Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Sepi

Suatu siang di sebuah rumah yang besar, tampak seorang wanita paruh baya yang cantik lagi-lagi menangis di pojokan salah satu ruangan. Di sisi lain, ada seorang pemuda sedang menjalankan kursi rodanya ke arah wanita itu. "Ma, kenapa nangis?"

Hiks. Hiks.

Hanya terdengar suara tangisan wanita yang notabene pernah melahirkan pemuda itu. Dialah ibu dari pemuda yang bernama Ken, dia hanya menangis dan tak menjawab pertanyaan anaknya. Sang ibu memandangi wajah putranya sambil terus terisak.

"Gara-gara..," ucap Ken sedikit ragu, "Ken dikeluarin?"

Huwaaaaaaa!

Tangis ibu Ken semakin menjadi. Ken mulai kebingungan, siapa yang anak dan siapa yang ibu. Kenapa mama lebih sedih dari gue sih? Pikirnya.

"Udah Ma, jangan nangis lagi. Cantiknya ilang lho," ujar Ken berusaha menenangkan ibunya.

Ibu Ken mengusap air matanya, "nanti Mama pake make up lagi, hiks."

Ken mengembangkan senyumnya, "gitu dong Ma, nangisnya udahan."

"Hiks. Kamu kok gak nangis sih Nak? Kamu gak sedih?" tanya ibu Ken heran melihat anaknya tak menitikkan air matanya sama sekali.

Ken tertunduk lama. Sangat lama. Ibu Ken menjadi panik, "Ken.. jangan diambil hati kata Mama ya.. Ken?"

Ken mendongak, "lebih tepatnya.. Ken marah, Ma. Ken gak pantes dikeluarin!"

Ken memendam amarahnya, tubuhnya mulai bergetar. Dirinya begitu frustasi, kejadian buruk terus menimpanya bertubi-tubi.

Ibu Ken mengelus lengan Ken, "kamu yang kuat ya, Nak! Maaf gara-gara Mama belum bisa bayarin uang sekolah kamu."

"Nggak Ma, emang kepsek-nya aja yang songong, baru nunggak sebulan doang dikeluarin," dengus Ken lalu menatap iba sang ibu. Ken mengulurkan tangannya mengusap pipi ibunya tercinta, "kita cari sekolah baru, Ma! Kita tunjukkin sama mereka kalo Ken anak yang kuat. Gak lemah seperti yang mereka pikirkan!"

Ibu Ken tersenyum dan memegang tangan Ken, "Mama bangga punya anak sekuat kamu Ken! Kamu pasti bisa melewati semua ini!"

Suasana pun berubah menjadi rasa haru. Anak dan ibu ini saling berpelukan, terutama Ken yang diam-diam meneteskan air matanya karena penderitaan yang ia rasakan. Namun ia segera menyekanya agar ibunya tidak khawatir padanya.

***

Sambil mencari sekolah yang mau menerima Ken, kini Ken hanya malas-malasan di rumah. Pengangguran.

"Ken!" panggil sang ibunda.

"Apa, Ma?" pekiknya dari kamar sambil membaca komik di kasurnya dengan haha-hihi.

Ibu Ken melongok dari pintu yang setengah terbuka, "daripada kamu di rumah terus, main sama temen-temenmu!"

"Mereka gak mau main sama Ken, Ma! Chat sama telpon Ken gak pernah diangkat," jawab Ken mulai cemberut.

"Mungkin canggung. Coba deh sesekali ke sekolah, temuin mereka," saran ibu Ken.

"Emang boleh? Ken kan udah dikeluarin?"

"Boleh lah. Ya.. seenggaknya masih boleh kalau di luar kan? Kamu tungguin mereka waktu pulang sekolah, ajak ke sini. Bilang sama mereka, Mama buatkan makanan buat mereka biar tertarik ke sini? Oke?" tanya ibu Ken sambil memberi kode oke.

Ken hanya menaikkan sebelah alisnya dan memiringkan mulutnya. Entah apakah nanti dirinya akan mencobanya atau tidak, karena saat ini dia sedang dalam posisi enak untuk bersantai.

Jam pulang sekolah...

Ken akhirnya pergi ke sekolah juga karena sebenarnya ia rindu pada teman geng-nya. Ken celingukan menunggu teman-temannya yang tidak keluar-keluar. Ken mulai kepanasan, capek, letih dan lesu. "Bikin darah gue mendidih aja, tuh anak-anak pada kemana sih?"

Beberapa menit kemudian, Basuki, Dahlan dan Ronaldo pun keluar. Dengan kemampuannya yang semakin mahir walau tidak terlalu mahir untuk mengendarai kursi rodanya, ia segera mempercepat lajunya hingga meraih Basuki. "Ki!"

Basuki berhenti dan menoleh pada Ken. "Lu lagi?"

"Maksud lu apaan? Eh, ayo main ke rumah gue!" ajak Ken dengan wajah sumringah.

Basuki menepis tangan Ken yang memegang tangannya, "ogah!"

Basuki berbalik dan hendak pergi dari sana. Ken mengerutkan keningnya, "jadi cuma segitu aja persahabatan kita?"

Basuki menghentikan langkahnya yang belum melangkah. Basuki menoleh dengan tajam, "lu gak inget? Lu kan yang udah ngusir gue?"

Ken mencoba mengingatnya, "oh itu! Gue lagi kesel doang mah itu!"

"Lagi kesel doang?" protes Basuki tak terima dengan perkataan Ken, "udah berapa kali lu gituin gue? Gue juga manusia Ken, punya rasa punya ati!"

"Jangan lu samain sama pisau belati," imbuh Dahlan yang ikut melototi Ken.

"Kalian pada nyanyi?" celetuk Ronaldo memandangi Basuki dan Dahlan merasa mereka sedang berduet.

"Hih, ganggu aja!" jawab Dahlan menurunkan pandangannya pada Ronaldo yang tidak peka pada situasi.

Basuki melipat tangannya, "lu tau gak? Di saat temen-temen udah mulai ogah sama lu, digosipin waktu lu sakit, gue saat itu masih setia sama lu. Tapi apa balasannya? Lu tetep aja kek gini."

"Jadi.. lu balas dendam?"

"YO-I!" kata Basuki penuh penekanan, "lagian buat apa temenan ma lu? Lu sekarang udah misqueen, kagak kaya lagi. Lu udah lemah Ken! Gue gak bisa bergantung sama lu lagi!"

"A-apa? Maksud lu.. lu cuma temenan sama gue gara-gara gue kaya?" protes Ken dengan mata bersimbah darah dalam khayalannya.

"Gak usah nge-drama deh lu!" cibir Dahlan.

"Udahlah gaes, cabut aja! Gak penting banget ngeladenin pangeran songong yang kena azab kek dia," ejek Basuki sambil melirik tajam pada Ken.

Basuki, Dahlan dan Ronaldo pun meninggalkan Ken. Ken merasa kesal, "lu pada kemana? Lu tinggalin gue, persahabatan kita berakhir!"

Dengan gaya sok cool, Basuki hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh sedikit pun. Ken semakin kesal, "RESE LU PADA!"

Hahaha!

Terdengar tawa jahat mengelilingi Ken, tatapan sinis dan membunuh, membuat Ken semakin merinding melihat mereka yang kini tampak sangat asing baginya.

"Woy, kutu songong! Apa kabar lu?" celetuk Danang yang tiba-tiba muncul bagai hantu.

"Lu kutu! Enak aja, gue mah macan!" protes Ken tidak terima mendapat panggilan aneh macam kutu.

"Macan kecepit yang ada hahaha," celetuk Bagus di samping Danang.

Danang tampak celingukan melihat Basuki cs pergi lalu menyeringai, "ceritanya ditinggal neh?"

"Siapa yang ditinggal? Ck!" protes Ken mengalihkan perhatiannya karena malu. Malu. Iya malu. Malu banget.

"Nang, ngenes amat ya nasib pemuda di depan kita ini," ujar Bagus berpura-pura sedang main drama.

Danang ikut berakting, "ngenes kenapa emangnya?"

"Udah cacat, miskin, di DO, ditinggalin temen-temennya lagi. Ngenes kan?"

"Banget! Hahaha!" ejek Danang lalu beranjak pergi bersama Bagus meninggalkan Ken yang masih di tempat.

"Woy! Kampret! Kutu! Lu pada yang gila!" umpat Ken memendam amarah yang luar biasa. "Gue bisa berdiri, lu pada abis tau gak?"

Pyur!

Seseorang menumpahkan tepung ke kepala Ken dari belakang sampai putih bagaikan manusia salju. Ken menggeram dan berbalik sambil memegangi kepalanya yang penuh tepung, "RESE! SIAPA YANG BERANI GINIIN GUE?"

"Gue! Ke-kenapa? Lu pikir gue takut?" Seseorang yang sangat dikenal Ken muncul dan berdiri di depan Ken dengan setengah ketakutan.

Ken tertegun dengan orang itu, bibirnya mulai bergetar, "lu.. Totok?"

"Iye! Ini gue! Se-sekarang, gue udah bebas dari lu! Lu bukan orang yang bisa semena-mena lagi sama gue atau yang lainnya!"

"Lu.. pantes dapetin itu semua!"

"Iya! Itu balesan lu!" sahut siswa lainnya.

"Huuu! Dasar cacat!"

"Sana pergi lu!"

"Rasain lu!"

Cibiran, cemooh, sindiran, melempar tepung dan telur ditujukan pada Ken. Ken mulai ternistakan dan bergerak menjauh. Merasa terusir dan teraniaya, hatinya mulai rapuh. Tak lagi sekuat dulu, dirinya tak bisa melakukan apapun. Tak bisa menjambak orang, memukul orang, menendang orang atau apapun. Dia hanya bisa duduk di kursi rodanya. Ken menyendiri dan kembali frustasi. Ia menepuk-nepuk kakinya dengan keras, "brengsek! Aakkkkh! Kenapa gue harus kek gini??"

Kefrustasian melanda diri Ken membuatnya menjadi lebih pendiam. Pemurung. Pelamun. Tak banyak yang ia lakukan. Diam membisu sepanjang hari, kecuali diajak bicara.

Sampai akhirnya.. Ken harus pindah dari kota Jakarta karena banyak hutang yang harus dilunasi keluarga Ken. Pindah ke tempat yang jauh. Ke sebuah tempat bernama Brebes.

Bersambung~

Published 9 Juli 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro