Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11.} Jadi?

Usai memilih bahan-bahan segar dan berkeliling dari supermarket hingga pasar Anyar. Mereka memutuskan untuk memasaknya segera.

"Dimasak di rumah lo apa gue Jef?"

"Jangan dirumah gue!" jawab Jeffery cepat.

"Oh, oke." Jiu melajukan mobilnya lebih cepat daripada sebelumnya.

Mobil Jiu mendarat mulus di halaman depan rumahnya.

"Jef, kok nggak turun?" tanya Jiu di luar jendela kaca mobilnya sambil mengintip kursi tempat duduk Jeffery.

Jeffery membuka sedikit jendela kaca mobil di sampingnya agar suaranya jelas di dengar oleh Jiu. "Gue nunggu lo.masak di sini, aja."

"Yakin, Jef? Mau gue ambilin sesuatu buat lo di mobil nggak?" tawar Jiu.

"Nggak." Hanya satu kata.

"Ya, udah tunggu ya, Jef." Jiu berjalan masuk dengan membawa dua kresek bahan makanan yang akan dimasak di tangan kanan dan kirinya.

"Andai aja lo ada di sini, Der," batin Jiu dengan berjalan lesu memasuki dapur rumahnya.

Sedangkan Jeffery di dalam mobil berpindah dari kursi depan ke kursi yang ada di belakang. Bukan hanya untuk merebahkan tubuhnya, tapi juga agar dirinya tak terlalu terlihat dari luar. Jeffery membuka ponselnya, ia mengecek pesan yang masuk. Siapa tahu Wendy mengiriminya pesan.

"Orang masak pasti lama, 'kan ya?" gumam Jeffery yang berniat untuk memejamkan matanya. Ia menyimpan ponsel di dalam tas kecil yang ia bawa.

Baru saja akam memasuki dunia mimpi. Jeffery tersentak mengethaui mobil yang tiba-tiba dibuka. Orang yang ia lihat memasuki mobil bukanlah Jiu, melainkan seorang laki-laki paruh baya. Otomatis, Jeffery segera membangunkan tubuhnya. Tapi, laki-laki yang baru saja masuk ke dalam mobil itu sepertinya belum menyadari adamya Jeffery di belakangnya.

"Nikmatnya beristri dua." Lelaki itu bersenandung kecil sambil membawa kemoceng dan serbet di bahu kanannya.

"Permisi," ucap Jeffery sambil sedikit menepuk pelan bahu laki-laki paruh baya yang diketahui namanya Pak Dadang itu.

Tapi reaksi yang diberikan bukanlah seperti yang diharapkan, Pak Dadang malah berteriak benar-benar terkejut.

"AAAAA!" teriak Pak Dadang terkejut sambil menoleh kebelakang dan memukul Jeffery dengan kemocengnya.

"AAAAA!" Mungkin Jeffery malah ikut kaget mendengar teriakan dari Pak Dadang. Hingga dirinya ikut berteriak bersama dengan Pak Dadang.

Menyadari bahwa dirinya dipukuli dengan kemoceng, Jeffery akhirnya angkat bicara. "Aduh, Pak sakit. Sakit, Pak! Sakit, aduh!"

Pak Dadang akhirnya menghentikan aksinya. Lalu bertanya, "Aden siapa? Kok bisa di dalem mobilnya Non Jiu?"

"Temannya, Pak."

"Oh, pacarnya, ya? Turun Den nggak apa-apa kok. Hayuk, hayuk," ajak Pak Dadang.

"Ini orang budek apa gimana sih? Udah dibilang temennya juga. Heran," batin Jeffery dengan mengakhiri kalimatnya dengan kata "Heran" yang bernada seperti video yang viral di sebuah aplikasi.

"Nggak usah, Pak. Saya di sini aja," balas Jeffery sopan. Tapi percuma, paksaan dari Pak Dadang lebih kuat daripada kemauannya sendiri.

Akhirnya Jeffery turun dari dalam mobi dan mobil di bawa masuk ke dalam garasi. Karena di luar cuaca terlalu terik. Jeffery dengan diarahakan oleh Pak Dadang memasuki dapur yang di sana terdapat Jiu yang sibuk dengan aktivitasnya.

"Masuk juga, Jef," kekeh Jiu melihat Jeffery duduk di kursi yang ada di dekat dapur.

"Lo sendirian?"

"Nggak, tadi ada Mama di depan. Ketiduran mungkin Mama," jawab Jiu sambil memberi sentuhan akhir dari masakannya. Jiu membawa lima piring dengan isi masakan yang berbeda dan dua gelas jus semangka yang cocok diminum saat hari terik seperti saat ini.

"Makan, Jef," ajak Jiu saat ia berdiri di depan meja makan. Jeffery berjalan menuju meja yang sama dengan Jiu.

Satu per satu suapan masuk ke dalam mulut mereka. Sebenarnya Jeffery sempat mengagumi Jiu saat ia melihanya memasak dan merasakan hasil masakannya.

"Jiu kelihatan lebih cantik kalau kayak gini," pikir Jeffery dengan menunjukkan senyumnya tipis.

Akhirnya makanan yang ada di meja tandas oleh mereka berdua. Hanya tersisa setengah segalas jus.

"Jef, gue mau nanya. Lo sebenernya bisa buka hati lo buat gue nggak? Andai setiap hari kita sama-sama berusaha buka hati. Bukankah itu bisa aja?" tanya Jiu serius.

"Maaf, Ji. Lo tau gue udah punya cewek yang gue suka. Maaf gue nggak bisa, Ji."

"Siapa, Jef? Kakak kelaa lo dulu itu? Atau ... Wen ... dy?"

"Lo bisa lihat sendiri, Ji. Udah selesai, 'kan? Gue pamit pulang. Makasih buat makananya." Jeffery beranjak cepat untuk keluar.

"Gue anter!" teriak Jiu. Karena posisi Jeffery sudah lumayan jauh dari jangkauannya. Sakit, sebenarnya. Tapi ini tak sebanding dengan jahatnya dirinya kepada Hendery.

***

Usai perjamuan keluarga Joan berakhir. Rean dan Dara segera naik ke lantai dua untuk mencari keberadaan anaknya yang meninggalkan acara pertemuan begitu saja.

"Nak ... keluar dulu, yuk. Buka pintunya," panggil Dara sambil mengetuk pintu kamar Jiu beberapa kali.

"Ji, turun dulu sama Papa sini." Kini berganti dengan Rean yang memanggil Jiu.

Sedangkan di dalam kamar. Jiu berusaha menetralkan kembali napasnya dan menghapus sisa air mata yang masih ada di wajahnya. Pintu dibuka oleh Jiu.

"Kenapa? Turun, yuk," ajak Dara sambil memgang pergelangan tangan Jiu dan Rean mengusap pelan rambut Jiu yang sudah tak tertata rapi.

Mereka bertiga duduk di ruang keluarga membicarakan acara malam ini.

"Kenapa tadi, Ji?" tanya pria bermata panda itu.

"Jiu nggak mau Pa dijodohin sama Joan," jawab Jiu.

"Ji, perusahaan kita masih baru, masih muda, butuh berkembang. Perusaan keluarga Joan itu bisa jadi rekan buat nguatin perusahaan kita. Ini juga berat buat Papa sebenernya kalau permintaannya harus ngorbanin kamu," jelas Rean.

"Jadi Jiu Papa korbanin buat perusahaan kita?" tanya Jiu berkata-kata.

"Kamu juga pernah bilang, 'kan kalau nggak mau jatuh miskin?"

"Iya, Pa! Tapi Jiu juga nggak mau kalau kayak gini! Kita jalanin pelan-pelan aja perusahaannya!"

"Nggak ada cara lain, Ji! Kita nggak bakal kuat buat biaya semuanya sendiri."

Sedangkan Dara hanya bisa diam. Hatinya sebenarnya tak kuasa untuk melihat semua ini.

"Plis, Pa! Jiu mungkin bisa terima laki-laki yang Papa jodohin. Tapi tolong jangan Joan!" Air mata dan nada bicara Jiu sudah tak terkontrol.

"Kenapa?"

"Ayo kita buat persetujuan. Jiu akan nyari cowok yang setara bahkan kalau bisa punya harta lebih dari Joan, Pa!"

"Oke! Papa kasih waktu sampai kamu lulus SMA. Kalau itu nggak berhasil. Terpaksa, kamu harus mau sama Joan."

"Tapi satu hal yang harus Papa sama Mama tahu! Jiu udah punya pacar!" Setelah mengatakan itu Jiu segera berlari kembali ke kamarnya. Ia masuk ke dalam ruangan kamar rahasianya yang didominasi oleh warna hitam itu.

Hanya nama Hendery yang sedari tadi berputar di otak Jiu. Rasanya Jiu  benar-benar hancur malam ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro