Thank You for >100k! (3)
(Disini readertachi anak kuliahan, ok? Dan mereka anak SMA semua. Termasuk Bang Niji~)
.
#3 WHAT IF THEY ARE YOUR YOUNGER BROTHER
.
Kuroko Tetsuya
“Baiklah… Dimana acaranya?”
Knock. Knock.
Suara ketukan pintu terdengar. Suara itu terulang hingga tiga kali namun si pemilik kamar tak kunjung membukanya.
Krieet…
Tetsuya memutuskan untuk membuka pintu kamar sang kakak tanpa permisi. Jangan salahkan dia, dia sudah mengetuk dari tadi. Mengedarkan pandangan, Tetsuya mendapati sang kakak yang tengah asyik bertelepon ria. Oh, pantas saja ketukan pintunya tak terdengar.
“Jam tujuh malam? Ok, ok. Siapa saja yang ikut?”
“Nee-chan…”
(Your name) tak menjawab, masih sibuk berbincang dengan kawannya lewat telepon dan duduk di kasur memunggunginya. Tapi, Tetsuya belum menyerah untuk memanggil sang kakak.
“Nee-chan…”
“Dia ikut tidak?”
“(Your name) nee-chan…”
“Eh… Kalau dia tidak ikut, aku juga…”
Ok, fix, Tetsuya menyerah sekarang. Mungkin telepon kakaknya memang penting. Jadi, ia tak ingin mengganggu sang kakak dengan memanggilnya terus-terusan. Pemuda baby blue itupun memutuskan untuk mendudukkan diri di sisi lain ranjang, memunggungi kakaknya juga guna menunggu sampai pembicaraan selesai.
“Ok. Aku datang… Jam tujuh nanti ‘kan? Jaa.”
Tuut… Tuut…
Sambungan diputus. (Your name) menghela nafas lega lalu membaringkan diri. Tapi, belum sampai punggungnya menyentuh kasur, punggung lain sudah bertemu dengan miliknya. Sontak (Your name) kembali menegakkan badan dan berbalik menatap si pemilik punggung yang menyentuhnya tadi.
“Nee-chan aku—“
“Tetsuya! Kau mengagetkanku! Sejak kapan kau disitu?!”
“Tapi, aku sudah sejak tadi disini, (Your name) nee-chan…”
“Eh?”
Dan (Your name) hanya bisa menatap sang adik tak percaya sekaligus malu. Sudah belasan tahun ia hidup bersama sang adik tapi gadis itu belum juga bisa membiasakan diri dengan hawa keberadaan Tetsuya yang kelewat sulit untuk disadari.
.
Kise Ryouta
Seperti hari-hari biasanya, tim basket SMA Kaijou melakukan latihan sepulang sekolah. Semuanya berjalan seperti biasa, sang kapten yang berteriak memberi komando, si shooting guard yang sibuk tebar pesona, center yang hanya bisa ber-sweatdrop ria berkat ulah rekan timnya, dan sang ace yang sibuk nangis bombay serta ber-alay ria karena bentakan dari senpai tercinta.
Tapi, tunggu.
Rupanya ada yang tidak biasa dengan latihan kala itu. Lihat saja seorang mahasiswi yang tengah duduk dengan tenangnya di bench, mengamati latihan tim basket SMA Kaijou. Siapa dia? Bukan. Dia bukan mata-mata dari SMA lain. Kurang kerjaan sekali seorang mahasiswi universitas ternama menjadi mata-mata murid SMA.
Piip. Piip.
“Moshi moshi.” (Your name) segera berdiri dari bench. “Apa? Baiklah. Aku segera kesana.” Kemudian pembicaraan ditutup.
Priiit…
Suara peluit yang (Your name) tiup mengalihkan perhatian seluruh anggota yang tengah bermain. Bagaimana bisa gadis itu memiiki peluit? Mudah saja. Jadi, alasannya berada di Kaijou saat itu ialah untuk melatih tim basket dimana adiknya berada, sesuai yang adiknya suruh juga. Kenapa sang adik menyuruhnya? Karena ia pernah melatih tim basket sebuah SMA ternama. Kenapa dia mau? Astaga, siapa yang tahan dengan permohonan tujuh hari tujuh malam disertai rengekan yang Kise Ryouta keluarkan?
“Aku hanya bisa melatih kalian sampai sekarang. Aku harus pergi. Kalau kalian masih ingin latihan, lanjutkan saja tanpaku.” (Your name) berujar tatkala anggota-anggota tim basket sudah berada di hadapannya.
“Hee?! Nee-cchi sudah mau pergi?! Dame-ssu! Nee-cchi~ Sebentar lagi saja-ssu~ Tunggu sampai kami selesai latihan~ Nee, Nee-cchi~” Ryouta merengek sambil menggelayuti lengan kakaknya.
Empat sudut siku mucul tiba-tiba di kepala (Your name). Tanpa segan-segan ia pun menghadiahi kepala adiknya dengan pukulan.
“Ittai-ssu! Nee-cchi hidoi-ssu!”
“Masa bodoh.” (Your name) menatap adiknya tajam lalu mengedarkan pandangannya ke arah siswa-siswa lain di hadapan. “Siapa kaptennya?” Ok, jadi sedaritadi mengamati latihan (Your name) memang belum mengetahui siapa kaptennya.
“Hai’.” Seorang siswa berambut hitam cepak melangkah kedepan.
“Siapa namamu?”
“Kasamatsu Yukio.”
(Your name) tersenyum manis, berbanding terbalik dengan kalimat yang akan ia ucapkan.
“Baiklah, Yukio. Aku ingin kau menendang Ryouta kalau dia bertingah alay dan menyebalkan saat latihan.” Kemudian gadis itu pergi begitu saja dari gymnasium, meninggalkan sang adik yang menatapnya horror. Oh, ayolah… Siapa yang tidak ngeri kalau kakak sendiri sudah merestui orang lain untuk menghajar adiknya?
“Nee-cchi bercanda ‘kan-ssu?! Huaaaa! Senpai jangan mau menuruti ucapan Nee-cchi-ssu!”
.
Aomine Daiki
Tap. Tap. Tap.
“Daiki! Kemari kau! Kembalikan, hei!”
“Jangan harap! Sudahlah, nee-san! Berhenti menyembunyikan gambarmu!”
Di siang bolong itu sudah terjadi ribut-ribut di rumah keluarga Aomine. Di siang yang panas, kakak beradik Aomine justru berkejar-kejaran di dalam rumah. Beruntung kala itu kedua orangtua mereka sedang pergi.
“Oi, ahomine Daikidiot! Berhenti!”
“Kau juga ahomine, baka nee-san!” Daiki berlari ke pintu belakang rumah. Ia mencoba membukanya akan tetapi naas, pintu itu terkunci. Di belakang pemuda tan itu sudah terlihat sang kakak yang berada tak jauh darinya.
“Hahaha… Lebih aho kau, bodoh! Kau bahkan lupa kalau pintu belakang dikunci!” (Your name) berjalan angkuh ke arah sang adik. “Nah, sekarang kembalikan!” Lalu tiba-tiba (Your name) merebut buku gambarnya dari tangan Daiki, yang sayangnya gagal.
“Setidaknya aku tidak pendek.” Daiki menyeringai penuh kemenangan. Buku gambar milik kakaknya ia angkat tinggi-tinggi.
“Grr…” Geraman kesal terdengar dari mulut (Your name) tatkala gadis itu tak kunjung bisa mengambil buku gambarnya. “Ah, terserah!”
(Your name) menyerah. Ia berjalan begitu saja menjauhi sang adik, meninggalkan Daiki memasang raut bingung. Tapi Daiki tak memedulikannya lalu mulai membuka buku gambar sang kakak, melihat setiap gambar yang Daiki akui sangat bagus, hasil karya kakaknya.
“Da~i~ki~” Suara (Your name) terdengar dari ujung tangga atas dekat pintu belakang.
Secara otomatis Daiki menghentikan kegiatan melihat-lihatnya dan mengalihkan pandangan kepada sang kakak.
“Kau harus mendapat balasan karena sudah melihat gambarku secara paksa.” (Your name) menunjukkan sebuah majalah anu milik sang adik. “Jadi, ucapkan selamat tinggal kepada wanita cantik di majalah ini.” Selanjutnya sebuah gunting menyusul.
“Nee-san! Apa yang akan kau lakukan?! Kau tidak akan—“
Sreek.
Majalah itu sukses terbelah menjadi dua dan dicabik-cabik oleh gunting di kala berikutnya.
“TIDAAAK! MAI-CHAAAN!”
.
Midorima Shintarou
“Uhuk… Uhuk…”
Putri sulung keluarga Midorima terbaring lemas di kasur. Gadis itu sedang mengalami demam berat. Ia bahkan sampai tak mampu untuk beranjak dari ranjang.
“Nee-san?”
Seorang pemuda menampakkan dirinya dari pintu kamar sang kakak. Ia datang dengan sebuah mangkuk berisi air hangat untuk mengompres kakaknya. Pemuda berambut hijau itu berjalan ke arah sang kakak lalu mendudukkan diri, bersiap mengompres kakaknya.
“Inilah akibatnya kalau kau hujan-hujanan, nanodayo. Dan parahnya Tou-san serta Kaa-saan sedang pergi. Jangan sok kuat lagi, nanodayo. Aku tahu Nee-san memaksakan diri masuk kuliah tapi ujung-ujungnya ambruk di tengah jalan.” Shintarou sibuk menceramahi kakaknya sambil mengompres gadis itu.
“Bukan—uhuk—salahku. Hari ini aku—uhuk—ada ujian.” Balas (Your name) lirih sambil terbatuk-batuk. Ah, ia benar-benar ingin pingsan saja. Hidungnya yang tersumbat, sakit di tenggorokan karena batuk dan pusing yang ia rasakan sungguh menyiksa.
“Aku keluar dulu.” Shintarou pergi setelah selesai mengompres kakaknya.
(Your name) hanya diam. Sebenarnya ia ingin Shintarou menemaninya. Ayolah, ia sedang sakit dan dibiarkan sendiri? Tapi mau bagaimana lagi, mungkin adiknya punya urusan. Selama beberapa menit (Your name) hanya diam dengan pandangan yang terpaku pada langit-langit kamarnya. Sebenarnya ia merasa mengantuk, tapi ia tak bisa tidur. Rasa pusing di kepalanya benar-benar mengganggu.
Tap. Tap. Tap.
Dengan berat hati (Your name) menengokkan kepala ke sumber suara. Shintarou sekarang tampak berjalan ke arahnya dengan sebuah nampan yang mana di atasnya terdapat segelas air putih dan… Apa itu? Bubur?
“Makanlah, nanodayo. A-aku buatkan bubur ini bukan berarti aku peduli, nodayo. Aku hanya malas keluar saja.” Shintarou menyerahkan bubur buatannya setelah sebelumnya membantu sang kakak untuk duduk.
(Your name) menerima bubur itu sambil tersenyum tipis. Shintarou memang tsundere akut. Tapi hal itulah yang (Your name) sukai dari sang adik. Setidaknya itu berarti Shintarou sebenarnya peduli, hanya saja pura-pura tidak peduli karena gengsi.
“Arigatou, Shintarou.” Lirih sang kakak masih dengan senyuman.
Shintarou membenarkan letak kacamatanya. Semburat merah tipis menghiasi wajah pemuda wortel itu.
“A-aku pergi dulu. Ada tugas yang harus kuselesaikan. Kalau kau sudah selesai makan, minumlah obat di nakas itu, nodayo. Se-semoga Nee-san lekas sembuh.” Setelah berdeham untuk menghilangkan kecanggungan, Shintarou segera beranjak dari kamar sang kakak.
Kini hanya (Your name) sendirian di kamar dengan bubur dalam pangkuan. Ia mulai menyendok bubur dalam mangkuk lalu bersiap memasukkannya ke mulut. Tapi, kegiatannya berhenti di tengah jalan, membuat sesendok bubur itu berada tepat di depan mulutnya.
‘Shimatta. Aku lupa kalau Shintarou terlalu ahli dalam memasak.’
.
Murasakibara Atsushi
Meow…
“Ayo, Kuro-chan… Lompat turun…”
Meow…
“Waah. Kau tidak berani, ya?” (Your name) menghela nafas. Ia pun mengalihkan pandangan dari pohon di halaman depan tempat kucingnya berada lalu memandang ke rumah dan berteriak memanggil adiknya. “Atsushiii! Kemari! Bantu aku!”
Tak lama kemudian seorang pemuda dengan tinggi tidak rata-rata muncul dari dalam rumah. Dengan wajah malas biasanya, ia mendatangi kakak yang sekarang tampak senang adiknya itu mau datang.
“Ada apa, Nee-chin?” Tanyanya sambil membuka bungkus keripik kentang ukuran jumbo yang ia bawa.
(Your name) menunjuk kucingnya yang tengah berada di atas pohon.
“Tolong ambilkan. Aku tidak sampai.”
Atsushi mengikuti arah tunjuk (Your name) lalu menggeleng malas.
“Yadaaa…”
Sebuah perempatan muncul tiba-tiba di kepala (Your name). Atsushi benar-benar seorang pemalas. Bahkan dimintai tolong kakaknya sendiripun ia tidak mau. Huh, andai saja gen tinggi kedua orangtuanya tak semua diambil Atsushi, ia tak akan meminta tolong ke dia.
“Atsushi… Kalau kau tidak mau mengambilnya, gendong saja aku di pundakmu lalu aku yang akan mengambilnya.”
Sekarang Atsushi ganti menatap sang kakak. Tak lama kemudian sebuah gelengan kembali Atsushi berikan.
“Yada… Nee-chin memang ringan… Tapi, yadaa… Aku malas…”
Seandainya (Your name) tidak ingat kalau pemuda tinggi di sampingnya itu adiknya, ia pasti sudah menendang Atsushi sampai menabrak pohon—itupun kalau ia bisa.
“Eee?” Atsushi membalik bungkus snacks-nya yang ternyata sudah kosong. “Nee-chin, snacks ku habis.”
“Beli saja sendiri.” (Your name) yang pada dasarnya sudah sewot dengan sang adik pun menjawab dengan ketus. Tapi kemudian ia menarik kembali ucapannya karena sebuah ide terlintas di benak. “Atsushi.”
Atsushi yang tengah memasang wajah melas bak anak kecil karena permintaannya ditolak (Your name) pun langsung menatap sang kakak tanpa berkata apa-apa.
Dalam hati (Your name) tertawa setan. Kalau sudah begitu kemungkinan rencananya berhasil akan semakin besar.
“Angkat aku dan akan kubelikan maiubou, Pocky dan snacks apapun yang kau mau.”
Wajah Atsushi menjadi cerah seketika berkat perkataan kakaknya. Lalu tanpa basa-basi ia segera memposisikan diri di depan sang kakak, bersiap mengangkatnya di pundak.
“Nee-chin siap?” Tanya Atsushi saat kakaknya sudah berada di pundak.
“Yosh! Angkat aku Atsushi!”
Dan… Woosh! (Your name) pun berhasil berada di ketinggian dua meter dan mengambil kucingnya dengan selamat. Setidaknya sisi pemalas Atsushi bisa juga dimanfaatkan.
.
Akashi Seijuurou
Ctak. Ctak.
Suara keyboard yang ditekan memenuhi salah satu ruangan di rumah kediaman keluarga Akashi. Di dalam kamar bernuansa elegan itu duduk seorang gadis dengan punggung bersandar pada kepala ranjang. Di pangkuannya terdapat sebuah laptop yang sedang ia pakai untuk mengerjakan tugas.
Knock. Knock.
Bunyi pintu yang diketuk mengalihkan perhatian gadis itu dari laptopnya.
“Masuk.”
Kemudian pintu terbuka menampakkan sosok sang adik bermanik dwiwarna. Pemuda itu melangkahkan kaki menuju kasur sang kakak.
“Oya oya… Kau tidak sopan, Seijuurou. Jangan mendatangi kakakmu dengan tangan terlipat di depan dada dan wajah dingin seperti itu.” Sebuah seringai usil terpampang di wajah (Your name) yang sudah kembali menatap laptopnya.
“Dan kau juga tidak sopan karena berbicara tanpa menatap lawan bicaramu, Nee-sama.”
(Your name) mendengus geli. Ia tutup laptop tadi lalu menaruhnya di samping bantal. Sekarang tatapannya sudah sepenuhnya tertuju ke Seijuurou. Sambil tersenyum ia menatap sang adik intens. Sebuah tatapan menantang sebenarnya.
“Aku sudah menatapmu. Jadi?”
“Berhentilah absen kuliah seenaknya. Tou-sama masih di luar negeri dan beliau menyuruhku untuk selalu mengawasimu.”
“Heh? Kenapa kau yang disuruh? Aku bisa menjaga diri sendiri. Lagipula kuliahku bukan urusanmu.”
“Karena aku selalu benar dan selalu menang.”
Decakkan lidah keluar dari mulut (Your name). Setelah sejak tadi hanya duduk di ranjang, ia pun pada akhirnya berdiri, menempatkan diri tepat di hadapan sang adik.
“Kau lupa? Aku ini kakakmu. Kita lahir dari orangtua yang sama. Jadi, aku juga mewarisi gen selalu benar milik Otou-sama. Dan lagi, aku ini lebih tua darimu. Pengalamanku lebih banyak. Lagipula sekalipun aku sering absen, aku tak pernah bolos mengerjakan tugas. Selain itu aku juga selalu menduduki peringkat pertama dalam banyak mata pelajaran.” Ujar (Your name) panjang lebar, membalikkan perkataan adiknya.
Seijuurou terdiam. Ia benci mengakui hal ini tapi kakaknya memang selalu bisa membalikkan—bahkan membungkam—aksi dan perkataannya. (Your name) yang menyadari tatapan tak terdefinisikan yang tampak di manik dwiwarna sang adik pun kemudian tersenyum. Senyum lembut layaknya seorang kakak kepada adik tunggal yang ia sayangi.
“Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Baiklah, aku tak akan absen lagi kalau itu maumu.” (Your name) memegang pundak adiknya. “Nah, bagaimana kalau kita mencari makan di luar? Biar aku yang traktir.”
Dengan itu (Your name) menarik Seijuurou keluar dari kamar dan kediaman Akashi. Menjadi keturunan keluarga bangsawan memang penuh beban. Dan (Your name) lebih tahu hal itu dari pada sang adik. Oleh karena itu ia tak mau adiknya merasakan tekanan yang berlebihan seperti ia dulu.
.
Nijimura Shuuzou
“Kurang keras!”
“Lagi, Shuuzou!”
“Kau namakan ini pukulan?!”
Sore itu (Your name) dan adiknya tengah berlatih seperti biasa. Bukan berlatih juga sih, hanya berkelahi tanpa teknik. Asal pukul untuk mengisi waktu luang di sore hari. Singkatnya begitu.
Buagh!
“Haah… Haah…”
Shuuzou terengah-engah. Entah sudah berapa menit ia melayangkan tinju-tinjuya yang dapat dengan mudah ditangkis sang kakak. Nafas Shuuzou sudah memburu akibatnya. Tapi, lihat kakaknya sekarang. Tampak sangat santai seolah tak terjadi apa-apa.
“Kau sudah SMA dan hanya ini kemampuanmu? Lalu apa gunanya taekwondo yang kau pelajari?” (Your name) menghela nafas.
“Che.” Shuuzou mendecak kesal. Ia tak heran kakaknya bisa berkata seperti itu. Ayolah, (Your name) itu pemegang sabuk hitam. “Haah!” Tanpa aba-aba Shuuzou kembali melancarkan serangan ke arah kakaknya.
“Oops!” Tapi untungnya (Your name) bisa menghindar tepat waktu. Dan berikutnya gadis itu bisa dengan mudah menangkis dan menghindari pukulan-pukulan selanjutnya dari sang adik.
“Aaargh!” Shuuzou berteriak kesal. Kegiatan memukul bertubi-tubinya ia hentikan. Ugh, bagaimana caranya mengalahkan kakaknya itu?!
“Are… Kenapa, Shuuzou? Kau tidak bisa menjatuhkan kakakmu?” (Your name) memprovokasi. “Aaa… Bagaimana kalau kau bisa menjatuhkanku, aku akan melakukan hal yang kau mau sehari ini?”
Mendengar tawaran (Your name) membuat Shuuzou yang tadinya membungkuk dan bertumpu pada lutut menegakkan badan seketika.
“Apa saja?”
“Ya, ya, ya… Itupun kalau kau bisa.” Lalu tawa mengejek keluar.
Shuuzou memutar otak, mencari cara untuk menjatuhkan kakaknya itu. Lalu sebuah seringai tercetak di wajah tampannya. Ia menemukan satu ide.
“Baiklah. Tapi, jangan menyesal, (Your name) nee-chan.” Ujar Shuuzou dengan penekanan pada kata nee-chan.
(Your name) mendecak kesal. Percaya diri sekali adiknya itu. “Sudahlah, mulai saja.” Titah sang kakak sembari mengambil posisi siap mengatasi serangan sang adik.
Detik berikutnya Shuuzou kembali melancarkan pukulan yang tentunya masih dengan mudah ditangkis olehnya. Bahkan belum ada satu pukulan pun yang dapat mengenai wajah gadis itu. Hampir mengenai sih banyak. (Your name) pun kembali tersenyum mengejek karenanya.
“Kau yakin bisa menjatuhkanku jika seperti itu?”
Shuuzou hanya menyeringai. Ketika sang kakak lengah karena berbicara di tengah petandingan mereka, Shuuzou segera memanfaatkan kesempatan itu untuk menjatuhkan sang kakak.
Grab.
“Ap—“
Brak!
Pemuda berambut hitam itu memeluk pinggang kakaknya dan membantingnya sungguh-sungguh—walau tak begitu keras, yang penting cukup agar kakaknya itu jatuh. (Your name) yang masih dalam posisi terlentang di lantai ruangan menatap adiknya tak percaya.
“Kau hanya bilang menjatuhkan saja ‘kan? Jadi, mengangkat itu tidak salah ‘kan? Aku laki-laki, nee-san. Aku bisa dengan mudah mengangkatmu walau aku lebih muda.” Shuuzou menyeringai. “Daan… Jangan lupa ucapanmu tadi. Ada baaanyak hal yang aku ingin kau untuk melakukannya. Bersiaplah~”
.
Haizaki Shougo
“Kau ini sudah berapa kali kubilangi, hah?! Nakal boleh! Tapi jangan curang!”
Malam itu Shougo baru pulang setelah mengalami kekalahan saat bertanding melawan SMA Kaijou. Dan bukannya dihibur karena kalah, sesampainya di rumah ia justru mendapat ocehan dari sang kakak. Shougo menggaruk rambutnya kesal. Dasar kakak tak berperi ke-Shougo-an.
“Urusai! Aku baru sampai rumah, nee-san! Kau ini benar-benar menyebalkan!”
Shougo berjalan meninggalkan kakaknya di ruang tamu. (Your name) yang masih belum selesai menceramahi sang adik pun mengikuti adiknya yang berjalan ke dapur, kini tengah meneguk air mineral dengan beringas.
“Aku belum selesai bicara, Shougo! Dan kalau minum duduklah!”
“Ck. Seperti aku peduli saja!” Shougo kembali meneguk minumnya.
“Kauu!” (Your name) menjewer telinga adiknya, membuat Shougo mengaduh. “Dengarkan kakakmu yang berbicara dan jangan menyela!”
“Aaaargh! Sakit, bodoh! Kau pikir aku mati rasa?!”
(Your name) semakin geram berkat perkataan adiknya yang mengatai dia bodoh. Shougo benar-benar tak tahu diri, tapi ini baru kali pertama ia berani mengatai kakaknya bodoh. Padahal dulu paling parah ia hanya mengatai kakaknya menyebalkan.
“Apa katamu?! Dasar Shougo sialan!”
Bruk!
(Your name) tanpa segan-segan membanting adiknya secara literal. Ia sudah belajar bela diri dan berbagai macam olah raga sejak kecil. Jadi, baginya membanting seorang Haizaki Shougo bukanlah perkara yang susah.
“Kalau kau berani mengataiku seperti itu lagi, awas kau! Akan kubuat tubuhmu patah jadi dua!”
Dengan itu (Your name) meninggalkan Shougo yang masih terlentang di lantai sambil mengaduh. Biar saja adiknya seperti itu. Nanti juga sembuh sendiri. Toh, Shougo sudah sering berkelahi.
“Uugh… Tak kusangka perempuan itu semengerikan ini.”
Shougo perlahan berdiri. Lalu dengan hati-hati ia berjalan ke kamarnya. Ingatkan Shougo untuk membuat catatan mental supaya tak mengatai kakaknya lagi.
.
Kagami Taiga
Winter Cup akhirnya selesai. Pertandingan terakhir bagi SMA Seirin untuk saat itu yang berhasil menduduki peringkat pertama setelah sukses mengalahkan SMA Rakuzan. Semua anggota merasa amat senang tentunya. Bahkan setelah upacara penutupan nanti mereka memutuskan untuk merayakannya dengan makan bersama.
“Taigaaa~”
Ketika anggota tim basket SMA Seirin sedang berjalan bersama untuk mencari tempat makan guna merayakan kemenangan, tiba-tiba seorang gadis berlari ke arah mereka dengan tangan yang dilambai-lambaikan.
“Ohisashiburi~ Long time no see, ne.” Ujarnya sambil memeluk Taiga erat.
Sekarang sepasang kakak-adik itu sukses menjadi pusat perhatian anggota yang lain.
“K-kenapa kau disini?! Bukannya kau di Amerika?!” Taiga tampak terkejut melihat kakaknya yang ada di hadapannya kini. Seharusnya Kagami (Your name) berada di Amerika sekarang melanjutkan kuliahnya.
“You little bast*rd! Harusnya kau senang aku disini!” (Your name) memukul lengan adiknya cukup keras untuk membuat pemuda beralis cabang itu mengaduh. “Nee, Taiga, bagaimana hasilnya? Kau menang?”
Taiga mengusap lengannya yang telah mendapat pukulan dari sang kakak. “Hm. Begitulah. Kami baru mau mencari tempat makan untuk merayakannya.”
“Oh!” (Your name) menepukkan tangan sekali. “Aku tahu restaurant yang cocok untuk makan bersama di daerah sini! Temanku yang bilang sih. Tapi, tak apa! Aku traktir kalian semua! Ayo!” (Your name) kemudian menarik adiknya menjauhi kelompok.
“Ano… Sumimasen.”
Aida Riko akhirnya angkat bicara, bersiap bertanya mewakili segala kebingungan anggotanya.
“Kami sangat berterimakasih atas tawarannya. Tapi, Anda ini siapa?”
(Your name) berhenti menarik Taiga lalu menatap Aida dan kawan-kawannya sesaat kemudian tersenyum. Bodoh. Ia sampai lupa memperkenalkan diri. Ini kan kali pertama teman-teman Taiga melihatnya.
“Oops. Sorry.” (Your name) membalikkan badan sepenuhnya menatap teman-teman Taiga. “Kagami (Your name) desu. Taiga’s elder sister. Nice to meet you. Eh, y-yoroshiku onegaishimasu!” Ujarnya memperkenalkan diri kemudian membungkukkan badan.
Hening. Rekan-rekan basket Taiga membatu layaknya sehabis menatap mata Medusa.
“OI! APA MAKSUDNYA TATAPAN TAK PERCAYA ITU?! DIA INI MEMANG KAKAKKU!”
.
Kasamatsu Yukio
Siang itu SMA Kaijou sedang melaksanakan latihan basket, membuat gymnasium penuh dengan suara pantulan bola dan langkah kaki. Kasamatsu Yukio selaku kapten tim basket sibuk mengawasi rekan-rekannya dari pinggir lapangan.
“Yukio!”
Sayangnya konsentrasi Yukio—bahkan seluruh anggota yang tengah berlatih—buyar seketika berkat seruan tiba-tiba (Your name) yang saat itu berlari ke arah sang adik.
“Ap—“
“Ok. Ok. Jangan marah dulu. Aku kemari karena ingin menanyakan sesuatu.”
Yukio menghela nafas. Kakaknya itu memang suka semaunya sendiri. Main asal masuk SMA Kaijou sesukanya. Hanya karena ia alumni bukan berarti bisa begitu ‘kan?
“Baiklah. Ada apa?”
“Aku—“
“Waaah… Gadis itu siapa, senpai? Pacar senpai-ssu? Cantiknyaaa…” Sang copycat di tim berambut blonde tahu-tahu langsung nimbrung.
“Hei, Kasamatsu. Siapakah nama nona manis ini kalau boleh kutahu?” Dan Moriyama dengan seenaknya memegang tangan (Your name).
Perempatan muncul di kepala Yukio. Lalu tanpa belas kasih sedikipun ia menjitak kepala kouhai dan teman seangkatannya itu. (Your name) yang melihatnya terdiam sebentar sebelum kemudian tertawa geli. Yukio-nya dimanapun tetap sama saja.
“Dia ini kakakku, bodoh!” Ujar Yukio kesal. “Dan Nee-san kenapa tertawa?!”
“Uwooo… Kakaknya senpai-ssu! Kakakknya senpai cantik-ssu!”
“Kasamatsu, kakakmu benar-benar kebalikanmu, ya? Contoh kakakmu itu. Sering-seringlah tertawa. Jangan marah-marah terus.” Komentar Moriyama sukses membuatnya mendapat jitakan lagi.
“Kalian kenapa mengurusi hal ini?! Kembali berlatih!”
(Your name) masih tertawa. Kemudian ia berdeham, membuat perhatian teman-teman Yukio teralih ke arahnya.
“Kasamatsu (Your name) desu. Yoroshiku onegaishimasu.” Ujarnya lalu membungkukkan badan. Sejak tadi ia baru sadar kalau dua orang teman adiknya itu belum tahu namanya.
“Ah, sou! Kise Ryouta-ssu!” Si blonde memperkenalkan diri.
“Moriyama Yoshitaka desu.” Moriyama kembali memegang tangan kakak Yukio.
Senyuman terkembang di wajah si Kasamatsu sulung.
“Kalau begitu, Ryoutan dan Yoshitaka-kun?”
Wajah dua pemuda yang tadi memperkenalkan diri menjadi sumringah seketika. Kedua pemuda itu langsung menjabat tangan (Your name) bersamaan.
“Arigatou, (Your name) nee-cchi / (Your name) nee-san!”
Dan akhirnya sosok yang sedaritadi hanya menjadi penonton kembali bersuara. Kali ini dengan tarikan pada kerah baju dua rekan basketnya.
“Apa-apaan panggilan itu?! Kalian kembali berlatih! Dan nee-san pulanglah! Kalau ada perlu beritahu lewat pesan saja!”
.
Imayoshi Shouichi
(Your name) mengendap-endap memasuki kamar adiknya yang sedang pergi. Kemarin Shouichi membawa sebuah kotak berukuran sedang dan menyuruhnya untuk tidak menyentuh kotak itu. Tapi rasa penasaran (Your name) kelewat tinggi untuk sekedar menuruti perkataan sang adik. Maka, siang itu iapun berjalan ke kamar Shouichi dan berniat mencaritahu isi dari kotak yang sempat (Your name) lihat dibawa adiknya memasuki kamar.
“Nah! Itu dia!” Seru (Your name) senang tatkala ditemukannya kotak sang adik yang berada di atas meja belajar. Gadis itu segera berjalan ke arah kotak tersebut dan membukanya.
Kotak terbuka dan tampaklah isinya, sebuah tikus kecil warna putih. (Your name) seketika mematung dengan wajah mulai berubah warna menjadi seputih kertas. (Your name) mengumpat dalam hati. Ia benar-benar takut dengan tikus.
“Sudah kubilang untuk tidak menyentuhnya ‘kan, nee-san?”
Kini berdirilah Shouichi yang tengah menyandar pada bingkai pintu dengan kedua tangan terlipat di depan dada dan senyuman khasnya. (Your name) menengokkan kepala patah-patah ke arah sang adik. Air mata mulai menggenang di kedua maniknya.
“S-Shouichi… Tikus…”
Shouichi, menjadi sadis, tak bergeming dari posisinya. Ia bahkan masih tersenyum dan menatap kakaknya intens dengan mata yang sering tertutup itu.
“Shouichi… T-Tikusnya bergerak…”
Barulah ketika air mata (Your name) menetes, pemuda berkacamata itu mendatangi kakaknya lalu mengambil kotak tersebut dari tangan sang kakak dan menaruhnya kembali di meja belajar.
“Nee-san.” Shouichi memanggil kakaknya yang tengah duduk di kasur dalam diam, masih kepikiran tikus tadi. “Bukankah seharusnya ada yang harus kau ucapkan?”
Barulah (Your name) mendongakkan kepala, hanya untuk menatap sang adik bingung. Shouichi masih menatap kakaknya dengan senyuman rubah seperti tadi. Tak kunjung mendapat jawaban membuat beberapa menit hanya terlewat dalam diam. Untungnya tak lama kemudian (Your name) mengerti. Ia sudah melanggar larangan Shouichi. Ia sudah berbuat salah. Jadi, ia harus meminta maaf ‘kan?
“A-aku minta maaf…” Lirih (Your name) sambil menundukkan kepala.
Shouichi tak menjawab tapi ia berjalan ke arah sang kakak. Tanpa meminta izin dari yang lebih tua, Shouichi langsung mengacak pelan helaian rambut kakaknya.
“Kumaafkan. Aku membeli es krim kesukaan Nee-san tadi. Kalau mau ambil saja di kulkas.”
Dengan itu wajah (Your name) langsung berbinar senang. Tanpa basa-basi ia segera berdiri dan berjalan keluar dari kamar sang adik. Tapi baru sampai di depan pintu, langkah (Your name) terhenti. Lalu tiba-tiba ia menatap sang adik garang.
“AKU INI KAKAKMU TAPI KENAPA KAU YANG SELALU MENGERJAIKU?!”
.
Takao Kazunari
Ding. Dong.
Suara bel rumah terdengar. (Your name) yang kala itu tengah membuat kue di dapur segera menghentikan kegiatannya. Apron yang ia pakai dilepas kemudian berjalan ke pintu utama.
“Ya? Siapa?”
Pintu terbuka, menampakkan sosok pemuda berambut hijau yang sudah (Your name) anggap adik sendiri.
“Oh, Shintarou. Ada apa?” Tanya (Your name) sambil membukakan pintu lebih lebar, secara tak langsung mempersilakan Shintarou untuk masuk.
Shintarou yang memang sudah sering berkunjung jelas paham. Ia pun melangkahkan kaki ke ruang tamu, setelah sebelumnya mengatakan permisi tentunya.
“Aku mencari Takao, nanodayo.” Jawab Shintarou sambil membenarkan letak kacamata dan duduk di sofa. Takao yang Shintarou maksud Kazunari pastinya.
“Tunggu saja sebentar. Kazunari sedang kusuruh membeli sesuatu.” Lalu (Your name) kembali ke dapur untuk mengambilkan minum bagi tamunya—tamu Kazunari lebih tepatnya.
Tak lama kemudian (Your name) kembali ke ruang tamu dengan segelas jus jeruk untuk Shintarou. Setelah menaruh gelas ke meja, gadis itu segera menempatkan diri di hadapan Shintarou. Sepertinya adonan yang ia buat harus menunggu sebentar.
“Bagaimana pertandingan Shuutoku?”
Dan dimulailah percakapan tidak terlalu singkat antara keduanya. Salahkan Kazunari yang tidak kunjung kembali. Padahal toko yang (Your name) maksud setahunya tak begitu jauh.
“Waah~ Ada yang sedang berduaan~”
Tiba-tiba suara Kazunari menyela pembicaraan antara (Your name) dan Shintarou. Dengan santainya pemuda itu berjalan lalu menempatkan diri di samping kakaknya. (Your name) menghela nafas panjang. Dasar. Adiknya itu tak sadar apa kalau sejak tadi ditunggu? Ia juga tak tahu diri apa kalau yang membuat kakaknya berduaan itu dirinya?
“Kau kemana saja? Aku hanya menyuruhmu membeli tepung kenapa lama sekali?”
Kazunari menampakkan cengiran khasnya. Sambil perlahan bangkit dari kasur dan melangkah pergi dari ruang tamu, Takao bungsu itu menjawab.
“Karena aku sengaja memberi kesempatan Nee-chan berduaan dengan Shin-chan~” Lalu berlalulah pemuda itu dengan seenaknya.
Seketika perempatan muncul di kepala (Your name) dan Shintarou.
“Kau pikir karena siapa kami hanya berduaan, Bakazunari/Bakao?!”
.
Himuro Tatsuya
(Your name) berlari dengan tergesa-gesa di tengah guyuran hujan yang kala itu tengah derasnya turun di Akita. Dengan jas hujan yang menutupi badannya ia berlari menuju ke sekolah sang adik, SMA Yousen. Hanya demi mengantarkan jas hujan untuk adiknya yang saat itu lupa, (Your name) rela berbasah-basah ria.
“Haah… Haah…”
Akhirnya (Your name) sampai juga di depan gerbang utama SMA Yousen. Setelah meminta izin, gadis itu kembali berlari menuju gymnasium sekolah. Adiknya tadi sempat bilang ia ada jadwal latihan dan pulang di jam sekarang.
Tanpa mau repot-repot membuka jas hujan yang ia pakai, (Your name) langsung saja berjalan memasuki gym. Rupanya anggota tim basket SMA itu masih berlatih. Tak ingin mengganggu adiknya, iapun memutuskan untuk menghampiri sang pelatih yang berada di pinggir lapangan. Bertepatan dengan (Your name) yang sampai di samping pelatih, latihan pun selesai.
“Ano… Sumimasen!”
Si pelatih menengokkan kepala.
“Bisa panggilkan Himuro Tatsuya? Aku mengantarkan jas hujannya yang tertinggal.”
“Himuro! Ada yang mencarimu!”
Tatsuya yang saat itu sedang membereskan bola segera menyelesaikan kegiatannya lalu berjalan ke pinggir lapangan.
“Ada apa, coach?”
“Adikmu mencarimu.” Jawab wanita itu sambil menunjuk (Your name).
Tatsuya mengalihkan pandangan ke arah yang pelatihnya tunjuk. Matanya langsung membulat saat menyadari bahwa yang wanita itu maksud ialah kakaknya. (Your name) sendiri tengah menahan kesal saat ini.
“Eh? Murochin punya adik?” Seorang pemuda violet berkomentar sambil memakan snack.
“Itu adikmu, Himuro?” Sang kapten berkomentar.
“Adikmu manis, ya?” Si blonde pucat ikut menimpali.
Lalu Tatsuya mulai mengalihkan pandangan kembali ke arah kakaknya dengan ragu-ragu. Dan detik berikutnya pemuda itu harus mati-matian menahan kakaknya supaya tak mengamuk di tempat dan mencakar wajah teman-teman serta pelatihnya saat itu juga.
“AKU INI KAKAKNYA TATSUYA, BODOH! KALIAN SAJA YANG TERLALU BESAR SEHINGGA MENGIRAKU ADIKNYA! AKU SUDAH PERNAH MEMBACA KOMIK 18+ TAHU! AAARGH! KENAPA SEMUANYA MENGIRAKU SEBAGAI ADIKNYA TATSUYA?! HIDOII~!”
.
Mayuzumi Chihiro
Semua sayang (Your name).
Di keluarga Mayuzumi, selalu saja nama (Your name) yang dielu-elukan. Padahal ada juga Mayuzumi muda. Chihiro namanya. Kalau dilogika, pemuda abu-abu itulah yang seharusnya disanjung namanya. Karena seandainya kedua orang tua mereka tahu, semua hal baik yang dilakukan (Your name), Chihiro lah dalangnya. Sekalipun (Your name) yang menjadi kakak, tapi sifatnya jauh dari kata dewasa.
“Chihiro~ Belikan camilan~” (Your name) merengek kepada adiknya. Kala itu hanya ada ia dan sang adik di rumah. Orangtua mereka? Tentu saja pergi bekerja.
Awalnya Chihiro hanya diam, tapi kemudian ia bersuara. “Asalkan selama aku pergi keluar, Nee-san membereskan kamar kita, Tou-san dan juga Kaa-san.”
“OK~”
Jadi, alasan kenapa Chihiro yang disebut dalang dalam segala kebaikan yang (Your name) lakukan, ya tadi itulah penyebabnya. Semua kegiatan (Your name)—khususnya yang berhubungan dengan rumah—adalah ide Chihiro semata. Karena kalau tidak disuruh, kakaknya itu tak mau melakukan. Jujur saja, (Your name) lebih menurut jika Chihiro yang menyuruh daripada kedua orangtuanya.
Prang.
Sebuah guci keramik antik terjatuh karena (Your name) tak sengaja menyenggolnya saat membereskan ruang tamu. Sontak wajahnya memucat. Gawat. Itu guci antik oleh-oleh dari rekan bisnis orangtuanya. Jika mereka tahu, tamat sudah riwayat (Your name).
Bunyi pintu terbuka mengalihkan perhatian (Your name) dari guci tersebut. Dan kini dilihatnya Chihiro berdiri di ambang pintu dengan tas plastik di tangan dan pandangan yang terkuci pada pecahan guci yang berserakan. Secara bergantian ia menatap guci malang itu dan kakaknya untuk beberapa kali. Tiga detik kemudian ia tahu apa yang sudah terjadi.
“Chi-Chihiro, apa yang harus kulakukan? Sebentar lagi Tou-san dan Kaa-san akan pulang.” (Your name) menatap adiknya dengan raut wajah penuh ketakutan yang kentara.
Chihiro tak menjawab. Ia hanya berjalan ke kamar meninggalkan (Your name) sendirian. Lalu tiba-tiba suara pintu yang terbuka untuk kedua kalinya terdengar. Bertepatan dengan sebuah bola basket yang dilempar dan Chihiro yang datang dari arah belakang.
“Astaga, Chihiro! Apa yang kau lakukan?! Jangan bermain bola basket di rumah!” Seruan sang Ibu adalah hal yang pertama kali terdengar. “Dan demi Tuhan! Apa yang kaulakukan pada guci kesayangan Kaa-san?!”
Selanjutnya bisa dipastikan Chihiro mendapat ceramah panjang lebar dari sang ibu tercinta. Lalu ketika ceramah sudah selesai dan Chihiro telah berada di kamarnya, (Your name) mendatangi sang adik.
“Chihiro… Maafkan aku.” Lirih (Your name) sambil menempatkan diri di samping Chihiro yang tengah duduk di ranjang.
“Tak apa.” Balasnya singkat.
“T-tapi—“
“Sudah kubilang tak apa, Nee-san.” Balas Chihiro datar.
Lalu tanpa aba-aba (Your name) memeluk adiknya itu. Chihiro bisa merasakan bahunya mulai basah. Tunggu. Kakaknya menangis?
“Hiks… Seharusnya aku yang dimarahi Kaa-san. Seharusnya aku yang diberi hukuman. Seharusnya aku yang—hiks—tidak diberi uang jajan selama sebulan.”
Mau tak mau Chihiro tersenyum juga melihat tingkah manis kakaknya. Kemudian ia segera menepuk pelan kepala sang kakak, berusaha menenangkan. Tapi Chihiro sama sekali tak bersuara. Hanya terus menepuk kepala dan sesekali membelai surai halus milik kakaknya.
Jadi, disini mana yang kakak dan mana yang adik?
Oh, siapa yang peduli?
Karena semua sayang (Your name), Chihiro juga tentunya.
.
Yosh! Akhirnya selesai juga! 5k+ words, bruuuh!
Gimana, readertachi? Kurang variatif, ya? Huft... Maaplah... Saya mah apa atuh, cuma Fedora-nya Chuuya tercinta *plak*
OK. Sebenernya ada banyak yang mau saya ucapin tentang special parts ini. Tapi males, ah. Tak simpen sendiri aja. Wkwkwk. *dilempar candi*
Saa, jaa mata, readertachi!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro