I Don't Want To Hurt You (Akashi x Reader)
Genre: romance, supernatural (Vampire!Akashi x reader)
Rate: T
Hola, readertachi~! Long time no see!
Siapa yang udah mulai masuk sekolah? Bukan saya~ wkwk.
Langsung aja. Ini request dari @nzhr4232
Semoga suka ya~
Saa, jaa mata, readertachi!
Sejak pertama kali (Your name) masuk ke SMA Rakuzan, ada seorang pemuda yang telah menarik perhatiannya. Sosok penuh kesempurnaan bernama Akashi Seijuurou. Pemuda pintar, tampan, penuh wibawa dan karisma. Yang jelas, Akashi merupakan sosok yang diidam-idamkan oleh setiap orang—dan (Your name) termasuk salah satunya.
“Aku mencintaimu. Maukah kau menjadi kekasihku?”
(Your name) masih ingat betul bagaimana hari itu terasa bagai mimpi yang begitu nyata. Hari dimana seorang Akashi Seijuurou menyatakan perasaan. Hari dimana sosok idaman banyak orang memilih dirinya sebagai pasangan. Jujur saja, (Your name) masih ragu apakah ia sedang bermimpi atau tidak. Menjadi kekasih Akashi terasa begitu, bagaimana menyebutnya, unrealistic?
Tapi, memang begitu adanya.
Tiga bulan terlewat dengan hubungan keduanya yang masih terus berjalan.
“Mau pulang bersama? Kalau kau ada acara lain, lebih baik pulang tanpa aku. Aku ada kegiatan OSIS sepulang sekolah,” Akashi yang baru saja berdiri dari tempat duduknya yang berada tepat di sebelah kanan (Your name) pun berujar. Awalnya ia tak mengalihkan pandang dari buku-buku yang sedang ia masukkan ke dalam tas. Dan ketika semua barang-barangnya telah masuk, ia menatap sang kekasih dengan lembut disertai seulas senyum kecil.
(Your name) menggeleng sebelum kemudian menjawab, “Tidak. Aku akan menunggumu, Seijuurou.” Sama seperti Akashi, (Your name) juga menatap sang kekasih dengan sebuah senyuman.
Mendapat jawaban seperti itu, Akashi keluar dari tempat duduknya dan berjalan ke arah (Your name). “Kalau begitu aku duluan. Tunggu aku di sini, (First name),” ujarnya sambil mengusak pelan helain (Hair colour) milik (Your name).
“Baiklah, hati-hati, Seijuurou,” balas (Your name) dengan seulas senyum. “Sampai jumpa.”
“Sampai jumpa, (First name),” Akashi yang telah mendapat balasan dari sang kekasih langsung saja melangkah pergi, menjadi orang pertama yang keluar dari kelas.
Pandangan (Your name) masih tertuju ke punggung sang kekasih hingga bayangan Akashi tak lagi dapat tertangkap oleh indra penglihatannya karena berbelok ke koridor sekolah. Gadis itu menghela nafas, mengeluarkan ponsel dari dalam tas, (Your name) memutuskan untuk menghabiskan waktunya dengan bermain ponsel. Sesekali ia mengobrol dengan murid lain yang belum pulang. Sayangnya, satu jam lebih terlewat dan (Your name) belum juga mendapati Akashi kembali dari kegiatannya. Bahkan hingga (Your name) kini menjadi murid terakhir yang berada di kelas, Akashi belum juga terlihat.
“Dia belum membalas pesanku juga,” keluh (Your name) kepada dirinya sendiri mengetahui pesan yang ia kirim ke Akashi belum juga mendapat balasan, bahkan terbaca pun belum.
Menyerah menuggu pesan dari sang kekasih, (Your name) memutuskan untuk meninggalkan kelas. Gadis itu dengan cepat megambil tasnya kemudian melangkah keluar menuju ke ruang OSIS dengan harapan Akashi masih berada di sana.
Tak perlu waktu yang lama bagi (Your name) untuk tiba di depan pintu ruang OSIS. Telapak tangannya sudah menempel di handle pintu, siap untuk membuka. Sebelum itu ia sempat bertemu dengan salah satu anggota OSIS yang bilang bahwa Akashi memang masih berada di sana. Rapat pun katanya telah selesai sejak beberapa saat yang lalu. Mengesampingkan perasaan aneh di dalam hatinya (Your name) pun langsung memutar handle pintu dan membukanya.
Tak ada salahnya kan ia melakukan itu?
Pintu pun terbuka. Pandangan (Your name) edarkan ke setiap sudut ruangan dan ia menemukan sosok sang kekasih tengah berdiri di belakang meja di dekat jendela besar dalam ruangan. Kedua bola mata (Your name) membulat, bukan karena ia benar-benar menemukan sang kekasih masih di sana. Melainkan karena ia melihat apa yang tengah Akashi lakukan. Di hadapannya (Your name) dapat melihat Akashi sedang memegangi pergelangan tangan seorang gadis. Yang membuatnya lebih terkejut, Akashi tampak tengah menggigit tangan gadis itu disertai dengan cairan berwarna merah yang mengalir dari sudut bibirnya.
(Your name) tak bergeming.
Untuk beberapa saat tak ada satupun yang bergeming. Hingga dua orang yang ia lihat menyadari keberadaannya. Gadis yang tak (Your name) ketahui namanya itu segera berlari pergi ketika ia tahu (Your name) di sana. Tanpa basa-basi (Your name) segera melangkahkan kakinya ke tempat di mana Akashi berdiri dengan ekspresi penuh rasa terkejut.
Slap.
Tanpa sedikitpun keraguan, (Your name) mempertemukan telapak tangannya dengan pipi Akashi dalam sebuah tamparan yang cukup keras. Matanya sudah berkaca-kaca. Wajahnya memerah menahan tangis dan juga amarah.
“(First name), aku—“
“Kenapa kau tidak memberitahuku? Aku tidak peduli apakah kau itu vampire, werewolf, penyihir, monster atau apapun itu. Aku tidak peduli! Aku tetap mencintaimu, Seijuurou!”
(Your name) tidak bodoh. Dari peristiwa yang baru saja ia lihat, ditambah keanehan-keanehan yang ia temui ketika bersama Akashi, (Your name) tahu Akashi bukanlah manusia. Tak ada manusia dengan kulit sepucat Akashi. Pun tak ada manusia yang bisa mengubah warna matanya dalam hitungan detik. (Your name) sering mendapati manik dwiwarna milik Akashi tiba-tiba berubah menjadi merah darah. Bodohnya dia karena percaya ketika Akashi menggunakan lensa kontak sebagai alasan.
“Aku hanya tidak ingin melukaimu,” kalimat itu terlontar dengan nada pelan. Akashi menatap sang kekasih dengan kedua manik yang sewarna darah.
“Kau pikir aku tidak terluka melihat kejadian tadi? Jauh lebih baik jika kau meminum darahku daripada melihatmu melakukan hal barusan, Seijuurou!”
Mendengar itu, Akashi tertegun. Bola matanya membulat sempurna. Sebuah ekspresi yang sangat jarang ia tunjukkan kepada siapapun.
“Tapi—“
(Your name) tak membiarkan Akashi mengeluarkan kata-kata lagi. Gadis itu segera memeluk kekasihnya erat, membelai surai kemerahan itu lembut kemudian menempelkan bibir mereka singkat.
“Kau percaya padaku, ‘kan?” tanya (Your name) lembut, kedua tangannya menempel di kedua sisi wajah Akashi.
Ketika kedua bolamatanya menatap wajah Akashi, (Your name) baru sadar kalau manik dwiwarna milik pemuda di hadapannya itu menjadi sewarna rambutnya. (Your name) tak tahu apakah ini terjadi sejak ia memasuki ruang OSIS ataukah baru beberapa saat yang lalu. Mau yang mana pun (Your name) bisa menyimpulkan bahwa sang kekasih masih membutuhkan darah untuk menghilangkan rasa laparnya.
(Your name) tak menunggu balasan dari Akashi soal pertanyaannya. Gadis itu tanpa berpikir panjang langsung saja melipat lengan seragammnya sebelum menyodorkan tangannya ke depan wajah sang kekasih.
“Aku tak akan memaafkanmu jika kau menolak,” ujar (Your name) dengan nada serius, tak ada sedikitpun keraguan dalam nada bicaranya.
Untuk sesaat Akashi hanya bisa menatap sang kekasih tak percaya. Tapi kemudian ia mendengus geli, kepala tergeleng pelan mengetahui aksi yang bisa terbilang nekat dari kekasihnya.
“Aku tak akan menolak tawaran semenggiurkan ini, (First name),” ujar pemuda berambut merah itu dengan sebuah senyuman sembari menggenggam pergelangan tangan sang kekasih. Namun bukannya menggigit tangan dalam genggamannya, Akashi justru menarik sang kekasih kedalam pelukan. Wajahnya ia arahkan ke antara leher dan pundak gadis itu.
“Itadakimasu...”
Suara Akashi terdengar tepat di samping telinga (Your name). Hal berikutnya yang ia rasakan adalah kedua taring Akashi menembus kulit lehernya. (Your name) tak dapat berbuat hal lain selain memekik ketika rasa sakit terasa begitu kentara di lehernya. Namun tidak untuk waktu yang lama karena rasa sakit itu perlahan berkurang hingga (Your name) bisa menahannya.
“Kau... benar-benar lapar?” ujar (Your name) lembut, salah satu tangannya membelai lembut surai mawar milik Akashi. Akashi hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan kecil yang membuat (Your name) tersenyum lembut.
Satu menit.
Dua menit.
Yang dapat (Your name) dengar hanyalah suara yang Akashi keluarkan ketika pemuda itu meminum darahnya. Ketika ia memanggil, Seijuurou tak menjawab dan terus saja melanjutkan aktivitasnya.
“Seijuurou?”
(Your name) mulai merasakan kepalanya pusing. Namun entah Akashi yang tidak mendengar atau memang fokus pemuda itu yang sedang sepenuhnya ada pada leher (Your name), ia tak menjawab.
“Seijuurou...” suara (Your name) menjadi semakin lirih. Bersamaan dengan pandangan matanya yang mengabur. Tetap saja nihil. Akashi tak menggubris.
Hingga menit berikutnya (Your name) dapat merasakan pandangannya berkunang-kunang sebelum kemudian menjadi hitam sepenuhnya. Barulah Akashi berhenti ketika tubuh (Your name) ambruk seketika.
Ah, sepertinya ia sudah kelewatan. Iya, ‘kan?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro