Jail (Aomine x Reader)
Genre: Hurt/comfort, Romance (saya juga bingung sama genre nya ._.)
Rate: T
Seorang gadis bermata (Eyes colour) tengah duduk termenung di balik jeruji besi. Dia ingin menangis tapi dengan susah payah ia tahan airmatanya. Dia tak ingin terlihat lemah. Tidak di hadapan siapapun.
"(Last name)-san, ada yang ingin menemuimu," ucap salah satu penjaga kepada gadis bernama (Your name) tadi.
"Aku tidak ingin bertemu siapapun."
Gadis itu berkata dengan dingin, tanpa sedikitpun mengubah posisinya. Dia masih duduk termenung sambil memeluk lutut dan membenamkan wajahnya di tangan.
"Dia bilang ada yang ingin disampaikannya kepadamu. Sekaligus ialah orang yang akan membebaskanmu hari ini," penjaga tadi berusaha membujuk (Your name).
"Baiklah," akhirnya gadis bersurai (Hair colour) itu mau beranjak dari duduknya, hanya untuk berdiri bersandar pada jeruji besi.
Kemudian penjaga tadi pergi dan tak lama setelah itu dia kembali bersama seorang pemuda berambut navy blue. Lalu penjaga tersebut pergi lagi untuk meninggalkan mereka berdua.
"Maafkan aku."
Pemuda yang baru saja datang membuka pembicaraan. Kepalanya ia tundukan, di wajahnya terpasang ekspresi menyesal.
"Kata 'maaf' tidak akan mengubah apapun, Daiki," respon gadis itu tanpa menatap pemuda tadi. Dia sudah begitu hafal dengan suara itu, suara sahabatnya sejak SMP.
Aomine hanya terdiam. Memang maaf tak akan mengubah apapun, apalagi kesalahan yang telah dia lakukan. Hanya karena hal sepele yang tak sengaja ia lakukan, sahabatnya harus masuk ke penjara
-flashback-
Saat itu, bel pulang Akademi Touou telah berbunyi. Semua murid dengan segera mengemas barang-barangnya dan bergegas pulang. Begitu pula seorang pemuda berambut navy blue bernama Aomine Daiki dan gadis bersurai (Hair colour) bernama (Full name). Kedua murid itu tampak tidak sabar ketika mengemasi barang. Tentu saja, karena sepulang sekolah ini mereka berjanji untuk bermain basket bersama di taman kota.
"Nee, Daiki! Kau lama sekali!" seru (Your name) dengan nada mencemooh yang dibuat-buat.
"Tch. Urusai yo, (First name). Awas kau nanti di taman," sebuah seringai terukir di wajah tan nya itu.
"Oh ya? Aku tidak takut!"
(Your name) menjulurkan lidahnya kearah Aomine. Pemuda bermata senada warna malam itu segera berlari kearah (Your name). Sontak gadis yang tadi menjulurkan lidahnya itu berlari menghindari kejaran sahabatnya.
Mereka terus berkejaran. Hingga sampai di tangga sekolah, (Your name) berhenti. Didepannya ada seorang gadis yang sedang membawa kardus berisi berbagai tabung percobaan. (Your name) langsung mengubah larinya menjadi jalan biasa.
"Hey, aho! Berhenti!" seru (Your name) ketika melihat sahabatnya itu hampir sampai didepan anak tangga paling atas.
Namun Aomine sama sekali tak mendengarkan. Dia terus saja berlari.
"Daiki! Berhenti!" sekali lagi (Your name) beseru. Mencoba membuat sahabatnya itu berhenti berlari. Akan tetapi, Aomine tetap saja berlari.
Tanpa diduga, Aomine tergelincir di tengah larinya. Membuat pemuda berkulit tan itu hampir terjatuh. Untungnya dia bisa kembali menyeimbangkan tubuhnya. Akan tetapi, dia telah tanpa sengaja mendorong (Your name). Gadis itu terdorong ke depan dan menabrak gadis yang tadi membawa tabung-tabung reaksi. (Your name) bisa mengembalikan keseimbangannya. Sayangnya gadis yang ia tabrak tidak bisa.
"Kyaaaa!!!"
Gadis itu jatuh bersamaan dengan tabung yang dibawanya. Tubuhnya terguling hingga ia sampai di anak tangga terakhir. Padahal ketika tertabrak tadi, gadis itu masih berada cukup jauh dari lantai bawah. Pecahan-pecahan kaca dari tabung-tabung yang ia bawa mengenai tubuhnya. Luka yang terjadi akibat pecahan tabung membuatnya kehilangan banyak darah. Alhasil, gadis itu bermandikan darahnya sendiri.
Keduanya, Aomine dan (Your name) tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Ekspresi terkejut jelas tergambar di wajah keduanya. (Your name) menutup mulutnya dengan tangan tak percaya. Wajahnya menggambarkan ekspresi ketakutan yang luar biasa. Tubuhnya bergetar. Namun, ia beranikan dirinya mendatangi gadis tadi. Aomine dengan ragu mengikutinya.
"D-Daiki. D-dia masih hidup 'kan?" (Your name) menggoncangkan tubuh yang penuh darah itu pelan. Berharap gadis yang dipegangnya ini masih hidup. Sayangnya tak ada respon dari sang gadis.
Aomine belum sempat menjawab. Seorang guru tanpa sengaja melihat apa yang terjadi.
"(Last name)-san! A-apa yang telah anda lakukan?!" guru itu mendatangi (Your name) dengan langkah cepat. Sorot matanya jelas menggambarkan amarah. Dia mengira (Your name) lah yang telah membuat kecelakaan itu terjadi.
"S-sensei, j-jangan salah sangka dulu! Ini semuaー" Aomine berusaha menjelaskan apa yang terjadi. Namun terlambat, guru yang tengah berjalan ke arah mereka berdua itu telah menelepon polisi.
"Polisi sebentar lagi akan datang," ucap guru tersebut dengan singkat. "Apa yang kulihat sudah cukup membuktikan semuanya, (Last name)-san."
Iris (Eyes colour) milik (Your name) membulat sempurna. Beberapa saat kemudian sirine mobil terdengar. Polisi benar-benar datang.
Seorang polisi mulai memborgol tangan (Your name) dan membawanya berjalan keluar.
"T-tunggu! A-aku tidak bersalah!" gadis itu berusaha menjelaskan semuanya.
"Tidak ada penjahat yang mengaku bersalah, Nak," ucap polisi yang memborgolnya.
"Tapi dia benar-benar tak bersalah!" kini Aomine yang berusaha menjelaskan. Iris navy blue itu memancarkan rasa tidak terima. Sayangnya, dia justru dianggap bersekongkol dengan sahabatnya itu.
"Jelaskan semuanya kepada hakim," ujar polisi itu untuk terakhir kali sebelum akhirnya membawa (Your name) masuk ke mobil dan membawanya ke kantor polisi.
Aomine hanya bisa terdiam melihat semua yang terjadi. Hatinya diselimuti berbagai macam perasaan. Sedih, marah, bersalah, maupun takut bercampur satu dihatinya. Apalagi setelah melihat bagaimana ekspresi sahabatnya tadi ketika dibawa masuk ke mobil. Wajah manis (Your name) yang biasa tersenyum ceria, saat itu berubah menjadi wajah berisi penuh duka.
Semua penjelasan telah diutarakan. Akan tetapi, bukti menunjukkan bahwa (Your name) bersalah. Sidik jarinya yang ada di tubuh korban dan pecahan tabung membuatnya dianggap bersalah. Tak ada satupun bukti yang menunjukkan bahwa gadis itu tidak bersalah. Maka, gadis SMA itupun harus mendekam di sel penjara atas tuduhan kasus pembunuhan yang disengaja. Kasus pembunuhan yang sebenarnya bukan salahnya.
-flashback end-
"Aku.. akan mengeluarkanmu hari ini. Semuanya merindukanmu. Jangan membenciku, (First name)," kalimat itu keluar dari mulut Aomine dengan lirih.
Gadis yang ia ajak bicara hanya terdiam. Tak merespon sama sekali solah-olah Aomine tidak ada.
"Aku tahu aku salah. Maafkan aku. Seharusnya aku lah yang berada didalam situ," Aomine masih menunduk.
Andai saja waktu itu Aomine mendengarkan ucapan sahabatnya. Andai saja saat itu Aomine lah yang memegang tubuh korban. Maka, pasti saat ini bukan sahabatnya yang harus tinggal di balik jeruji penjara.
"Kau boleh tidak menyukaiku. Tapi, tolong jangan membenciku."
Pemuda berambut navy blue itu berjalan mendekati sel. Tangannya ia ulurkan untuk menggenggam tangan milik (Your name). Tepat ketika kedua tangan itu saling bersentuhan, dengan dingin (Your name) menepisnya.
"Aku tidak membencimu. Aku hanya ingin kau tidak perlu menemuiku saat ini. Maaf tidak akan cukup, Daiki. Kata 'maaf' tak akan mengubah apapun. Semua sudah terjadi."
(Your name) masih belum beranjak dari posisinya. Dia masih bersandar di sel membelakangi Aomine. Dia tak bisa membenci Aomine. Tetapi perasaan takut yang ia rasakan membuatnya tidak ingin melihat Aomine. Bukan karena dia benci, tapi karena dia tak ingin melihat wajah sedih sahabatnya. Kejadian yang dulu terjadi memang bukan salahnya, bukan sepenuhnya pula salah Aomine.
"Kau tidak harus membebaskanku sekarang. Aku tidak mau orang tuamu juga harus ikut membayar dalam pembebasanku."
"Tapi mereka yang menyuruhー"
"Kalau begitu maafkan aku. Aku tidak bisa menerimanya. Aku lebih baik berada disini. Lagipula jika aku keluar, kebanyakan orang telah menganggapku pembunuh," airmata mengalir dari kedua pelupuk mata (Your name). Ada jeda sebelum kemudian dia melanjutkan kalimatnya. "Ah ya. Aku juga tidak mau kau, anggota tim basket, Satsuki, dan semua yang mengenalku bersahabat dengan seorang pembunuh."
Secara perlahan (Your name) membalikan badannya, membuatnya berhadapan dengan Aomine. Aomine bisa melihat senyum sendu gadis itu, ekspresi sedih yang menghiasi wajahnya, begitu pula airmata yang membasahi pipi (Your name). Membuat rasa bersalah semakin menyelimutinya.
"(First name), a-apa maksudmu?" Aomine bertanya. Dia harap hal yang dimaksud (Your name) bukanlah hal yang ia pikirkan.
"Aku pembunuh, Daiki. Walau secara tidak sengaja, tapi tetap saja aku sudah menghilangkan nyawa seseorang," senyuman masih terpasang di wajah gadis itu. "Aku.. aku tidak mau kalian ikut dianggap tidak baik oleh orang-orang," perlahan isakan kecil mulai terdengar.
Waktu serasa berhenti begitu saja bagi Aomine. Dia tak mempercayai apa yang baru saja dia dengar. Sahabatnya kini memutuskan hubungan yang telah mereka jalin sejak SMP. Hal itu benar-benar mengejutkan Aomine. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba sebuah badai terjadi. Mungkin seperti itulah hal yang dirasakan Aomine.
"K-kau bercanda 'kan, (First name)? Jangan asal bicara!" seru Aomine. Dia masih belum bisa mempercayai ucapan gadis itu.
"Aku.. tidak bercanda, Daiki. Mulai sekarang, jangan.. temui aku lagi," (Your name) memunggungi Aomine lagi. "Tunggu saja aku," senyuman sendu kembali menghiasi wajahnya.
Sejujurnya, gadis itu juga tak mau memutuskan persahabatan yang telah mereka jalin. Akan tetapi, dia juga tak mau bebas jika hal itu harus melibatkan kedua orang tua sahabatnya. (Your name) tak ingin kebebasannya ia dapat karena campur tangan orang yang tak terlibat. Yang ia inginkan adalah kesabaran Aomine dan yang lainnya. Semoga mereka bisa bersabar menunggunya. Itupun kalau yang lain masih mau bersahabat dengannya.
"Baiklah kalau itu yang kau mau," suara Aomine sedikit bergetar. Dia ingin menangis, tapi airmata itu tak akan dibiarkannya tumpah. "Aku akan menunggumu. Jaga dirimu baik-baik."
Senyum sendu yang tadi terbentuk, kini berubah menjadi senyuman tulus penuh kebahagiaan.
"Arigatou," (Your name) mulai melangkahkan kakinya menjauhi Aomine.
"Ketika kau sudah keluar. Kita tidak akan bersahabat lagi."
Seketika, langkah gadis bersurai (Hair colour) itu terhenti. Rasa sedih dan bingung menghampirinya.
"Karena aku akan membuatmu menjadi kekasihku ketika kau sudah bebas. Sebelum itu, aku juga akan berusaha supaya kau bisa keluar lebih cepat. Dengan usahaku sendiri tentunya. Karena aku mencintaimu," Aomine menyelesaikan ucapannya.
Sontak (Your name) berbalik lagi. Kedua iris (Eyes colour) itu membulat sempurna. Ada perasaan senang sekaligus tak percaya tergambar jelas dikedua bola matanya. Karena sebenarnya, (Your name) telah menyukai sang power forward sejak mereka pertama kali bersahabat.
Aomine memandang (Your name) sambil tersenyum lembut. Akhirnya dia bisa mengungkapkan perasaannya walau di situasi yang kurang tepat.
"Saa, sayounara, itoshii hito. Aishiteru yo," ucapnya sambil berbalik lalu pergi. Meninggalkan seribu pertanyaan di benak (Your name)
Tapi kemudian, bibir gadis itu membentuk sebuah kurva. Senyuman tulus kembali terpampang di wajahnya.
"Aishiteru mou, Aomine Daiki," balas (Your name) sekalipun yang dapat ia lihat hanyalah punggung tegap Aomine.
Kini, tak ada lagi kesedihan yang dirasakan gadis itu. Mungkin menunggu selama beberapa waktu tak akan terasa begitu buruk. Karena ia tahu, orang yang dia cintai akan berusaha mempercepat kebebasannya.
Jika waktu kebebasannya telah tiba, dia tak perlu khawatir tidak akan memiliki teman. Karena ia sudah merasa cukup memiliki seorang yang begitu menyayanginya. Toh, dia juga yakin pemuda berambut navy blue itu tak akan membiarkan sahabat-sahabatnya pergi begitu saja. Karena (Your name) sama sekali tidak bersalah. Dan Aomine tak akan membiarkan (Your name) dianggap bersalah.
.
A/N:
Readertachi, gomen, saya benar-benar bingung mau nulis seperti apa. Awalnya mau buat angst, tapi saya tidak ahli dalam begituan(?). Dan ujung-ujungnya dari friendship jadi romance (lagi?) Oh iya! Seperti biasa, Vote and Comment selalu ditunggu.
Saa, jaa matta, readertachi~!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro