Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10.} Marah

Jiu berjalan menuruni anak tangga rumahnya. Jiu sudah bersiap dengan penampilan cantiknya. Sweater baby pink, bandana putih, dengan kalung silver yang diberi hiasan berbentuk buah ceri. Dirinya berniat untuk pamit kepada Rean dan Dara yang ada di ruang keluarga.

"Ma, aku mau ketemu Jeffery dulu," pamit Jiu kepada Dara di ruang keluarga yang tengah asik apel dengan Bi Minji ditemani sebuah acara televisi. Hari libur ini memang sengaja Jiu pakai untuk mengambil kesempatan dari Jeffery.

Dara segera mengelap tangannya dan mengusap halus suarai Jiu. "Hati-hati, kamu pasti bisa luluhin hati Papa kamu maupun Jeffery."

"Semoga ya, Ma," ungkap Jiu dengan nada bicara dan tatapan matanya yang melembut. Jiu mengulurkan tangannya untuk menyalami Dara dan Minji.

"Pasti berhasil, Non." Bi Minji mencoba untuk memberi semangat kepada Jiu dengan diakhiri senyumnya yang mengembang cantik.

Jiu tidak melihat papanya ada di ruang yang sama dengan mamanya. Tapi, indra pendengaran Jiu menangkap suara dari ruang tamu sedari tadi. Ia mengintip siapa yang ada di ruang tamu. Penglihatannya menunjukkan bahwa pria bermata panda itu sedang membicarakan bisnisnya dengan beberapa orang pria dan wanita. Itu bukan hal baru lagi bagi Jiu, ia yakin itu adalah karyawan dari kantor milik Rean.

***

Pagi ini, Jeffery bersiap untuk berkunjung ke pasar Gedhe. Untuk mengantar mamanya lagi? Bukan. Untuk membelikan kebutuhan bahan makanan? Bukan. Tentu saja, Jeffery ke sana untuk memastikan gadis yang ia lihat satu hari lalu adalah Wendy.

Baru saja ia keluar dari kamarnya. Suara mobil asing terdengar memasuki halaman depan rumahnya. Jeffery berbalik ke dalam kamarnya untuk melihat siapa yang datang dari balkon miliknya.

"Siapa? Belom pernah liat mobilnya," lirih Jeffery sembari tetap memperhatikan siapa yang akan keluar dari mobil tersebut. Terlihat seorang gadis dengan perawakan yang tak asing lagi untuk Jeffery.

"Jiu? Kenapa tu anak ke sini?" tanya Jeffery pada dirinya sendiri. Baru saja ia akan turun menemui Jiu. Tapi, suara Jeni mendahului pergerakannya.

"Jef, ada pacar kamu! Cepetan turun!" teriak Jeni dari lantai satu. Tanpa menjawab apapun, Jeffery segera menuruni anak tangga dengan sedikit berlari.

"Apa, sih Ma. Pacar, pacar, orang ini cuma temen Jeffery," rajuk Jeffery.

"Itu buktinya kamu juga udah dandan. Mau dating, 'kan?" goda Jeni dengan menunjukkan senyum jahil dan matanya yang menyipit.

"Enggak, ya. Jeffery mau keluar sendiri tau!"

"Mama juga pernah muda tau," sinis Jeni, "duduk sono temenin pacarnya. Mama mau bikin minuman sama Mbok."

"Iya," jawab Jeffery dengan nadanya yang datar.

"Nak, Tante mau bikin minuman dulu, ya. Anggap aja rumah sendiri," pamit Jeni kepada Jiu.

"Iya, Tante," jawab Jiu sopan.

Seperginya Jeni, Jeffery duduk berseberangan dengan Jiu.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Jeffery to the point.

"Gue mau ngajak lo jalan. Tuh, lo aja udah siap buat nemenin gue," tuding Jiu.

"Ngapain ngajak gue?"

"Jef ... gue tau lo peka," balas Jiu memelas.

"Mau ke mana?"

"Ke--"

"Bentar! Gue nggak mau ke mana pun sama lo," potong Jeffery.

"Ih, nggak boleh gitu. Kok jahat, sih Jeffery," sahut Jeni yang tiba-tiba datang dengan menbawa dua gelas jus jeruk dan beberapa camilan ringan.

"Ya, masalahnya Jeffery masih punya urusan pagi ini! Jiu juga bukan siapa-siapa Jeffery!" Entah mengapa tiba-tiba nada bicara Jeffery meninggi kepada Jeni. Mungkin dari kemarin karena Jeffery selalu memikirkan Wendy yang bekerja di pasar. Lalu saat ini adalah kesempatan emas untuk memastikannya. Tapi malah terhambat oleh Jiu yang tiba-tiba datang dan mamanya yang memaksa Jeffery untuk pergi dengan Jiu.

Menyadari ucapannya yang baru saja membentak mamanya dan raut muka Jeni yang seketika berubah. Jeffery menghela napas kasar. Bahkan Jiu yang akan meminum jus saja sampai terkejut dengan suara Jeffery dan berakhir meletakkan gelas yang sudah ada di tangannya kembali ke meja di depannya.

"Iya, Jeffery mau keluar sama Jiu," ucap Jeffery terpaksa kepada Jeni.

"Gitu, dong." Jeni mengusap pelan rambut Jeffery dan beranjak dari tempatnya berdiri sekarang. Untuk memberi ruang anaknya dan Jiu berbincang.

Usai berbincang ngalor-ngidul, dan dilengkapi dengan sedikit perdebatan. Akhirnya Jeffery dan Jiu segera beranjak untuk pergi menggunakan mobil yang Jiu bawa.

"Ke mana jadinya?"

"Ke supermarket, terus ke pasar Anyar buat belanja bahan makanan," jawab Jiu yang duduk di kursi kemudi.

Pembicaraan mereka hanya sebatas itu di dalam perjalanan. Jeffery hanya fokus ke jalanan dan sesekali membuka ponselnya. Sedangkan Jiu, hatinya terasa perih. Biasanya saat akan keluar seperti ini, Hendery yang duduk di kursi kemudi dan Jiu hanya mengomel sepanjang perjalanan. Betapa bahagianya ia saat masih bersama Hendery dulu.

Mobil berhenti tepat di area parkir supermarket. Jiu yang sudah membuka pintu mobil dan akan beranjak keluar menyadari bahwa Jeffery tak beranjak dan hanya diam.

"Nggak turun?"

"Lo nggak malu bawa gue?" tanya Jeffery ragu dengan penampilannya.

"Kenapa gue harus malu? Lo ganteng, Jef. Udah pakek masker, topj, sepatu, pakaian lo juga nggak kayak orang pinggiran," jelas Jiu. Lagi-lagi ini mengingatkannya kepada Hendery. "Andai aja yang lagi sama gue sekarang ini Hendery. Pasti gue bakal bahagia banget, gue bakal ketawa sama gombalan recehnya, gue bakal nyaman."

Jiu segera menghapus air matanya yang sebentar lagi akan keluar.

"Kenapa nangis? Gue salah?" tanya Jeffery khawatir. Walau secuek-cueknya laki-laki seperti Jeffery. Tetap saja akan merasa bersalah jika melihat ada gadis yang menangis di depannya. Tak peduli siapa itu. Ini bukan tentang play boy atau semancamnya. Melainkan takdir untuk semua laki-laki.

"Nggak kok, yuk turun," aja Jiu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro