Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

31. Riana

Di atap sekolah, telah duduk seorang gadis berparas cantik nan anggun sedang menatap langit biru juga awan putih yang begitu cerah. Tangannya bertumpuk memegang dada dan berusaha mengatur nafas yang tidak karuan juga jantungnya. Matanya mengerjap beberapa kali mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi padanya.

"Gue kenapa sih? Kok jantung gue deg-degan gini?" gumam Riana yang masih tak melepaskan tatapannya pada sang langit.

"Mungkin kah gue ... jatuh ...," ucapnya ragu lalu segera menggelengkan kepala.

"Tapi Ken itu kan target gue! Mainan gue! Masa iya gue ...."

Akkkkkhhhh!

"Heh, lu kenapa, Ri?" tanya Siska yang baru datang disusul dengan Roy. Riana hanya diam membisu menatap kedua temannya dengan penuh keraguan. Dirinya tak mungkin cerita pada mereka bahwa Riana mulai menyimpan perasaan lebih pada Ken. Hal itu telah disembunyikan Riana berhari-hari dari mereka. Hati semakin gundah, hingga tak bisa menahan perasaannya lagi.

Hari itu, Riana memutuskan untuk berhenti mem-bully Ken. Riana mendeklarasikan perang pada kedua temannya.

"Sis, Roy! Sorry, gue mau jujur sama kalian," ucap Riana mengumpulkan semua keberaniannya.

Siska melipat tangannya, "hah? lu kenapa sih, Ri? Aneh banget!"

"Iya, Ri!" sahut Roy, "kalo ada masalah, ngomong aja. Kita dengerin kok!"

Riana tersenyum tipis, banyak keraguan di dalamnya. "Ng ... jadi ... gue mau berhenti nge-bully Ken. Kalian mau kan ikutin gue? Jangan bully Ken lagi."

"What?"

"Tunggu-tunggu, gue pasti salah denger kan, Ri?" tanya Siska kebingungan begitu pula dengan Roy.

Riana menggeleng lemah, "nggak kok. Gue ngelakuin ini ada alasannya."

"Alasan?"

Riana menyengguk, "alasannya karena gue ... jatuh cinta sama Ken."

Gedubrak!

Roy dan Siska pingsan bareng.

"Nggak usah akting deh!" sindir Riana melihat kedua sahabatnya pura-pura pingsan.

Roy dan Siska bangkit lagi lantas berjalan mendekati Riana. Sontak Riana mundur sedikit ketakutan dengan 2 sahabatnya yang mendadak ganas. "Lu nggak bercanda, kan?"

Riana menggeleng, "nggak. Ini beneran, mungkin ... balasan buat gue. Dan sekarang, gue malah suka sama dia."

"No, no, no!" ucap Siska sembari menggerakkan jemarinya ke kanan dan ke kiri, "Nggak mungkin! Nggak boleh! Lu harus sadar status lu, Ri!"

"Gue udah pertimbangkan semuanya, Sis. Dan ini ... keputusan final gue. Jadi ... lu pada mau berhenti kan?" kata Riana mencoba membujuk kedua sahabatnya.

"Nggak! Nggak mungkin seorang Roy berlutut di hadapan seorang anak cacat songong kek dia!" tolak Roy mentah-mentah.

Siska mundur dan menggandeng lengan Roy, "gue setuju sama Roy! Gue juga nggak akan berhenti gangguin si tengil itu! Lu kalah Ri, lu yang harus ikut kita!"

Riana mundur perlahan, "sorry, gaes. Gue nggak akan ikut kalian."

"Ri, kalo lu nggak ikut kita, kita nggak bakal temenan sama lu lagi," ancam Roy dengan mata tajam.

Riana sedikit ragu namun dirinya memilih untuk merasakan cinta butanya terhadap Ken. "Sorry, makasih buat semuanya."

Riana pun pergi meninggalkan dua sahabatnya yang sudah bertahun-tahun berteman.

"Riana! Riana!"

Riana tak menggubris panggilan temannya meski dadanya terasa nyut-nyutan karena memilih cinta ketimbang sahabat.

"Dasar penghianat!"

(ノ≧∇≦)ノ ミ ┻━┻

Ken pergi ke markas para senior seperti biasanya, namun dirinya tercengang karena sepi. "Pada kemana nih?"

"Hai, Ken!"

Sontak Ken menoleh dan mendapati Riana tersenyum mendekatinya. Ken menggigil ketakutan karena sikapnya begitu aneh.

"Nggak usah takut, gue ... gue nggak akan nyakitin lu lagi," ucap Riana membuat mulut Ken ternganga lebar.

"Hah?"

Riana menarik senyum bibirnya yang seksi, "jujur ... gue ... gue ... gue suka sama ... lu, Ken!"

Mulut Ken masih tak menutup setelah mendengar pengakuan Riana.

"Ken?" Riana mengibaskan tangannya di depan wajah Ken.

Ken tersadar lalu menatap Riana dengan serius. "Sorry, Kak. Gue tau gue ganteng, tapi lu nggak usah ngebucinin gue. Cukup lu kek biasanya aja."

"Lu pasti ngira gue bercanda," ucap Riana dengan kecewa, "gue serius, Ken. Gue bahkan ... ngejauh dari Siska sama Roy demi lu."

"Ha?"

"Iya, gue bilang sama mereka soal perasaan gue. Gue bakal ngelindungi lu dari mereka Ken. Gue suka sama lu."

Glek.

Ken begitu tegang dan bingung akan melakukan apa. Ken menatapnya lagi, "sorry, Kak. Gue nggak bisa terima lu." Kemudian Ken pergi begitu saja meninggalkan Riana yang masih mematung.

"Gue nggak akan nyerah, Ken!"

Hari-hari berikutnya, Riana selalu membela Ken saat akan dijahili teman-temannya. Riana juga terus mengekori Ken dan berusaha mendapatkan hati Ken. Ken merasa risih, namun dirinya tak mampu melakukan apa-apa. Kadang, dalam hatinya sempat tergoda untuk menerimanya, namun ia juga takut jika kemudian ditinggalkan seperti Mia meninggalkannya. Ken tetap berusaha menjaga hatinya, untuk tidak terkontaminasi dengan senior cantik yang telah bertobat itu.

Namun, terkadang hati Ken menjadi galau karena kesepian. Sudah beberapa minggu, dirinya tak pernah berbincang sedikitpun dengan Mia. Hanya sesekali saat mereka berpapasan, Mia hanya menyapanya sebentar karena sudah dikerubungi para fansnya. "Apa ... gue terima aja si Kak Riana?"

Plak!

"Lu terima, gue smack down lu!"

Roy menempeleng kepala Ken dari belakang dan mengancamnya. Diikuti dengan Siska, memandang tajam pada pria lumpuh itu.

"Eh, Ken! Gue nggak tau lu udah melet Riana pake online atau offline yeh, tapi gue makin benci sama lu tau nggak?" desis Siska dengan kejudesannya membuat Ken mulai kesal.

"Eh, kenapa pada nyalahin gue sih? Yang suka sama gue itu Kak Riana, bukan gue. Kenapa gue yang jadi serba salah?" protes Ken tak terima.

"Karena lu emang dari lahir udah salah ngerti?" sahut Siska makin geram lalu berusaha mengoyak Ken, namun Riana segera datang menyelamatkannya.

"Cih! Gue yakin, lu bakal nyesel, Ri!" ujar Siska sebelum meninggalkan tempat diikuti dengan Roy.

"Lu nggak papa?" tanya Riana penuh perhatian.

"Udah, lu nggak usah perhatian ke gue, Kak! Yang ada gue disemprot sama mereka!" sahut Ken cuek dan meninggalkan Riana lagi. Riana sedikit bersedih karena sulit menaklukkan hati Ken yang sekeras batu itu.

(ノ≧∇≦)ノ ミ ┻━┻

"Mi, kantin yuk," ajak Aulia setelah bel istirahat berbunyi.

Mia tampak terburu-buru membereskan buku-bukunya dan menoleh sekilas pada sahabatnya, "aduh, sorry, Ul! Gue bentar lagi deadline, harus cepet-cepet revisi. Sorry." Mia pun pergi meninggalkan Aulia yang memasang muka cemberut.

"Uhh ... sekarang gitu, nggak punya waktu buat gue. Gue seneng sih lu sukses, tapi ... gue jadi kesepian kalo gini, kan," ujar Aulia dengan lesu mulai keluar dari kelas dan tidak sengaja berpapasan dengan Ken.

"Kenapa muka lu? Kusem amat," tanya Ken begitu melihat Aulia yang begitu murung.

"Kek elu nggak aja, gue yakin lu kesepian nggak ada Mia, kan?" tukas Aulia membuat Ken menjadi salah tingkah.

"Cih! Beruntunglah dia lepas sama lu dan bahagia sama pangerannya," sindir Aulia sembari melipat tangannya.

"Apaan? Gue heran sama lu, kenapa lu sinis banget sih sama gue? Emang gue punya salah apa sama lu?" tanya Ken tak habis pikir dengan gadis udik nan suka naik darah ini.

"Haaah? Lu nggak sadar?" tanya balik Aulia melepas tangan dan mencondongkan tubuhnya ke arah Ken, "gara-gara lu, Mia hampir bunuh diri tiap malem tau nggak?"

Ken membelalakkan matanya, "apa lu bilang? Bunuh diri?"

Ups!

Aulia segera menutup mulutnya, dia lupa meski Ken dan Mia sudah jarang bertemu, namun Mia masih melarang Aulia untuk mengatakan soal masa lalunya pada siapapun.

"Maksud lu apaan?" tanya Ken semakin kepo. Namun Aulia hanya menutup mulut dan menggelengkan kepalanya.

"Gue janji nggak akan bilang sama Mia soal ini. Plis, tolong ceritain apa yang terjadi sama Mia?" pinta Ken memohon dengan sangat.

Aulia membawa Ken ke tempat yang lebih sepi agar tidak terdengar oleh teman lainnya. Aulia duduk di depannya. "Janji ya, nggak bakal bilang siapa-siapa?"

"Janji!"

"Gue rasa lu mungkin perlu tau juga soal ini. Dulu, saat Mia menghilang dari sekolah, sebenernya, gue lah yang nemuin dia hanyut di sungai. Pertama gue ketemu sama dia, Mia itu lagi nyoba bunuh diri. Dan ternyata nggak sampai situ aja. Setelah Mia gue bawa pulang ke sini, Mia kek orang stress. Kerjaaannya teriak-teriak mulu, marah, nangis bahkan diem aja mengurung dri. Bahkan beberapa kali, Mia berusaha bunuh diri karena tekanan itu. Dan tekanan yang dia pikirkan selama ini, alasannya cuma satu. Gara-gara lu yang tukang bully dia dan membawa masalah berat bertubi-tubi buat Mia."

Hhhhhh!

Aulia menghela nafas panjang setelah menceritakan semuanya. Ken hanya termangu, syok mendengar kenyataan yang begitu menyayat hatinya. Aulia beranjak berdiri dan memegang bahu Ken sebentar. "Sorry, kalo lu harus denger kenyataan pahit ini, makanya ... mungkin lebih baik kalo lu nggak deket-deket sama Mia. Kasian dia, udah tersakiti gara-gara lu."

Aulia pun pergi mencoba memberi waktu sendiri pada Ken. Ken sendiri masih syok dan matanya mulai berkaca-kaca. Baper.

"Jadi ... semua gara-gara gue?"

(ノ≧∇≦)ノ ミ ┻━┻

Seminggu kemudian ....

Mia tampak merenggangkan tangannya ke atas, "akhirnya ...."

"Selesai juga deadline lu, Mi?" tanya Aulia mengerling sinis pada Mia. Mia yang melihatnya segera merangkulnya.

"Aaaaa, sorry! Lu pasti kangen gue ya?" tanya Mia manja.

"Nggak tuh," sahut Aulia sok cuek karena kesal memang benar pertanyaan Mia namun dirinya tak ingin terlalu kentara soal perasaannya.

Mia melepaskan pelukannya, "gue jadi inget Ken! Apa kabar dia?"

"Kampret lu Mi, di sini ada gue kenapa nyariin Ken?" umpat Aulia semakin kesal.

Mia segera berdiri, "gue cari Ken dulu!" Dia pun pergi meninggalkan Aulia yang terus menggerutu karena dirinya yang di nomor duakan.

mtia celingukan ke sana kemari, bahkan ke tempat tongkrongan para senior, namun tak menemukan Ken.

"Nyari siapa, Neng?"

Mia sontak menoleh dan mendapati dokter Yuda di belakangnya. "Ah dokter! Kirain siapa?"

Yuda mengembangkan senyumnya, "nyariin Ken, ya?"

Mia memegangi pipinya yang merona malu-malu. "Dokter ... tau?"

"Iya, tadi papasan kok di depan UKS tadi."

Mia mengangguk sopan, "makasih, Dok!"

"Saya bangga sama kamu, Mi! Udah bisa move on, bahkan sampe sukses seperti ini," puji Yuda dengan senyum khasnya yang terdapat lesung di pipinya.

"Ya ... ini semua karena Allah kok, Dok," sahut Mia mulai berjalan di jalan yang benar, mengingat petuah Qonita-salah satu editor novel Mia.

Yuda mengusap kepala Mia, "bagus kalo gitu. Jadi kurang satu ya?"

"Eh? Kurang apa?" tanya Mia tak mengerti.

"Kurang jodoh lah, hahaha," ujar Yuda seraya tertawa dan pergi dari sana. Mia hanya senyam-senyum sendiri sampai melihat ada sekumpulan fansnya siap menyerbu. Sebelum itu terjadi, Mia segera kabur dan mencari Ken lagi.

Di ujung koridor ....

"Ken! Akhirnya ketemu juga!" panggil Mia sambil berlari ke arah Ken yang sedang mojok di sudut koridor.

"Ngapain lu?" tanya Ken super jutek.

Mia tertegun melihat Ken yang sudah berminggu-minggu tak melihatnya, tapi malah disambut dengan kejutekan yang teramat pedas. "Lu ... marah? Lu marah gue nggak pernah nyamperin lu?"

Ken hanya diam membisu, menahan luka yang kian membesar di hatinya. Luka yang bukan berasal dari orang lain, melainkan dari dirinya sendiri. Semenjak Ken tau kebenaran soal menghilangnya Mia, dirinya terus menyalahkan dirinya sendiri. Bahkan dia berpikir, selama hidupnya tak pernah memberikan kebahagian pada orang lain.

"Maafin gue ... ah lu mau jalan-jalan? Gue temenin deh!" tawar Mia berharap Ken mau meresponnya. Namun Ken masih diam saja.

"Ng ... oh ya, gimana sama basket? Apa lu udah masuk lagi? Lu ... mau gue temenin latihan lagi kek dulu?" tanya Mia lagi mengganti topiknya, namun Ken masih tetap diam.

Mia semakin bingung dan menggaruk tengkuknya. "Ken, lu mau gue ngapain biar lu maafin gue?" Tanyanya mulai frustrasi.

Ken mendelik pada gadis manis itu, "gue mau lu pergi dari sini! Jauhi gue, jangan deket-deket sama gue!"

"Ken ...?"

"Udah, sana urusin novel sama pangeran lu! Nggak usah peduliin gue!"

"Tapi Ken ...."

"Hidup lu itu udah sempurna! Buat apa lu ngejar-ngejar gue? Sana pergi!"

"Ken gu-"

Ken meninggalkan Mia begitu saja tanpa mendengarkan panggilan Mia. Sakit rasanya hati Ken membentak Mia seperti itu, namun dirinya berpikir lebih baik begini. Lebih baik Mia melupakan Ken, lebih baik Ken kembali menjadi jahat agar dibenci dan dilupakan oleh Mia. Itulah pemikiran Ken, karena dirinya tak ingin Mia tersakiti karenanya.

Bersambung~

Dipublikasikan 2 September 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro