Truth or Dare (Imayoshi x Reader)
Genre: Romance
Rate: T
Setelah sekian lama saya bikin cerita tentang doi, akhirnya balik juga bawa senpai kita tercinta yang sadisnya tiada tara (?)
Ini request dari futaries btw
Hope you'll like it, nee!
Saa, jaa mata, readertachi!
Sore itu para anggota tim basket regular Akademi Touou ditambah manager mereka tengah bersantai-santai di gymnasium. Oh, tak lupa seorang siswi teman sekelas sang kapten tim basket yang juga ikut meramaikan acara santai-santai mereka. Latihan sudah selesai. Dan berhubung besok libur mereka tidak masalah jika tinggal lebih lama di sekolah sekalipun hanya untuk bermain game. Lagipula kunci gymnasium ada di tangan sang kapten.
Atas usul Momoi—manager tim basket putra—mereka memutuskan untuk bermain TOD alias Truth or Dare. Mereka pun duduk melingkar. Botol minuman yang sudah kosong berada di tengah. Karena Momoi yang megusulkan, maka yang lainnya pun sepakat jika si surai pink itu jadi orang pertama yang memutar botol.
“Baiklah. Aku mulai…” Momoi memutar botol plastik itu pelan. “Dai-chan!” serunya ketika botol berhenti berputar dengan tutup yang mengarah ke sosok pemuda tan bersurai navy blue.
Dan Momoi memutar lagi. Namun kali ini tutup botol berhenti mengarah tepat ke arahnya.
“Eh…”
“Truth or dare?” tanya Aomine—si pemuda tan.
“Dare!” jawab Momoi lantang, membuat seringai sukses tampak di wajah Aomine.
“Kerjakan tugas Matematika ku hari ini.”
Mendengar dare seperti itu Momoi langsung saja protes—walaupun pada akhirnya menyanggupi karena mau bagaimanapun juga itu sudah aturan.
Permainan pun dilanjutkan. Sekarang giliran Aomine yang memutar botol. Kali ini botol berhenti di depan Wakamatsu. Dan pada putaran yang kedua, botol berhenti dan mengarah ke (Your name).
“Truth or dare?” tanya Wakamatsu ke (Your name).
Menjadi anak yang suka tantangan, (Your name) jelas saja menjawab dare. Mendengar itu membuat Wakamatsu sempat bimbang. Dare apa yang harus ia berikan? (Your name) itu perempuan. Kakak kelasnya pula. Tambah bingunglah pemuda blonde terang itu untuk memilih dare.
“Tak usah ragu, Wakamatsu. Katakan saja dare yang ada di pikiranmu. Aggap saja kita satu angkatan dan aku ini seorang laki-laki,” ujar (Your name) seolah bisa membaca pikiran adik kelasnya itu.
“Baiklah…” Wakamatsu tampak berpikir sejenak. “Kalau begitu buatkan aku yakisoba hari ini juga!” serunya sumringah. Untung saja Wakamatsu ingat kalau (Your name) pandai memasak. Jadi ia tak perlu berlama-lama mencari dare yang tepat.
Tawa renyah keluar dari mulut (Your name). “Baiklah. bagaimana kalau setelah ini kalian semua datang ke rumahku? Akan kumasakkan kalian yakisoba.”
“Yeay!” seru pemain TOD yang lain, ikut merasa senang tentunya.
.
Game pun masih berlanjut. Kali ini giliran (Your name) untuk memutar botol. Pada pemutaran yang pertama, botol berhenti mengarah ke Imayoshi. Dan untuk yang kesekian kalinya botol berhenti dengan tutup yang menghadap ke arah (Your name).
“Kenapa aku lagi?!” serunya tak terima, pasalnya ini sudah kali kelima ia yang ditanyai.
“Truth or dare?” seolah tak mendengar protesan (Your name), Imayoshi bertanya.
(Your name) menghela nafas. Ini sudah kelima kalinya ia ditanyai. Haruskah ia mejawab dare lagi?
“Dare,” tapi toh ia juga melakukannya juga.
Entah perasaan (Your name) atau memang setelah ia mengatakan jawabannya, senyum—lebih tepatnya seringai—Imayoshi melebar? Jika benar senyum rubah pemuda berkacamata itu melebar, (Your name) yakin setelah ini sesuatu pasti akan menimpanya. (Your name) yakin. Karena tiba-tiba saja perasaannya menjadi tidak enak.
“Nyatakan perasaanmu ke orang yang kau sukai dan minta ia menjadi kekasihmu sekarang juga.”
Benar, ‘kan?
Seketika suasana menjadi hening. Wakamatsu yang sibuk debat dengan Aomine dan Momoi yang sibuk melerai mereka pun langsung diam seribu kata dengan perhatian terarah ke kakak kelas mereka yang berkacamata.
(Your name) megerjapkan mata belum paham.
“Um… Pardon?”
“Aku yakin kau mendegarnya, (Last name),” ujar Imayoshi masih dengan senyum khasnya.
Oh, Tuhan. Tolong musnahkan seringai rubah itu dari wajah Imayoshi sekarang juga.
“E-etto…”
Dare kali ini sukses membuat keringat dingin mengalir di pelipis gadis (Hair colour) itu. Soal menyatakan perasaan sih bukan masalah. Yang menjadi masalah sekarang itu orang yang (Your name) suka adalah orang yang sama dengan si pemberi dare untuknya. (Your name) suka Imayoshi. Sudah sejak satu tahun yang lalu malah. Dan lagi, kenapa harus saat itu juga ia melakukannya?!
“T-tidak bisakah besok saja?”
“Tidak,” jawab Imayoshi bahkan tak sampai satu detik setelah (Your name) bertanya.
“Ayolah, (Last name)-senpai. Tidak biasanya kau keberatan dengan dare yang diajukan,” komentar Momoi.
“Jangan jadi pengecut, (Last name)!” Aomine ikut menimpali.
“Kau takut ditolak?” tanya Wakamatsu.
“Bukan itu, bodoh!” seru (Your name) jengkel. “M-masalahnya…” (Your name) mencari alasan. “B-bagaimana jika dia sudah pulang?!”
“Kita datangi saja rumahnya.”
Terkutuklah kau Imayoshi Shouichi beserta otak jenius dan sifat sadismu.
“Tch. Baiklah,” ujar (Your name) setelah sebelumnya keheningan sempat mengisi gymnasium.
Gadis itupun menarik nafas dalam-dalam. Gugup? Jelas. Dalam hati (Your name) masih menimbang-nimbang apakah akan melaksanakan dare itu atau tidak. Jika ia melakukannya, ia harus menahan malu. Jika ia tidak melakukannya, ia harus menanggung malu apabila sampai dikatai pengecut.
Keputusan (Your name) diambil.
(Your name) akan melakukannya.
Ia pun berdiri, membuat semua yang tengah duduk mendongakkan kepala meatapnya.
“A-aku…” (Your name) memulai dengan pelan. “Aku menyukaimu, Imayoshi!” serunya kemudian sambil membungkukkan badan guna menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah hingga ke telinga.
“Lalu?” balas pemuda berkacamata itu santai—tak lupa dengan seringai—seolah wajah merah akibat menahan malu milik (Your name) tidaklah cukup baginya.
Sebuah urat kesal tampak di kepala (Your name). Ingin sekali rasanya ia membuat seringai seksi itu hilang permanen dari wajah tampan pemuda di depannya.
“K-kau mau menjadi kekasihku tidak?!” tanya (Your name) dengan nada layaknya gertakan. Bisa dilihat jelas ia tengah menundukkan kepala guna menatap Imayoshi dengan sorot mata penuh kejengkelan—walaupun rona merah masih setia menghias wajahnya.
Namun tanpa diduga, kali ini bukan seringai yang terpampang di wajah Imayoshi. Melainkan sebuah senyum. Benar-benar sebuah senyum tulus yang bahkan membuat (Your name) sendiri meragukan penglihatannya. Aomine dan Wakamatsu pun sampai mengucek mata guna memastikan apakah mereka salah lihat atau tidak.
“Kau tidak perlu bertanya. Aku pasti mau, (First name).”
Dan sore itu, gymnasium Akademi Touou penuh dengan sorak-sorai kegirangan yang keluar dari mulut para penonton acara pernyataan cinta (Your name).
.
Omake:
(Your name) dan Imayoshi tengah jalan bersama di koridor sekolah. Bel pulang sudah lama berbunyi. Dan sejak pelajaran pertama tadi benak (Your name) masih memikirkan kejadian TOD kemarin. Apa benar ia sekarang berstatus sebagai kekasih seorang Imayoshi Shouichi?
Tak hanya itu, ia juga memikirkan bagaimana bisa pemuda di sampingnya kini bersikap biasa saja tiap kali mereka hanya berdua sementara (Your name) sendiri sudah panas-dingin sejak tadi.
“Shouichi,” (Your name) yang tidak tahan dengan keheningan awkward kala itu pun angkat bicara. “K-kenapa kau menerima pernyataanku kemarin begitu saja? K-kau kan tidak tahu apakah aku benar-benar m-mencintaimu atau tidak,” ujar (Your name) tanpa berani menatap Imayoshi.
Imayoshi yang mendengarnya justru menyeringai.
“Aku tahu. Sejak lama,” balasnya tanpa menatap (Your name) juga.
Tiba-tiba (Your name) berhenti. Namun Imayoshi terus saja berjalan, walaupun temponya ia lambatkan.
“Hah?! Kau sudah tahu?!” setelah sadar (Your name) langsung menyusul Imayoshi.
“Tentu saja.”
“J-jadi kau sengaja memberi dare itu kepadaku karena kau sudah tahu kalau orang yang kusukai itu adalah dirimu?! Maka dari itu kau menyuruhku menyatakan perasaan?!”
“Tepat sekali.”
“Sialan kau!”
“Oh, satu lagi,” Imayoshi berhenti, membuat (Your name) melakukan hal yang sama. “Usul untuk bermain TOD itu bukan sepenuhnya dari Momoi. Aku yang menyuruhya mengusulkan game itu,” Imayoshi mengaku.
“Apa?! Dasar rubah licik sialan!” seru (Your name) berniat memukul Imayoshi namun gagal karena pukulanya digenggam oleh pemuda itu. Kemudian Imayoshi menarik tangan yang ia genggam, membuat (Your name) jatuh ke dekapannya.
Dengan satu tangan melingkar di pinggang sang kekasih dan yang satu lagi menggenggam kepalan tangannya, Imayoshi mendekatkan wajahnya ke arah (Your name) hingga hidung keduanya hampir bersentuhan.
“Rubah licik sialan yang kau sukai. Bukan begitu, (First name)?” bisiknya dengan seringai khas yang terpampang.
Setelah sukses membuat wajah (Your name) penuh dengan rona merah, dengan santai Imayoshi pun melepaskan pelukannya dari gadis itu dan lanjut berjalan.
Dalam hati (Your name) hanya bisa berdoa.
Oh, Tuhan. Kuatkan (Your name) dalam menghadapi kekasih macam Imayoshi Shouichi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro