SENIN THRILLER - PENGUNTIT
Senin ini begitu melelahkan. Rasanya kesenangan saat libur hari minggu kemarin tidak nyata, meski kemarin aku hanya berleha-leha dan maraton menonton drama sepanjang hari. Aku terpaksa lembur karena pekerjaanku bertambah akibat ada karyawan lain yang cuti sakit. Dandanan yang rapi pun sudah tidak tersisa di penghujung hari itu. Aku sudah terlalu lelah untuk sekadar membubuhi ulang wajahku dengan make-up.
Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam saat aku bergegas merapikan barang-barangku dengan tergesa. Begitu keluar dari kantor, aku melangkahkan kakiku menuju stasiun kereta. Aku melangkah dengan cepat, tidak hanya untuk mengejar kereta terakhir, tapi juga karena perasaan aneh yang menghampiri. Rasanya seperti ada yang mengikutiku sejak keluar dari area kantor.
Aku memberanikan diri berhenti dan menoleh ke belakang. Benar saja, ada seorang laki-laki dengan jaket hoodie berwarna hitam sepuluh langkah di belakangku. Wajah laki-laki itu tidak begitu jelas di bawah lampu jalan yang temaram, ditambah topi hitam dan masker medis yang menutupi sebagian wajah. Pakaian yang sungguh mencurigakan!
Akan tetapi, laki-laki itu tidak berhenti berjalan ataupun kaget melihatku yang tiba-tiba membalikkan badan. Kuputuskan kalau aku hanyalah kelelahan sehingga menjadi sedikit paranoid. Aku pun lanjut melangkahkan kaki. Perasaanku sedikit tenang melihat lampu terang dari stasiun dan beberapa orang yang juga menuju ke sana.
Aku turun dari kereta jam sepuluh lewat. Karena baterai handphone-ku mati total, ya ... bodohnya aku lupa men-charge handphone-ku padahal seharian dekat dengan stopkontak, sehingga kuputuskan berjalan kaki saja. Untunglah rumahku hanya beberapa ratus meter dari stasiun kereta.
Aku memberanikan diri melewati gang kecil karena jalan utama sedikit memutar dan sudah terlalu lelah untuk sekadar tambahan beberapa ratus meter jika melewati jalan memutar. Gang yang biasanya jarang dilalui orang semakin sunyi di masa pandemi seperti ini.
Baru beberapa langkah berjalan, perasaan tidak enak kembali menghampiri. Ada suara kaki lain yang mengikuti. Ketika aku jalan lebih cepat, suara langkah itu ikut terdengar cepat. Dengan degup jantung yang tidak karuan, setengah berlari kususuri gang kecil nan sepi ini.
Di saat aku melihat tikungan menuju ke jalan utama beberapa belas meter di depan, muncul harapan akan bertemu orang-orang lain yang masih lalu-lalang. Namun, harapan itu sirna dalam sekejap begitu kudapati pagar tinggi bergembok, menghalangi jalan dengan papan tanda bertuliskan:
"MOHON MAAF JALAN DITUTUP UNTUK MENCEGAH PENYEBARAN VIRUS".
Aku mengumpat dan mendorong-dorong pagar tersebut, berharap pagar itu cukup rapuh untuk kubobol. Aku memaki virus juga memaki diriku sendiri yang lupa kalau jalan tersebut memang sudah beberapa bulan ditutup. Sia-sia saja, pagar itu masih berdiri kokoh.
Suara langkah kaki tadi pun berhenti tepat di belakangku. Perlahan aku membalikkan badan dengan air mata ketakutan yang mulai turun membasahi pipi. Sesosok laki-laki berdiri sedikit menunduk, memandangku yang bertubuh lebih pendek darinya—laki-laki yang sama dengan yang mengikuti sedari aku keluar dari area kantor.
Tubuhku hanya bisa terdiam kaku memandang mata dinginnya. Ia tersenyum girang seperti mendapatkan hadiah yang telah diincar sejak lama. Sedetik kemudian kurasakan cairan hangat mengalir di tubuhku dan kurasakan benda asing beberapa kali ditancapkan ke perutku.
Bau anyir menyeruak ke udara. Kakiku kehilangan tenaga hingga aku ambruk bersandar pada pagar. Suara gelak tawa memecah keheningan, mengiringi kesadaranku yang perlahan menghilang.
-End-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro