama dengan Wendy keluar dari mobil tersebut dan berjalan menuju Wendy yang kini masih menduduki sepedanya.

"Jiu?"

"Iya, Wen. Ya ampun, gue minta maaf banget buat baju lo kotor kayak gini," ungkap Jiu yang berjalan menemui Wendy dan mengecek sedikit baju yang Wendy gunakan.

"Gimana ya, Ji. Sebenernya nggak apa-apa, cuma habis ini ada upacara dan aku nggak punya baju ganti." Jiu tidak akan berkata seperti di film atau novel yang hanya bisa berkata bahwa dirinya tidak apa-apa. Ini kenyataan bukan fiksi.

"Lo turun dulu deh Wen, tuh di depan ada minimarket. Gue beliin minum biar lo tenang, ya?" bujuk Jiu.

Wendy turun dari sepedanya dan sedikit meminggirkan sepedanya untuk ia parkir. Mereka berdua berjalan menuju minimarket yang ada di seberang jalan.

Sebelum mereka benar-benar menyeberang. Mata Jiu meliirik sopir yang bersamanya seakan memberi sebuah kode rahasia. Seolah paham dengan apa yang Jiu maksud, sopir itu segera mengambil sebuah benda kecil, tajam, dan terbuat dari besi.

Wendy dan Jiu mulai memasuki minimarket untuk memilih beberapa minum dan roti ringan. Untuk menyantapnya, mereka berdua duduk di bangku kecil yang disediakan oleh pihak swalayan.

"Makan ya, Wen," pinta Jiu halus. Wendy hanya menganggukan kepalanya pelan. "Terus baju lo gimana, Wen? Maaf banget sopir gue nggak sengaja sampek bikin baju lo kotor. Apa lagi ini hari Senin."

"Udahlah Ji, mau gimana lagi?"

"Nanti gue pasti cariin ganti. Lo tenang aja, btw udah tambah siang Wen. Gue ke sekolah duluan, ya," ucap Jiu mantap sambil beranjak dari duduknya.

"Makasih buat makanannya Ji," balas Wendy yang menyusul Jiu beranjak dari duduknya. Mereka berdua kembali  menuju kendaraan masing-masing yang ada di seberang jalan.

"Gue duluan, Wen," pamit Jiu sembari berlari kecil menuju mobilnya.

"Hati-hati, Ji," balas Wendy ramah.

"Cepet, ya Pak. Ngebut!" perintah Jiu yang sudah mendudukkan bokongnya di kursi mobilnya.

Sedangkan Wendy, dirinya baru menyadari bahwa sepedanya terasa sedikit janggal. Tepat sekali, ternyata roda belakang sepedanya tak berisi angin sama sekali.

"Semoga aja cuma kempes bukan bocor. Ini udah siang bisa terlambat nanti, apa lagi hari ini ada upacara," gerutu Wendy sambil meratapi nasib sialnya pagi ini.

Wendy segera menuntun sepeda dengan roda kempes itu menuju bengkel terdekat. Silanya lagi, roda sepeda Wendy bukan hanya kehilangan anginnya. Melainkan itu bocor! Saat pemilik bengkel menunjukkan bahwa ada lubang yang diperkirakan dari tusukan paku. Wendy hanya bisa pasrah menerima nasib sialnya pagi ini dan berjalan menuju sekolahnya yang masih lumayan jauh.

"Sejak kapan kamu terlambat seperti, Wen?" tanya Bu Hety di depan gerbang bersama beberapa anak anggota OSIS yang memang selalu bertugas untuk menyaring anak-anak yang terlambat masuk sekolah. Wajar saja jika guru di SMA ini kenal betul dengan Wendy. Karena Wendy termasuk murid pintar kesayangan guru seperti di sekolah-sekolah lainnya.

"Maaf, Bu. Saya baru sekali kok terlambat. Ban sepeda saya bocor, Bu. Jadi terpaksa saya jalan ke sekolah jadi terlambat deh, Bu."

"Baik, tulis nama kamu di buku yang dipegang Nanda beserta alasannya juga. Terus kamu baris di belakang bersama dengan anak-anak yang terlambat lainnya, Wen," jelas Bu Hety.

"Baik, Bu." Segera Wendy melakukan perintah yang baru saja Bu Hety ucapkan.

Usai upacara bendera hari Senin dilaksanakan dengan lancar. Anak-anak yang terlambat harus tetap berdiri di lapangan dengan hormat kepada bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

"Terus aku harus ke mana? Ke ... kantin?" pikir Wendy sambil berjalan linglung karena tenggorokannya sudah kering seperti di gurun pasir. Iya, hukumannya belum selesai di situ. Semua anak-anak yang terlambat tidak boleh mengikuti jam pelajaran pertama hingga bel istirahat berbunyi.

***

Bel istirahat telah berbunyi, kini kantin yang awalnya hanya dihuni oleh anak-anak yang terkena hukuman sudah berganti dengan semua penghuni kelas yang ada di SMA ini. Wendy memutuskan untuk kembali ke kelas dan menutupi baju putihnya yang masih terlihat kotor karena kejadian pagi tadi.

"Wen," panggil Jiu saat mereka tak sengaja bertemu di koridor sekolah. Jiu tak sendiri, ia bersmaa dengan dua orang temannya yang entah itu siapa Wendy tak tahu.

"Iya?" balas Wendy.

"Gue baru beliin lo baju baru di kopsis, anggap aja ini sebagai permintaan maaf gue. Gue tau lo nggak punya uang buat beli. Ukuran yang paling besar cuma ini, Wen. Gue nggak tahu ini muat atau nggak buat lo." Jiu memberikan seragam baru yang masih dibungkus plastik itu kepada Wendy. Sedikit menyakitkan saat Jiu mengatakan Wendy tak punya uang. Tapi, bagaimana lagi? Itu memang kenyataannya. Mau tak mau Wendy akhirnya juga menerima pemberian dari Jiu.

"Makasih banyak ya, Ji. Gue terima kok," ungkap Wendy dengan menunjukkan senyum manisnya.

"Gue duluan ya, Wen." Jiu dan dua orang tekannya berlalu meninggalkan Wendy. Wendy segera menaruh tasnya terlebih dahulu ke dalam kelas dan melanjutkan perjalanannya menuju ruang ganti.

Bajunya bukan hanya sekedar pas di badan Wendy. Tetapi itu bahkan terlihat begitu ketat saat Wendy pakai.

"Kalau mau pakai baju yang tadi kotor pasti jijik kalau mau dipakek lagi. Kalau pakai ini ketat banget kayak cabe-cabean, nanti dilihat guru BK dimarahin nggak, ya?" Mental Wendy benar-benar tertekan pagi ini.

Masih di ambang pintu keluar ruangan ganti. Tangan Wendy sudah dicekal oleh seseorang yang Wensy tunggu-tunggu setiap waktu. Senyum Wendy mengembang mengikuti jalan orang yang memegang tangannya.

Akhirnya mereka berdua berhenti di taman utama sekolah yang memang letaknya lebih dekat dengan ruang ganti siswa. Jeffery memilih duduk terlebih dahulu di salah satu bangku yang memang disediakan di situ lalu diikuti Wendy.

"Ada apa, Jef?"

Jeffery mengulurkan air mineral kepada Wendy. Lalu menjawab, "Terlambat? Baju lo kayak cabe."

Berbicara dengan Jeffery itu seperti menebak kode rahasia yang harus dipecahkan sesegera mungkin.

"Makasih minumnya. Iya tadi aku terlambat, sumpah sial banget rasanya pagi ini! Pertamanya bajuku kena cipratan air mobil Jiu, ban sepedaku bocor, terlambat masuk sekolah, kena hukum. Terus ini baju untung-untungan dikasih sama Jiu walau ketatnya kayak cabe-cabean. Haish!" kelakar Wendy.

Bukannya merespon ucapan Wendy, Jeffery malah tenggelam dalam pikirannya sendri. "Jiu? Lo sengaja apa gimana sih, Ji sama Wendy? Kasian banget cewek sebelah gue."

"Jef?" panggil Wendy.

"Hm."

"Kamu nggak ada niatan balik kayak dulu lagi, Jef? Jeffery itu dulu baik, ramah, ganteng pula. Pasti sesakit itu ya, Jef?"

"Nggak, lo harus terima gue apa adanya," jawab Jeffery singkat. Sebenarnya dalam benak Jeffery ia memilih jawaban yang berbeda. "Gue takut Wen. Sakit banget bahkan awalnya dulu gue sampai nggak ada minat hidup rasanya."

"Maksudnya terima apa adanya? Oh, aku tahu. Ini spoiler buat kamu nembak aku, 'kan? Untung aku orangnya peka, ya," balas Wendy sambil memukul-mukul bahu Jeffery pelan.

Sedangkan laki-laki yang ada di samping Wendy hanya bisa diam menahan tawanya. Jeffery segera beranjak dari duduknya tanpa mengatakan apa pun kepada Wendy. Bukan marah, memang itulah Jeffery saat ini. Wendy tentu segera mengikuti langkah lebar Jeffery di belakangnya.

Kelas Wendy dilalui lebih dulu daripada kelas Jeffery. Otomatis Wendy memasuki kelasnya dan membiatkan Jeffery berjalan sendiri di koridor setelah berpamitan.

"Jef," panggil Jiu saat melihat Jeffery memasuki kelas. Sednagkan Hendery dan Joan entah kemana perginya dua orang absurd itu.

"Lo nggak malu apa jalan sama Wendy si miskin itu. Terus pakek baju ketat lagi," lanjit Jiu.

"Bukannya lo yang ngasih baju itu ke Wendy?"

"Kok bisa tahu ni anak? Si Wendy pasti ngadu," batin Jiu. Ia mati kutu dan tak dapat menjawab apa pun lagi. "Nggak gitu kok, Jef. Gue cuma--"

"Udahlah Ji."

***

Pada pelajaran terakhir hari ini. Kelas XII mendapat pengumuman mengenai libur semester kali ini akan diadakan sebuah karya wisata. Tentu ini merupakan kabar gembira bagi semua siswa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro