Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

SELASA ROMANCE - PENYESALAN

"Hari Selasa jadi, kan?" tanyaku sembari menatap wajah seorang laki-laki di layar handphone-ku.

Laki-laki itu tersenyum. "Kamu nggak baca berita, Beb? Kan pembatasan sosial diperpanjang."

Aku merengut. Aku benci kata-kata pembatasan sosial tersebut yang seperti versi nanggung dari lockdown. Pembatasan sosial ini membatasi orang-orang untuk bepergian sekalipun di dalam kota. Hanya para pekerja sektor esensial dengan surat izin kerja yang bisa melintasi titik-titik pemeriksaan, seperti pacarku yang bekerja sebagai kurir.

Akibat pembatasan ini, aku jadi jarang bertemu pacarku, Doni. Pembatasan sosial justru membuat orang semakin banyak yang mengandalkan jasa ekspedisi sehingga dia sangat sibuk. Setiap ada waktu untuk video call, wajahnya selalu tampak letih. Aku sering merasa kasihan, tapi juga merasa kesal. Sudah tidak bisa bertemu, bahkan untuk video call saja jarang.

Sebelumnya, berita mengabarkan jika pembatasan sosial akan selesai besok dan Doni berjanji akan meluangkan waktu untuk makan malam bersama. Sekadar makan di tempat makan favorit kami sudah cukup, selama bisa melepas rindu. Sayangnya, harapanku kandas karena ternyata pembatasan sosial diperpanjang, sementara tempat makan yang kami tuju harus melewati pos pemeriksaan.

"Gimana kalau kita makan dekat rumah kamu aja?" saran Doni.

"Makan apa? Di dekat sini nggak banyak pilihan."

"Ayam bakar di ujung gang lumayan rasanya."

"Huft ... ya sudah. Jam berapa? Sekarang tempat makan banyak yang tutup cepat."

"Jam 7 aku usahain sampai di sana."

Percakapan pun berlanjut dengan mengobrol hal-hal lain hingga Doni ketiduran. Handphone-nya disandarkan di dinding dan mengarah pada wajahnya. Aku tertawa melihat Doni yang tertidur, mulutnya menganga. Aku jadi semakin rindu dan tidak sabar menanti hari Selasa nanti.

Hari yang kunanti pun tiba. Aku sudah bersiap sejak sore. Sekalipun hanya makan di depan gang, ini pertemuan langsung setelah berminggu-minggu lamanya! Selepas berdandan, aku duduk menunggu di ruang tamu sambil memainkan handphone-ku.

Jam 7 masih belum ada tanda kedatangan Doni. Aku menghubunginya melalui aplikasi WhatsApp. Namun, tidak ia baca. Aku pun menunggu lagi.

Setengah jam kemudian, ayahku mendatangi ruang tamu. "Doni belum datang?"

Aku menjawab ala kadarnya. "Belum"

Tampaknya Ayah mengetahui kalau mood-ku memburuk, Ayah lantas meninggalkanku.

Jam 8 malam Ibu mendatangiku di ruang tamu. "Din, kalau keburu lapar, Ibu sudah siapkan bagianmu."

Aku yang kesal mengikuti Ibu ke meja makan dan makan sebanyak mungkin untuk melampiaskan rasa jengkelku.

Sesudah makan, aku kembali ke kamar, membanting diri di kasur lalu berteriak mengumpat Doni. Aku menangis saking kesalnya!

Setengah jam berlalu akhirnya Doni membalas pesanku. Ia bilang sudah sampai di depan rumah. Aku hanya membaca pesannya tanpa membalas. Tidak lama kemudian, Doni menelepon berkali-kali. Telepon baru kuangkat entah di dering ke berapa.

"Maaf, Beb, aku terlambat." Suara Doni terdengar halus.

"Pulang aja, aku sudah makan," balasku datar.

"Tapi aku belum makan. Temani aku, yuk."

"Aku mau tidur. Capek nunggu dari jam 7!" Nada suaraku mulai meninggi.

Terdengar helaan napas Doni. "Ya sudah, ketemu aku sebentar bisa? Aku sudah jauh-jauh datang ke sini, loh."

"Pulang."

"Aku kangen. Mau lihat kamu."

"Pulang!"

"Beb ...."

"Pulaaaaanggggg!" teriakku.

Kumatikan sambungan telepon lalu membanting handphone. Aku menutup kepala dengan bantal sambil menangis. Kuacuhkan dering panggilan yang bunyi beberapa saat dan terdengar suara notifikasi pesan masuk berkali-kali.

Hening sebentar. Lantas kudengar suara mesin motor menyala kemudian pergi menjauh dari rumah.

Aku yang makin marah memutuskan untuk langsung tidur.

Esok hari, setelah bangun aku langsung mengecek handphone. Beberapa panggilan tidak terjawab dari Doni muncul di layar. Lalu aku membuka WhatsApp dan membaca pesan darinya.

'Maaf'

'Please, keluar sebentar'

'Sebentar aja'

'Ada yang mau aku kasih'

'Maaf aku terlambat. Aku pesan sesuatu, aku lupa jaraknya jauh dari rumah kamu. Jadi terpaksa terlambat karena aku nggak sabar kasih secepatnya'

'Kamu pasti marah banget ya?'

'Ya udah, besok aku datang lagi'

'Aku pulang dulu. Selamat tidur. Love you'

Kemarahanku pun mencair hanya dengan beberapa pesan singkat itu. Aku merasa bodoh sudah kalah dengan amarah padahal Doni pasti capek dan masih menyempatkan untuk bertemu denganku. Aku bertekad kalau dia datang nanti malam, aku tidak akan bertindak kekanakan seperti kemarin.

Tidak lama, Ibu mengetuk pintu kamarku. "Din, ada tamu."

Aku terkejut dan buru-buru merapikan diri. Siapa yang mencariku?

Di depan pintu, kudapati adik laki-laki Doni. Wajahnya sembab. Tangisnya pecah.

"Kak ... Kak Doni meninggal."

Satu kalimat yang menghunjamku dengan keras.

"Apa?"

"Semalam Kak Doni kecelakaan. Sempat dibawa ke rumah sakit dekat sini. Tapi nggak tertolong."

Aku mematung, seolah ragaku terpisah dari sekelilingku.

Adik Doni meletakkan sesuatu di tanganku, sebuah kotak dan secarik kertas. "Kakak minta aku untuk kasih ini dan minta aku tuliskan kata-kata terakhirnya di kertas. Katanya dia mau kasih Kak Dina tadi malam."

Aku memandang kotak merah itu dan dengan perlahan membukanya. Sebuah cincin emas menyapa lalu kubaca secarik kertas yang tampak ditulis dengan terburu-buru.

'Aku bekerja keras supaya bisa bilang 'maukah kamu menikah denganku?' Maaf, sampai akhir selalu mengecewakan padahal aku sudah bertekad bahagiain kamu. Sayang sekali kita nggak sempat bertemu tadi malam. Aku benar-benar rindu. Terima kasih untuk segalanya. Aku cinta kamu, Din.'


-End-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro