Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Culprit (Imayoshi x Reader)

Genre: Romance, crime (Imayoshi x Yandere!Reader)
Rate: T

Ohisashiburi~ Ada yang kangen? (Readers: Gaaaak)
Hikseu. Yo dah :"
Saya balik bawa request dari @FlowerStarButterfly lagi~
Maap baru publish *sungkem*
Oh, iya. Ada yang sudah lihat hasil rapor? Gimana hasilnya, readertachi? Maa, semoga memuaskan. Kalau belum ya kedepannya dipuas-puasin *slapped*

  Imayoshi Shouichi.

  Siapa yang tidak mengenalnya?

  Pemuda yang memiliki IQ paling tinggi seantero Akademi Touou. Jangan lupakan pula fakta bahwa dirinya adalah kapten tim basket yang telah berkali-kali mengharumkan nama sekolah. Dan ingat, ia juga menyumbang berbagai prestasi individu untuk sekolahnya. Olimpiade Fisika? Matematika? Entah sudah berapa banyak medali dan penghargaan yang pemuda berkaacamata itu raih.

  Jadi, suatu hal yang wajar bukan jika seorang Imayoshi Shouichi memiliki banyak penggemar?

  Dan (Your name) merupakan salah satu dari mereka.

  Gadis itu mengagumi kecerdasan Imayoshi, juga betapa keren dan ramahnya ia. Di saat para senior bersikap jual mahal dengan para adik kelas. Imayoshi, dengan senang hati menanggapi berbagai sapaan yang ia terima. Baik dari adik kelas maupun teman seangkatan. Dan semua itulah yang membuat (Your name) begitu kagum dengan teman sekelasnya itu.

  Maka, karena ia begitu mengagumi Imayoshi, (Your name) seringkali—bahkan setiap sekolah tidak libur—menaruh hadiah ke dalam loker Imayoshi secara diam-diam. Jika ditanya bagaimana ia bisa tahu kunci loker pemuda itu, jawabannya simple saja. (Full name) adalah putri dari pemilik sekolah. Jadi, mengetahui apa yang tidak diketahui murid lain bukanlah hal yang sulit baginya. Bahkan jika ia mau, ia bisa saja mengancam Imayoshi supaya mau menjadi kekasihnya. Tapi, tidak. (Your name) tidak selicik itu. Ia akan mengambil hati orang yang ia cintai dengan usahanya sendiri.

.

  Tap. Tap. Tap.

  (Your name) berjalan di koridor yang mulai sepi. Sekarang sudah lewat beberapa menit dari jam pulang. Murid-murid sudah mulai kembali ke rumahnya. Terkecuali bagi para siswa yang mengikuti ekstrakurikuler.

  “Kuharap Imayoshi belum mendatangi lokernya,” lirih (Your name) kepada diri sendiri. Sebuah kotak berisi hadiah berada di tangannya, siap untuk ia masukkan ke dalam loker si pemuda berkacamata.

  Setibanya di ruang loker, dari kejauhan (Your name) dapat melihat seorang gadis—yang ia duga merupakan adik kelas—tengah berdiri di depan loker milik pemuda yang ia kagumi. Sebatang cokelat berada di tangannya. Sontak (Your name) merapatkan diri di barisan loker yang lain, bersembunyi dari si adik kelas dan menunggu sekiranya hal apa yang akan dilakukan gadis itu.

  Tak lama kemudian si pemilik loker datang. Imayoshi datang dengan tas di pundak. (Your name) yakin pemuda itu pasti akan ke gym untuk berlatih basket.

  “Imayoshi-senpai!”

  Sebuah senyuman khas terpasang di wajah pemuda berkacamata tersebut. “Ada apa?” tanyanya masih dengan senyuman.

  Hening melanda keduanya.

  Si gadis tidak kunjung mengatakan suatu apapun dan kini sibuk menyembunyikan cokelat yang ia bawa di balik punggung. Namun Imayoshi dengan sabar menunggu.

  Tiba-tiba saja gadis itu membungkukkan badan serta menyerahkan cokelat yang sedaritadi ia sembunyikan.

  “S-senpai, aku menyukaimu! K-kumohon jadilah kekasihku!”

  (Your name) yang mendengarnya sontak membulatkan kedua bolamata kaget. Bahkan Imayoshi yang biasa menebak ekspresi orang lain pun ikut terkejut. Tak ia sangka akan ada orang yang menyatakan perasaan kepadanya. Dan lagi, seorang adik kelas.

  “Maa, maa,” Imayoshi berhasil kembali dari keterkejutannya. “Maaf sebelumnya. Tapi aku tidak bisa. Aku sudah menyukai gadis lain,” senyuman tak enak hati menghiasi wajahnya.

  Kemudian pemuda itu pun melangkahkan kaki ke arah lokernya mendekati sang adik kelas. Tanpa diduga siapaun ia dengan lembut menepuk kepala gadis di hadapannya. “Sekali lagi aku minta maaf,” senyuman tak enak hati masih terpampang, membuat si adik kelas merona.

  “T-tidak apa, senpai! T-tapi kumohon terimalah cokelat ini! J-Jaa, senpai!” setelahnya gadis itu pun berlari pergi dari ruang loker, melewati tempat di mana (Your name) tengah bersembunyi.

  Sontak (Your name) semakin merapatkan diri.

  Kini (Your name) bisa merasakan hatinya panas. Ugh, sudah melihat orang lain menyatakan perasaan ke orang yang ia kagumi, mendengar orang yang bersangkutan ternyata sudah menyukai orang lain pula. Apalagi yang lebih menjengkelan dan menyesakkan selain itu?

  Akhirnya (Your name) yang merasakan mood-nya hancur pun ikut keluar dari ruang loker. Dengan langkah sehati-hati mungkin agar tak ketahuan tentunya.

  Oh, tidak. Jika (Your name) sedang badmood, maka bisa dipastikan sesuatu yang buruk akan terjadi.

  Dan khusus hari itu biarlah (Your name) tak memberi hadiah untuk Imayoshi.

.

  “Kau sudah dengar belum? Anak kelas sepuluh ada yang meninggal di sekolah kemarin.”

  “Aku sudah mendengarnya. Uh… Malang sekali, ya?”

“Un. Aku jadi kasihan kepada keluarganya. Kudengar ia anak tunggal.”

  Suara bisikan mulai memenuhi kelas (Your name). Kemarin sebuah kasus pembunuhan terjadi. Seorang gadis kelas sepuluh tewas di kelasnya dalam keadaan mengenaskan. Lehernya digorok membentuk goresan vertikal hingga dada, membuat organ bagian dalamnya terlihat. Namun anehnya kamera CCTV di TKP tidak menangkap suatu peristiwa janggal sedikiptun.

  “Nee, (Last name)-san. Kenapa kau tampak biasa saja?” salah seorang teman sekelas (Your name) bertanya.

  Si pemilik surai (Hair colour) yang sedari tadi tengah melamun di bangkunya pun menolehkan kepala.

  “Eh? Memangnya aku harus bagaimana? Aku tidak mengenal gadis itu. Lagipula semuanya sudah digariskan oleh Tuhan, ‘kan? Mungkin kemarin memang waktu gadis itu untuk kembali ke sisi-Nya,” balas gadis itu disusul sebuah senyuman lembut.

  Awalnya gadis yang tadi bertanya menatap (Your name) heran. Tapi kemudian ia juga ikut tersenyum. “Ah, kau benar. Lebih baik kita fokus saja ke ujian yang sebentar lagi tiba, ya, ‘kan?”

  “Un!” balas (Your name) kemudian mengeluarkan buku mata pelajaran pagi itu.

.

  Imayoshi mulai merasa curiga.

  Sampai saat ini sudah ada tiga kasus pembunuhan siswi di sekolahnya. Pertama, kejadian adik kelas yang terbunuh di ruang kelasnya dengan luka vertikal di leher. Tiga hari kemudian terjadi kasus kedua, teman seangkatannya yang terbunuh dengan posisi menggantung di kamar mandi putri. Dan yang terakhir, lima hari setelahnya, kasus teman sekelasnya yang tewas termutilasi di gudang penyimpanan dekat gymnasium sekolah.

  Semua kasus itu terjadi tepat setelah ketiga siswi tersebut menyatakan perasaan kepadanya.

  Dan anehnya lagi, setiap ada kasus pembunuhan, ia tak mendapati hadiah yang biasa berada di lokernya.

  Imayoshi yang kala itu tengah duduk dalam diam di kelas—tanpa memerhatikan materi pemberian guru—tiba-tiba tersenyum. Baiklah. Sekarang kepingan-kepingan puzzle dari kasus pembunuhan di sekolahnya mulai terkumpul. Pemuda itu sudah memiliki seseorang yang ia duga sebagai pelaku. Tapi, ia tak akan menuduh begitu saja. Buktinya masih belum cukup.

  “Imayoshi-san, bisa tolong kau kerjakan soal ini?” suara dari guru membuat seluruh tatapan mata di kelas tertuju ke arahnya.

  Senyuman di wajah rupawan itu masih terpampang. Dengan perlahan ia berjalan ke depan kelas, bersiap mengerjakan soal di papan tulis seperti yang dititahkan.

.

  Bel pulang sekolah berbunyi.

  (Your name) dengan sigap segera mengemasi barang-barangnya. Sebuah senyuman manis terkembang. Tak butuh waktu lama kini ia sudah meninggalkan kelas.

  Berjalan cepat di koridor, (Your name) mulai memperlambat langkahnya ketika ia sudah memasuki ruangan loker. Seperti dugaannya, ruangan itu sepi. Sedikit murid kelas duabelas yang mendatangi ruang loker tepat setelah bel berbunyi. Kebanyakan dari mereka akan tinggal di kelas untuk belajar bersama atau semacamnya.

  (Your name) kembali tersenyum ketika ia sudah berada di depan loker milik pujaan hatinya. Tanpa perlu bersusah payah gadis itu segera membuka pintu loker dan menaruh hadiahnya di dalam. Setelahnya (Your name) membalikkan badan, bersiap untuk pulang. Akan tetapi, pemandangan di depannya membuat gadis itu membeku seketika. Di depannya kini tampak Imayoshi dengan senyum rubah khasnya tengah bersandar di loker, seolah ia sudah menunggu gadis itu sejak tadi.

  “Konnichiwa, (Last name),” sapa Imayoshi sambil berjalan mendekat ke arah (Your name).

  “K-konnichiwa, Imayoshi,” balas (Your name) pelan. Tidak bisa dipungkiri ia sekarang gugup. Dalam hati ia mengutuk diri sendiri karena mengabaikan begitu saja bayangan hitam yang sempat ditangkap sudut matanya ketika memasuki ruang loker tadi.

  Terkutuklah (Your name) yang ceroboh.

  Ia tahu pemuda di hadapannya ini cerdas. Jadi, bukan hal yang asing lagi kalau (Your name) sadar bahwa kehadiran pemuda itu saat ini ialah untuk menginterogasinya. Entah itu soal hadiah yang selalu ia berikan ataupun soal kasus pembunuhan tempo hari.

  Mengapa (Your name) tahu Imayoshi akan bertanya soal kasus pembunuhan itu?

  Karena (Your name) yakin pasti Imayoshi sudah mengetahui bahwa dirinya lah pelaku dari ketiga kasus tersebut.

  “Jadi, bolehkan aku memastikan sedikit hal kepadamu saat ini?” sebuah anggukan patah-patah cukup untuk membuat Imayoshi melanjutkan kalimatnya. “Apakah kau tahu soal kasus pembunuhan yang akhir-akhir ini terjadi?”

“T-tentu saja,” (Your name) mengutuk dirinya yang masih saja gugup. “M-maksudku, ya, aku tahu.”

  “Apakah kau tahu siapa pelakunya?”

  “Huh? T-tentu saja tidak.”

  “Benarkah? Kupikir kaulah pelakunya, (Last name).”

  (Your name) sempat tertegun setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut Imayoshi.”Apa?! Kenapa kau menuduhku? Apa buktinya sehingga kau bisa berkata seperti itu?”

  (Your name) tahu dirinya bodoh karena berkata demikian. Ia tahu ia bodoh karena telah bertanya seperti itu kepada Imayoshi. Ia tahu bahwa pemuda itu bisa dengan mudah menjelaskan semua pendapat yang mengarah kepada (Your name) sebagai tersangka.

  Tapi (Your name) tetap saja berusaha menyangkal.

  Hell. Ia tidak akan mau mengaku begitu saja.

  “Mungkin ketidakhadiran hadiah yang selalu berada di lokerku di hari yang sama saat pembunuhan terjadi bisa menjadi bukti?”

  “Bisa saja orang yang tidak memberi hadiah waktu itu dengan pelaku pembunuhan berbeda. Yang memberimu hadiah bukan hanya satu orang saja, ‘kan?”

  “Tapi, hadiah yang absen di lokerku memiliki bungkus dan isi surat yang sama. Jenis huruf di dalam surat pun sama dengan yang ada di buku catatanmu,” ujar Imayoshi. “Dan lagi, aku sempat curiga. Di setiap pembunuhan yang terjadi, tidak ada satu kamera CCTV pun yang menangkap kejadiannya. Padahal aku tahu CCTV di sekolah ini tidak pernah mati. Hanya orang dalam yang bisa leluasa mengatur semua itu. Kupikr anak pemilik sekolah punya kewenangan yang cukup untuk meminta semuanya?”

  Baiklah. (Your name) mulai merasakan dirinya mengecil.

  “Sebelumnya aku juga sempat melihatmu mengikuti ketiga target itu, (Last name). Dan lagi, tidak ada saksi mata yang melihat padahal waktu itu masih ada beberapa murid yang berada di sekolah. Mungkin sedikit ancaman dan uang tutup mulut cukup untuk membungkam mereka? Kau juga tampak biasa saja saat mendengar kabar pembunuhan itu seolah kau sudah memperkirakannya.”

  (Your name) hanya bisa menundukkan kepala. Semua yang Imayoshi katakan memang benar.

  Semuanya.

  Dari CCTV yang ia manipulasi, target yang ia ikuti hari itu juga, dan beberapa siswa yang harus ia bungkam. Semuanya benar dan (Your name) tidak kaget dibuatnya. Ia tahu Imayoshi cerdas. Jadi, jika aksinya diketahui oleh pemuda berkacamata itu sudah bukan merupakan hal yang aneh lagi. Ia memang bisa menipu murid-murid yang lain tapi tidak dengan seorang Imayoshi Shouichi.

  “Ahaha…” sebuah tawa pelan keluar dari (Your name) yang masih menunduk. “Kau benar. Kau benar, Imayoshi! Aku yang membunuh mereka,” perlahan gadis itu berjalan mendekati pemuda di hadapannya. “Lalu kenapa? Kau tidak suka? Kau akan melaporkanku? Laporkan saja,” lanjutnya sembari mencengkeram krah bagian depan milik Imayoshi, membuat pemuda itu mau tak mau harus membungkukkan badan.

  Dari jarak sedekat itu Imayoshi menyadari tatapan milik gadis di hadapannya berbeda, seperti orang yang kehilangan kesadaran akan dirinya sendiri. Tak ada cahaya di dua manik itu. Hanya sepasang iris (Hair colour) yang redup.

  “Asal kau tahu saja. Aku melakukan semua ini karena aku suka—tidak—aku mencintaimu. Aku tidak ingin orang lain menjadi kekasihmu,” (Your name) mulai mengeluarkan pisau lipat dari sakunya dan mengarahkan pisau tersebut ke leher Imayoshi. “Tapi, karena aku telah mendengar sendiri bahwa kau menyukai orang lain, maaf, Imayoshi. Kupikir kau harus menyusul mereka. Ini balasan karena kau telah menyakiti perasaanku,” kemudian pisau tersebut mulai membuat goresan cukup dalam hingga aliran darah perlahan mengalir dari leher Imayoshi.

  “Pfft…” Imayoshi spontan menahan tawa setelah mendengar perkataan (Your name). “Kau sungguh lucu, (Last name),” komentarnya tanpa mengubah posisi, masih setia membungkukkan badan dengan krah baju yang dicengkeram. Oh, pisau lipat itu juga masih di lehernya. “Biarkan aku meluruskan sesuatu.”

  Sekarang raut penuh kebingungan terpasang di wajah manis (Your name). Seolah mengetahui ekspresi penuh tanya yang meminta penjelasan lebih tersebut Imayoshi kembali meneruskan kalimatnya tanpa perlu diminta secara langsung.

  “Pertama. Aku hanya bertanya, tak akan melaporkanmu,” jari telunjuk terangkat. “Kedua,” jari tengah mengikuti. “Aku memang menyukai orang lain. Tapi, asal kau tahu saja, orang yang kusukai itu merupakan sosok yang sama dengan gadis yang mengarahkan pisau lipatnya ke arahku sekarang.”

  Huh?

  Setelah mendeengar penuturan Imayoshi sukses membuat (Your name) hanya mengerjap bingung beberapa kali. Syukurlah, sekarang kedua manik (Eyes colour) itu telah kembali normal, menyisakan ekspresi lucu dari seorang gadis manis sepertinya.

  “A-apa maksudmu?! K-kau mengatakannya hanya supaya kau selamat, kan?!” pisau yang tadinya di leher kini terangkat tepat di depan wajah Imayoshi.

  Senyuman rubah kembali terkembang.

  “Kalau tidak percaya, lanjutkan saja. Aku tidak masalah terbunuh di tangan orang yang kusuka—tidak, kucintai.”

  Suasana menjadi hening seketika.

  (Your name) tak bergerak sedikipun, begitupula dengan Imayoshi. Gadis itu sibuk menatap sepasang iris mlik pemuda berkacamata di hadapannya, mencoba mencari kebohongan dan keraguan di sana.

  Sayangnya nihil.

  Tak ada sedikipun keraguan di bolamata itu. Bahkan terlihat determinasi kuat di dalamnya.

  Helaan nafas keluar dari mulut si (Hair colour) diikuti cengkeraman yang dilepaskan. Tanpa sepatah katapun gadis itu berbalik pergi sembari memainkan pisau di tangan.

  “Baiklah, aku percaya. Kau mencintaiku yang juga mencintaimu. Kupikir mulai sekarang kita kekasih. Bukan begitu, Shou-i-chi?” Ujar (Your name) tanpa membalikkan badan.

  (Your name) tak mendapatkan balasan dari kalimatnya selama beberapa sekon. Baru ketika ia ingin berbalik, memastikan apakah Imayoshi masih berada di sana atau tidak, sepasang tangan melingkari pinggangnya dari belakang. Imayoshi membawa gadis itu kedalam sebuah back hug yang membuat (Your name) sempat terpekik kaget.

  “Tentu saja, (Fist-name),” bisik sang kapten tim basket tepat di telinga si gadis yang mulai saat itu menjadi kekasihnya.

  Imayoshi Shouichi memang seorang siswa yang layak dikagumi.

  Karena, bahkan di tangannya seorang gadis pelaku pembunuhan pun bisa dibuat merona.

.

HOLY— *seketika inget kalau masih puasa* —PEPPER AND HONEY BUDDHA CHIPS PUNYA SAEYOUNG! 2k+ words, readertachi! Saya terhura ( TДT)

Btw, karena saya gak rela Imayoshi di-yandere-in, jadi saya buat begini saja.

Lagian, masa orang sado di-yandere-in?

Gak ikhlas saya. Wkwkwk.

Saa, jaa mata, readertachi!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro